SIARAN PERS
SIDANG HAM III 3 NHRI (Komnas HAM, Komnas Perempuan dan KPAI),
JAKARTA, 12 DESEMBER 2013
Dalam rangka memperingati Hari HAM Internasional, 3 NHRI (National Human Rights Institution) melaksanakan Sidang HAM III, pada 12 Desember 2013 dengan tema “Pemulihan, Keadilan dan Kebenaran untuk Korban”. Subtema yang diangkat pada tahun ini adalah “Tanggungjawab Negara atas Hilangnya Hak Konstitusional Warga Negara Akibat Intoleransi Beragama, Pemiskinan dan Kekerasan terhadap Perempuan, dan Kekerasan Seksual terhadap Anak”.
Melalui Sidang HAM ini, kami ingin menegaskan kepada publik bahwa Indonesia memiliki tiga Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia yang independen, yang sering pula disebut sebagai National Human Rights Institution (NHRI), yakni: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Fungsi strategis Lembaga Nasional HAM adalah koreksional sistem, berbasis data pemantauan, pelaporan situasi HAM di Indonesia dan membuat rekomendasi kepada lembaga penyelenggara negara, baik di bidang eksekutif, legislatif maupun yudikatif dalam rangka pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM.
Pembentukan Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari solusi bangsa agar komitmen negara di bidang Hak Asasi Manusia dapat terus dijaga dan direalisasikan dengan baik. Peran ini akan semakin menonjol justru pada saat Indonesia menuju ke arah negara yang demokratis. Dalam Deklarasi dan Program Aksi Wina 1993 (paragraf 3) secara tegas dinyatakan pentingnya peran Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia, yaitu untuk melakukan “constructive role” di bidang pemajuan dan perlindungan HAM.
Sebagai salah satu upaya melaksanakan peran konstruktif tersebut dan sebagai bentuk akuntabilitas Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia untuk mengkomunikasikan temuan-temuannya kepada publik dan negara, maka dirancanglah Sidang HAM ini yang sekaligus pula sebagai mekanisme Lembaga Nasional ini dalam memantau berbagai pelanggaran HAM selama satu tahun berjalan yang kiranya menjadi perhatian negara, utamanya Pemerintah. Sidang HAM ini juga diharapkan dapat menjadi bentuk terobosan dalam rangka menyebarluaskan pemahaman HAM kepada masyarakat dan negara, memberi ruang pada korban untuk didengar, dan hasil dari sidang HAM ini penting menjadi dasar kebijakan negara yang terinstitusionalisasi dalam kerja-kerja strategis negara.
Selain itu, Sidang HAM ini juga dapat menguatkan peran 3 (tiga) Lembaga Nasional HAM (Komnas HAM, Komnas Perempuan dan KPAI) dan membuka ruang bagi ketiganya untuk secara khusus penyikapi dan memberikan rekomendasi yang komprehensif kepada lembaga atau institusi yang terkait dalam upaya penanganan pelanggaran HAM di Indonesia. Sidang HAM ini bukanlah merupakan peradilan HAM, melainkan sebagai forum untuk melakukan stock opname mengenai masalah-masalah HAM yang dihadapi Indonesia, berikut dengan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya serta kendala-kendala yang perlu dipecahkan secara sungguh-sungguh. Sidang HAM ini diharapkan menjadi ruang interaktif untuk mendengarkan suara dan tanggapan berbagai pihak, terutama korban pelanggaran HAM dan kasus-kasus yang belum diselesaikan. Selain itu, Sidang HAM ini juga diharapkan dapat mendorong keterlibatan berbagai elemen publik, baik korban, CSO, ahli/pakar, mekanisme regional dan nasional untuk mendorong komitmen negara, baik eksekutif (Pemerintah Pusat dan Daerah), legislatif dan judikatif untuk merespons persoalan HAM di Tanah Air
Sidang HAM yang ketiga ini masing-masing Lembaga Nasional HAM memilih isu spesifik: Komnas HAM memilih isu “Intoleransi Beragama”, Komnas Perempuan memilih isu “Pemiskinan dan Kekerasan terhadap Perempuan” dan KPAI memilih isu “Kekerasan Seksual Anak”. Pemilihan isu-isu tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan, yaitu: (a) kasus-kasus yang masif dan potensial mengundang korban lebih luas; (b) pola “baru” atau kecenderungan baru pelanggaran HAM; (c) kasus-kasus yang tidak pernah ada penyelesaian atau sulit diselesaikan dan berulang; (d) kasus yang tidak ada atau tidak jelas landasan hukum, kebijakan maupun mekanisme penyelesaiannya; dan (e) wilayah-wilayah tertentu yang dianggap banyak terjadi pelanggaran HAM.
Hak atas kebebasan beragama menjadi persoalan yang tak kunjung diselesaikan. Terkesan negara tidak hadir dalam intoleransi yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok minoritas, seperti saudara-saudara kita yang beragama Kristen, Ahmadiyah, Syiah, dan sebagainya. Kebebasan beragama dan keyakinan merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun. Sementara, itu UUD 1945 Amandeman ke-1 sampai dengan ke-4 secara tegas telah memuat jaminan bagi kebebasan setiap rakyat di Indonesia untuk memeluk dan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Pada 2010 tercatat 216 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang mengandung 286 bentuk tindakan, menyebar di 20 propinsi. Terdapat 5 propinsi dengan tingkat pelanggaran paling tinggi, yaitu Jawa Barat (91 peristiwa), Jawa Timur (28 peristiwa), Jakarta (16 peristiwa), Sumatera Utara (15 peristiwa), dan Jawa Tengah (10 peristiwa).
Kapasitas warga negara untuk secara mandiri menghidupi dirinya sendiri telah dihancurkan secara sistematis, masif dan terus menerus, lewat seperangkat peraturan negara yang memiskinkan, yaitu kebijakan yang lapar lahan yang menciptakan jurang kemiskinan semakin lebar. Pemiskinan berwajah perempuan yang berwujud perempuan pekerja migran, pekerja rumah tangga, pekerja seks, buruh kebun, buruh tani, buruh industri/manufaktur adalah dampak dari tercerabutnya sumber-sumber kehidupan warga di tingkat desa. Segala permasalahan yang mereka hadapi tidaklah akan terselesaikan jika sumber utamanya, yaitu revitalisasi kehiudpan di desa, tidak diperbaiki. Karena itu, Komnas Perempuan merekomendasikan agar negara bertanggungjawab untuk memenuhi HAM warganya dengan: revitalisasi sumber-sumber penghidupan di tingkat desa, mengakui bahwa tindakan pencerabutan sumber-sumber kehidupan sebagai kejahatan kemanusiaan, mengakui dan merehabilitasi korban.
Kekerasan seksual terhadap anak pada tahun 2013 ini menampakkan bentuk dan pola yang sangat mengerikan, bahkan diluar nalar sehat. Ada anak yang meninggal karena tertular penyakit kelamin akibat perkosaan ayahnya, ada anak yang diperkosa lalu dimutilasi hidup-hidup, dan ada bayi 9 bulan yang meningggal karena diperkosa dan disodomi. Anak pelaku kekerasan juga semakin muda. Demikian pula pornografi telah menjadikan anak-anak sebagai korban; menjadi objek pornografi, menjadi korban pedofilia, menjadi korban kekerasan seksual oleh orang dewasa dan anak yang mengkonsumsi pornografi, dan menjadi pelaku kejahatan seksual akibat pengaruh pornografi. Anak korban kejahatan seksual online juga mengalami peningkatan 450% dalam 4 tahun terakhir, dari 400 ribu kasus tahun 2008, naik menjadi 18 ribu kasus.
Di luar agenda sidang HAM hari ini, masih banyak pekerjaan rumah terkait dengan pelanggaran HAM di berbagai sektor kehidupan, seperti konflik agraria, perburuhan, hak atas kesehatan, pendidikan, dll, dan juga penyelesaian pelanggaran HAM berat yang tak kunjung ada penyelesaiannya. Impunitas terhadap pelaku pelanggaran HAM berat harus diakhiri, dan penyelesaian baik dengan cara yudisial maupun non yudisial yang bisa diterima UN dan semua pihak harus segera dilakukan. Bukan untuk balas dendam tapi untuk mencapai keadilan bagi semua dan agar peristiwa pelanggaran HAM berat tidak terulang lagi.
Menegaskan bahwa Sidang HAM ini merupakan kerja kolektif dengan harapan benar-benar dapat berlangsung sebagaimana yang direncanakan dan para pihak yang terkait dalam rekomendasi sidang HAM ini agar memperhatikan secara sungguh-sungguh dan menindaklanjuti dengan langkah-langkah kongkrit.
Divisi Partisipasi Masyarakat
Komnas Perempuan
Jl Latuharhary 4B, Jakarta 10310
Tel: 62-21-3903963 Fax : 62-21-3903922
web: komnasperempuan.or.id