Kerangka Acuan
Workshop Jurnalis TV
“TELEVISI & PELIPUTAN KEBERAGAMAN”
Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK)
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Selatan
Latar Belakang
Pemberitaan dan tayangan isu kebebasan beragama di televisi kerap tidak memberikan perhatian pada fakta keberagaman bangsa ini. Tidak jarang peliputan tentang kasus-kasus agama dan keyakinan menyudutkan kalangan minoritas tertentu. Sehingga, siaran tentang agama lebih banyak bias pemahaman teologi yang mainstream dan karena itu ikut “menyesatkan” keyakinan atau kepercayaan pinggiran.
Padahal UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (pasal 2), Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pasal 6 dan Standar Program Siaran (SPS) pasal 6 ayat 1 mengamanatkan jurnalis dan lembaga penyiaran menghormati kebhinekaan, termasuk agama dan keyakinan, serta melarang merendahkannya. Aturan dan ketentuan yang berlaku tersebut seharusnya tidak dipahami sebagai pembatasan bagi jurnalis dan lembaga penyiaran untuk meliput kebhinekaan agama dan keyakinan atau kepercayaan, melainkan mendorong berkembangnya jurnalisme damai yang toleran, menghargai, dan mempromosikan hak-hak dan kebebasan setiap warga negara untuk beragama dan berkeyakinan dengan pilihannya yang berbeda-beda.
Namun begitu, tantangan televisi untuk menayangkan isu agama tidaklah mudah. Selain sensitif, karena terkait sentimen yang mudah menimbulkan ketersinggungan kelompok agama atau keyakinan tertentu sehingga bisa memancing reaksi yang keras, isu keberagaman juga kurang “menjual”. Kebebasan beragama tidak “sepopuler” isu korupsi, politik, ekonomi, sepakbola, selebriti dan sebagainya yang mampu mendongkrak rating. Televisi ramai menayangkannya hanya ketika meletus konflik yang sampai memakan korban, baik nyawa maupun harta benda.
Padahal, dengan kekuatan audio visual dan dukungan revolusi teknologi komunikasi dan informasi yang makin canggih dan murah, meniscayakan lembaga penyiaran menjadi elemen terpenting menciptakan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari khalayak, begitupun opini tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan. Demi menimbang besarnya pengaruh lembaga penyiaran inilah, terutama televisi, kemudian layak diajukan beberapa pertanyaan. Ketika menggunakan frekuensi yang merupakan barang publik, apakah televisi mempunyai keberpihakan pada hak-hak dan kepentingan warga negara atau sebaliknya hanya memberi keuntungan pihak dan kelompok tertentu yang merampas kebebasan dasar warga negara? Ketika televisi mengudara di tengah masyarakat yang beragam sementara agama masih menjadi pusat kekuatan moral dan spiritual yang menafasi hampir seluruh sepak terjang warga negara Indonesia, sejauh mana informasi-informasi yang disuguhkan mampu mendukung kehidupan sosial yang damai, toleran dan penuh penghargaan dalam perbedaan? Lantas, perlukah inisiatif-inisiatif etis dan operasional yang mampu meningkatkan skill, kapasitas, dan kompetensi lembaga-lembaga penyiaran dan kalangan jurnalisnya untuk mengembangkan jurnalisme damai yang mempromosikan keberagaman di Indonesia?
Tentu, tidak mudah menjawab pertanyaan-pertayaan di atas. Semua itu adalah perkara yang juga menjadi tantangan lembaga-lembaga penyiaran di negara manapun di belahan dunia ini. Karena itu, untuk menjawabnya membutuhkan keterlibatan berbagai elemen masyarakat dan pemerintahan.
Namun, kemendesakan peran dan pengeruh besar media inilah, terutama televisi, dalam upaya mengurangi situasi “buram” bangsa ini – yang pada dekade terakhir ditingkahi menguatnya intoleransi dan diskriminasi, bahkan kekerasan atas nama agama – mendorong Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerjasama dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat dan IJTI Sulawesi Selatan berikhtiar bahu-membahu bersama jurnalis-jurnalis televisi untuk menggali peta sejauh mana tantangan media dan jurnalis televisi untuk menghidupkan jurnalisme damai dalam konteks keberagaman serta peluang-peluang seperti apa yang bisa diambil dan dikembangkan. Untuk itu pula SEJUK dan IJTI menyelenggarakan workshop untuk jurnalis televisi dengan mengambil tema “Televisi dan Peliputan Keberagaman.”
Nama Kegiatan
Workshop untuk Jurnalis “Televisi dan Peliputan Keberagaman”
Tujuan
- Menghidupkan kesadaran dan praktik jurnalisme damai dalam konteks keberagaman di Indonesia
- Pengarusutamaan jurnalisme keberagaman di kalangan jurnalis televisi
- Menggali dan mengembangkan gagasan, etika dan teknik seputar tantangan dan peluang-peluang televisi sebagai lembaga penyiaran dalam memberitakan isu keberagaman
- Mengembangkan skill, kapasitas dan kompetensi jurnalis televisi dalam mempraktikkan jurnalisme keberagaman
Waktu
Sabtu – Minggu, 8 – 9 Maret 2014
Tempat
Hotel Grand Celino, Jl. Lanto Daeng Pasewang, Makassar, Sulawesi Selatan
Narasumber
- Josep Adi Prasetyo, Anggota Dewan Pers
- Idy Muzayyad, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat
- Budhy Munawar-Rachman, Intelektual Muslim
- Ade Armando, Pakar Media dan Komunikasi Universitas Indonesia
- Amanda Komaling, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Utara
- Ahmad Alhafiz, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat
- Muhammad Choirul Anam, Wakil Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG)
Fasilitator
Ahmad Junaidi (Direktur SEJUK)
Peserta
Peserta workshop ini adalah para jurnalis televisi di sekitar kota Makassar dan wilayah Indonesia Timur lainnya. Jumlah peserta 25.
Panitia
Kepanitiaan workshop adalah kerjasama SEJUK dengan IJTI Pusat dan IJTI Sulawesi Selatan
Undangan
Informasi tentang undangan Workshop Jurnalis Televisi di Makassar dapat diakses di
Contact Person
Rifah Zainani 085719461141 atau Thowik 081212989340