Jemaat Ahmadiyah Parakansalak dilarang menggelar Semarak Bazar Kemerdekaan RI ke-79 melalui surat yang masing-masing dilayangkan Kepala Desa Parakansalak, Rini Mulyani, dan Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopicam) Parakansalak, Sukabumi, Jawa Barat.
Praktik-praktik diskriminatif pejabat dan aparat terhadap jemaat Ahmadiyah justru bentuk aktif negara mempromosikan cara beragama yang dapat berujung pada aksi-aksi ekstremisme, yang dimulai dengan dukungan dan pembiaran terhadap sikap maupun tindakan intoleran warganya terhadap mereka yang berbeda dari mayoritas.
Menurut Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur, pelarangan bazar murah sembako, sebagai aksi sosial jemaat Ahmadiyah membantu sesama warga yang secara ekonomi kurang beruntung, yang rencananya digelar pada Minggu, 11 Agustus 2024, menjadi bentuk diskriminasi, kejahatan, dan penyingkiran terhadap warga yang sejatinya sangat mencintai Republik Indonesia.
“Partisipasi publik dijamin oleh konstitusi. Pelarangan ini melanggar UUD 1945. Yang sangat menyedihkan, diskriminasi ini dilakukan hanya karena perbedaan dan keragaman keyakinan,” ujar Isnur.
Asep Saepudin selaku pimpinan Jemaat Ahmadiyah Parakansalak menyampaikan bahwa, “Semarak Bazar dalam Rangka Memperingati HUT RI ke-79 di Jemaat Ahmadiyah Parakansalak tidak jadi dilaksanakan di gelar karena terbitnya Surat Kepala Desa dan Forkopicam. Tetapi penjualan sembako tetap akan dilakukan untuk interna jemaat. Bila ada warga yang antusias dan niat membeli sembako akan dilayani layaknya pembeli.”
Untuk memastikan agar hak jemaat Ahmadiyah untuk berpartisipasi terlindungi, Isnur kembali menegaskan bahwa setiap warga, termasuk jemaat Ahmadiyah, bebas melakukan kegiatan yang damai yang sama sekali bukan perbuatan kriminal.
“Maka pemerintah pusat (Presiden, Kemendagri, Polri, TNI) dan Ombudsman RI harus memberikan sanksi dan teguran keras terhadap Kepala Desa Parakansalak dan Forkopicam. Tidak bisa pemerintah mendiamkan oknum-oknum pejabat pemerintah yang melakukan praktik-praktik diskriminatif atas nama keyakinan,” tuntut Isnur.
Pelarangan jemaat Ahmadiyah Parakansalak menggelar bazar sembako oleh pemerintah setempat dengan dasar aturan-aturan diskriminatif, yakni SKB Tahun 2008 tentang Ahmadiyah, Pergub Jawa Barat Tahun 2011 tentang larangan kegiatan Ahmadiyah, dan Perda Kab. Sukabumi tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat batal demi hukum tertinggi, Konstitusi RI.
Negara harusnya secara aktif mengedukasi dan menyediakan ruang-ruang dialog kebinekaan ketika terjadi pertentangan di masyarakat, bukan menyingkirkan kalangan yang sedikit dan mengistimewakan kepentingan kelompok warga yang dominan, mayoritas. Negara juga bertanggung jawab memfasilitasi setiap warganya untuk bebas berekspresi dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial-kemasyarakatan.
“Ya, peristiwa menjelang peringatan hari kemerdekaan ini sangat menyedihkan, sangat membuat kita marah dan geram kepada oknum-oknum aparat yang melanggar hak warganya atas nama keyakinan, yang dalam faktanya iman dan kepercayaan warga Indonesia sangat bineka dan harus dihormati oleh negara,” kata Isnur.[]