Oleh Junaidi dan Awigra
Sejak jatuhnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 dan dimulainya sebuah masa yang disebut era reformasi, media massa tumbuh pesat. Puluhan bahkan ratusan media cetak baru terbit dengan fokus liputan beragam mulai dari politik, ekonomi, sampai dengan ulasan seputar seks dan seksualitas. Namun, setelah beberapa tahun era reformasi berjalan, banyak media cetak mulai berhenti terbit seiring dengan ketatnya persaingan antar media. Umumnya koran, tabloid dan majalah yang tidak dapat bertahan adalah mereka yang mengkhususkan perhatiannya pada bidang politik dan eknomi, seperti tabloid Detak, koran Monitor, majalah Prospek, majalah Tiras, Majalah DR, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Tetapi, sejumlah koran, tabloid dan majalah baik baru maupun lama yang mengkhususkan pada pembaca dewasa dengan liputan dan tampilan gambar-gambar seronok serta kata-kata yang mengeplorasi seksualitas mampu bertahan sampai saat ini. Media cetak yang terbit sebelum era reformasi dan menjadikan pembaca dewasa sebagai targetnya yang masih hidup, misalnya majalah Popular, sementara media yang baru muncul pada awal reformasi dengan penyajian seputar seks dan seksualitas baik melalui gambar dan kata adalah tabloid Pop, Bos, dan Koran Lampu Merah.
Tabloid dan koran yang disebut terakhir ini mentargetkan pembaca dari kelas ekonomi bawah, sementara itu, baru-baru ini terbit majalah waralaba (franchise) luar negeri yang juga mengulas persoalan yang sama dengan target pembaca kalangan menengah atas, seperti Maxim dan For Him Magazine.
Sudah agak lama dunia pers dianggap bukan lagi institusi yang bermodalkan