Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Siaran Pers

Mengutuk Hukum Cambuk di Aceh yang Melawan UUD ’45

by Redaksi
14/04/2016
in Siaran Pers
Reading Time: 2min read
Share on FacebookShare on Twitter

Pernyataan Sikap

Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) di Indonesia

Terkait Pelaksanaan Hukum Cambuk di Aceh

Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat secara resmi berlaku sejak Oktober tahun lalu setelah masa sosialisasi selama satu tahun selesai. Beberapa jenis pelanggaran yang termuat di dalam Qanun ini, antara lain, Khamar (miras), Maisir (judi), Khalwat (mesum), Ikhtilath (bercumbu), Zina (bersetubuh tanpa ikatan perkawinan), Liwath (gay), Mushaqah (lesbian), Qadzaf (menuduh orang melakukan zina).

Bagi yang melanggar akan dikenai hukuman cambuk. Jumlah cambuk tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan.

Perkembangan terkini, seorang wanita non muslim dicambuk sebanyak 60 kali di Takengon, Aceh Tengah, karena dianggap bersalah telah menjual minuman beralkohol. Hukuman cambuk terhadap non muslim ini adalah untuk pertama kalinya.

Dari berbagai pemberitaan, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Prof. Syahrizal Abbas mengatakan bahwa hukuman cambuk hanya ditujukan kepada warga muslim. Sedangkan bagi pelaku pelanggaran non muslim dapat memilih hukum nasional (KUHP) atau Qanun. Terlepas apakah penerapan non muslim ini memilih tunduk pada hukum syariat atau tidak, penerapan hukum cambuk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) amat disayangkan. Meskipun NAD memiliki otonomi khusus untuk mengatur kehidupan warganya, tapi seharusnya tidak bertentangan dengan peraturan nasional tertinggi yaitu UUD 1945. Salah satu spirit UUD 1945 yang lahir seiring era reformasi adalah pengakuan atas hak asasi manusia (Pasal 28).

 

Dalam kasus hukum cambuk, kami berpendapat hukum Qanun Nomor 6 Tahun 2014 bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 dalam beberapa hal, yaitu:

  1. Pasal 28 G ayat (1), di mana tiap orang berhak atas perlindungan diri, kehormatan, dan martabat. Hukuman cambuk di hadapan orang banyak jelas telah meruntuhkan martabat diri seseorang. Ketika masa hukuman selesai, maka si pelaku akan mengalami konflik batin di lingkungannya karena sudah terlanjur malu dan merasa rendah diri.
  2. Pasal 28 H (1), di mana tiap orang berhak atas hidup sejahtera lahir dan batin. Pelaku hukuman cambuk akan sulit mendapatkan hak ini karena sudah dipermalukan di depan umum.
  3. Pasal 28 I (1), di mana tiap orang berhak untuk tidak disiksa. Pelaksanaan hukuman cambuk di depan umum jelas-jelas merupakan legalisasi penyiksaan.
  4. Pasal 28 I (2), di mana tiap orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif.

 

Berdasarkan pemahaman di atas, hukuman cambuk tidak layak dilegalisasi dalam bentuk produk hukum apa pun. Oleh karena itu, Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) di Indonesia dengan ini menyatakan:

 

  1. Mengutuk keras pelaksanaan hukuman cambuk di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, baik bagi penduduk muslim maupun non muslim.
  2. Meminta pemerintah NAD untuk menempatkan UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi dalam pembuatan produk hukum lokal.
  3. Meminta pemerintah Republik Indonesia untuk meninjau ulang Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Termasuk juga Qanun lainnya yang sudah ada sebelum Qanun Nomor 6 Tahun 2014.
  4. Meminta pemerintah Republik Indonesia untuk mengingatkan pemerintah provinsi NAD agar tidak lagi membuat produk hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia seperti yang termaktub dalam UUD 1945.
  5. Indonesia didirikan untuk dan milik seluruh kelompok agama, suku, adat-istiadat, kepercayaan, ideologi. Kebhinekaan adalah konsensus final yang tidak bisa diganggu gugat. Oleh karena itu, setiap daerah di wilayah NKRI tidak dibenarkan membuat produk hukum yang diskriminatif, mengandung kebencian, dan bertentangan dengan UUD 1945.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat untuk menjadi perhatian bagi semua pihak.

Jakarta, 14 April 2016

Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia

 

Tertanda

Woro Wahyuningtyas

Direktur Eksekutif

Tags: #HAM#PerempuanAgama
Previous Post

Dewan Pers Godok Pedoman Meliput Isu Keragaman

Next Post

Robohnya Demokrasi Jokowi

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ahmadiyah

Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

21/05/2025
Jelang 17 Agustus Ahmadiyah Dilarang Gelar Bazar Kemerdekaan, YLBHI: Ini Pelanggaran Konstitusi RI

Jelang 17 Agustus Ahmadiyah Dilarang Gelar Bazar Kemerdekaan, YLBHI: Ini Pelanggaran Konstitusi RI

10/08/2024
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Muslim Indonesia Terhadap Lingkungan serta Perubahan iklim

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Muslim Indonesia Terhadap Lingkungan serta Perubahan iklim

24/07/2024
Dijegal Menjadi Kepala Daerah, Elemen Gerakan Perempuan Aceh Menegaskan: Partisipasi Perempuan dalam Pilkada adalah Hak Konstitusional

Dijegal Menjadi Kepala Daerah, Elemen Gerakan Perempuan Aceh Menegaskan: Partisipasi Perempuan dalam Pilkada adalah Hak Konstitusional

23/07/2024
Next Post
Robohnya Demokrasi Jokowi

Robohnya Demokrasi Jokowi

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In