“Setelah mencari akar Kekristenan yang paling dekat dengan para Rasul Yesus Kristus, akhirnya saya menemukan dan kemudian menganut Ortodoks,” ungkap Reader Gregory menyampaikan alasannya memeluk Kristen Ortodoks.
2010 Gregory meninggalkan gereja Protestan setelah belajar memperdalam sejarah dan ajaran Kekristenan masa perdana, 12 Rasul. Ia memilih bergabung ke Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas Rasul Jakarta Selatan dan kini menjadi Reader (pembaca doa dan kutipan-kutipan Kitab Suci yang ia lantunkan dalam ibadah).
Pagi itu, Minggu, 12 November 2023, sekira 50 umat melangitkan pujian dan doa yang dibimbing Reader Gregory. Romo Boris Setiawan (47) memimpin proses ibadah yang berjalan dari sekira pukul 08.30 sampai 10.45.
Umat perempuan diwajibkan mengenakan kerudung (penutup kepala) dan kain atau rok, bukan celana panjang, ketika memasuki Gereja Ortodoks. Mereka ada yang membawa kerudung dari rumah masing-masing, namun begitu di dekat pintu masuk bangunan temat ibadah tersedia dua kotak yang berisi kerudung dan kain.
Memakai kerudung atau penutup kepala bagi perempuan Ortodoks adalah ajaran dan praktik Kekristenan awal masa para Rasul Yesus Kristus. Tradisi ini sudah diamalkan bahkan sebelum masa Yesus. Maka, tidak heran jika kemudian Islam, Ortodoks, dan Yahudi sampai hari ini mewajibkan perempuan memakai penutup kepala (dalam Islam hijab atau jilbab), terutama saat beribadah.
Islam, Kristen, dan Yahudi banyak mempunyai kesamaan tradisi. Sebagaimana Yahudi dan Islam yang secara ketat mengatur umatnya untuk berpuasa, Ortodoks juga mengamalkan tradisi ini. Ketiganya mempunyai aturan waktu dan cara berpuasa masing-masing.
Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas Rasul Jakarta resmi berdiri tahun 2003. Status bangunannya di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan, masih berbentuk kapel. Saat ini Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas Jakarta dipimpin oleh Romo Boris.
“Jumlah umat di Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas ini (Jakarta Selatan) ada 200 lebih,” papar Romo Boris.
Khotbah, sakramen pengakuan dosa, komuni atau membagikan Roti (beragi) dan Anggur, serta prosesi Liturgi Ilahi di Minggu pagi itu dipimpin langsung Romo Boris yang kini menjabat Kepala/Rektor Paroki Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas.
Sepanjang pelaksanaan ibadah bersambung kidung-kidung khas Gereja Ortodoks Timur dan terus memenuhi ruangan kapel. Tak ada alat musik mengiringi madah, seperti gereja-gereja Katolik dan Protestan pada umumnya.
Ruang ibadah berhias ornamen dan ikon-ikon dengan warna dasar kuning emas. Tak tampak satu pun patung Yesus dan Bunda Maria.
Bagi pemimpin Ortodoks Santo Thomas Jakarta, Romo Boris, Yesus Kristus sejatinya datang untuk mengampuni dosa-dosa umat manusia. Sedangkan 12 Rasul adalah para pemimpin dan penerus ajaran cinta kasih kepada dunia setelah Yesus kembali ke surga.
“Umat Ortodoks sangat menghargai non-ortodoks, karena ajaran Yesus ditujukan pada manusia, bukan untuk agama, tidak demi kemegahan gereja,” papar Romo Boris menjelaskan prinsip toleransi yang menghidupi Gereja Ortodoks.
Liturgi Ilahi (ibadah Minggu) Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas Jakarta Selatan kerap disaksikan kalangan non-Ortodoks. Saat SEJUK menghadiri ibadah mereka, turut bergabung dalam kerumunan ibadah salah seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Rafi, dan aktivis isu lintas iman yang sebelumnya bergiat di Pelita Padang, Sumatera Barat, Aditya. Selama ini Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas menerima dengan tangan terbuka berbagai rombongan dari kalangan mahasiswa maupun orang muda yang belajar mengamalkan toleransi.
“Saya dan Rafi sudah lebih dari empat kali berkunjung dan berdiskusi ringan dengan kawan-kawan muda Ortodoks di sini,” kata Aditya yang tengah makan satu meja dengan umat Ortodoks Rusia Santo Thomas.
Sudah menjadi kebiasaan, setelah ibadah para umat menikmati makan bersama yang dihidangkan gereja. Minggu itu sayur asem yang masih hangat terasa istimewa ditemani lauk pauk lainnya. Kebersamaan dan semangat kekeluargaan tampak hidup dari keakraban interaksi di antara mereka saat menikmati hidangan.
Ada sekira 2000 umat Ortodoks Rusia di Indonesia yang tersebar di Jakarta, Bandung, Bekasi, Boyolali, Surabaya, Medan, dan Palembang. Sementara, keseluruhan umat Ortodoks di Indonesia ada juga yang tergabung dalam Ortodoks Koptik Mesir, Syria, dan Yunani, selain Rusia.
Ortodoks Rusia dan Yunani tergabung dalam Gereja Ortodoks Timur. Sedangkan Ortodoks Koptik bagian dari Gereja Ortodoks Oriental. Jumlah keseluruhan pemeluk Gereja Ortodoks di Indonesia belum diketahui secara pasti. Selain tersebar di wilayah Indonesia sebagaimana tersebut di atas, beberapa informasi menyampaikan bahwa Gereja Ortodoks ada di kota seperti Malang, Solo, Yogyakarta, Bali, Papua, dan sebagainya.
“Dari tahun 2003 sampai 2008 atau 2009 umat kami masih sangat terbatas. Umat masih kisaran sepuluhan,” ujar Romo Boris yang setiap Liturgi Ilahi Minggu gerejanya selalu dipenuhi umat, terutama setelah pandemi berakhir.
“Perayaan Natal dan Paskah umat Ortodoks waktunya tidak berbarengan dengan gereja-gereja Protestan dan Katolik,” lanjut Boris Setiawan, yang sebelum ditahbiskan menjadi romo, ia menempuh teologi dan seni ikonografi Ortodoks Rusia di Sanjose, California, Amerika Serikat.
Perbedaan waktu pelaksanaan Natal dan Paskah, sambung Romo Boris, karena Ortodoks menggunakan kalender Julian, yang lebih lambat dua minggu sampai sebulan dari penanggalan Gregorian.
Kendati berbeda tradisi dari Katolik dan Protestan atau Kristen lainnya, semakin bergairahnya umat bersekutu dalam doa di Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas tampak dari konversi yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Mereka terbuka dengan dialog dan menerima siapa saja yang ingin tahu atau belajar tentang Ortodoks.
“Mari Mas, Mba, jangan pulang dulu, kita makan bersama dengan teman-teman,” sapa Gregory kepada kami sambil mengantar ke bangunan samping kapel dengan raut muka dan bahasa tubuh yang ramah. Kami tidak diperlakukan Gregory dan umat lainnya layaknya orang asing.
Di meja panjang tempat meletakkan hidangan beserta piring, mangkok dan sendoknya, sekira 30-an umat berkerumun melingkar menunggu giliran mendapatkan makanan, baik duduk maupun berdiri. Beberapa lainnya sudah mendiami meja dan kursi dengan menyantap makanan di area Gereja Ortodoks Rusia Santo Thomas yang dirimbuni pepohonan.
“Sejak pandemi konversi menjadi Ortodoks di Indonesia pun bertambah banyak,” ungkap Reader Gregory yang mendampingi Romo Boris berdiskusi dengan kami.
Gregory menyampaikan terima kasih atas kunjungan SEJUK dan mengajak kami agar tidak sungkan untuk kembali lagi.[]