Majelis Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu menyatakan kekecewaan atas solusi yang diberikan Walikota Jakarta Selatan Tri Kurniadi untuk merelokasi GBKP Pasar Minggu. Hal tersebut disampaikan Majelis GBKP Pasar Minggu dalam konferensi pers di gedung gereja (8/10/2016).
Mewakili jemaat dan panitia pembangunan gereja GBKP Pasar Minggu, Pendeta Penrad Siagian dalam konferensi pers menyampaikan beberapa hal yang membuat majelis gereja menyesalkan keputusan Walikota Jakarta Selatan.
“Bagaimanapun Gubernur DKI Jakarta sudah memerintahkan agar Walikota, Camat dan Lurah memfasilitasi IMB GBKP. Dengan putusan relokasi, artinya Walikota telah melawan perintah Ahok,” ujar Pdt. Penrad.
Sebab, sambungnya, seluruh proses IMB yang sudah diajukan GBKP telah memenuhi persyaratan, termasuk tanda tangan 90 dan 60. Karena itu gedung gereja yang selama ini sudah berdiri dan digunakan harusnya difasilitasi oleh Walikota dan jajarannya agar IMB Pendirian Rumah Ibadah segera dikeluarkan atau disahkan, bukan relokasi.
Kekecewaan Majelis GBKP semakin bertambah karena Walikota menunjuk lokasi yang peruntukannya justru harus bersih dari bangunan, termasuk rumah ibadah.
“Tempat relokasi gereja yang ditawarkan oleh Walikota, yakni sebelah Koramil Pasar Minggu, posisinya di jalur hijau. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007, jalur hijau merupakan bagaian dari ruang terbuka hijau publik (Pasal 29 ayat 1) tidak boleh berdiri bangunan,” ungkap Pdt. Penrad yang juga Sekretaris Eksekutif Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Berdasarkan aturan yang ada itulah ia menegaskan bahwa bukan hal yang mudah mengubah peruntukan jalur hijau ataupun membangun rumah ibadah di jalur hijau. Prosesnya bisa panjang dan sulit, karena hal tersebut melanggar aturan.
Dengan fakta dan perkembangan komunikasi yang terus dibangun oleh Majelis GBKP dan para pendamping dengan pemerintah, maka tidak ada alasan bagi Walikota untuk segera memerintahkan bawahannya mengurus administrasi GBKP agar keluar IMB gereja.
“Apresiasi yang tinggi terhadap instruksi Gubernur DKI kami tunjukkan dengan mengikuti arahan untuk mulai tanggal 9 Oktober melakukan Ibadah Minggu di Kantor Kecamatan Pasar Minggu sambil kami memastikan proses pengurusan IMB dilakukan Walikota dengan jangka waktu yang lebih jelas dan tidak berlarut-larut, sehingga tidak berakibat pada hilangnya hak-hak jemaat untuk beribadah secara nyaman,” kata Pdt. Penrad.
Ahok bersama Majelis GBKP Pasar Minggu dan para pendamping serta Walikota Jaksel, Camat dan Lurah Lenteng Agung usai membahas solusi IMB gereja (3/10/2016)
Tuntutan-tuntutan Majelis GBKP kepada Walikota agar patuh terhadap instruksi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) mengacu juga pada instruksi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin agar pemerintah memfasilitasi pengurusan IMB GBKP sesuai aturan yang ada. Sehingga, bagi Majelis GBKP, menuntut agar pemerintah, dalam hal ini Walikota Jaksel, mengeluarkan IMB Rumah Ibadah adalah mandat Konstitusi. Sebaliknya, merelokasi bangunan gereja yang persyaratannya sudah lengkap tidak lain pelanggaran terhadap Konstitusi.
“Pak Walikota, Camat dan Bu Lurah, tidak boleh bertindak atas dasar kepentingan kelompok tertentu ataupun pertimbangan mayoritas dan minoritas, tidak boleh juga atas alasan agama maupun keyakinan, tetapi harus mengacu Konstitusi,” tegas Pdt. Penrad yang menilai kebijakan-kebijakan yang diambil Tri Kurniadi selaku Walikota Jakarta Selatan terhadap GBKP sangat diskriminatif.
Sementara itu, di hadapan para jurnalis dan pendamping, Sekretaris Badan Pekerja Majelis Runggun (BPMR) GBKP Pasar Minggu Pdt. Lanjut Bangun mengatakan bahwa pihak GBKP akan terus mengawal agar proses pemerintah memfasilitasi IMB GBKP Pasar Minggu berdasarkan Perber Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah tidak berakhir seperti nasib gereja HKBP Ciketing Bekasi.
“Kalaupun GBKP Pasar Minggu menerima relokasi, kami terlebih dahulu meminta pemerintah memastikan tempat dan bangunan yang sah dengan disertai IMB Rumah Ibadah. Baru kami mau pindah dari sini. Sehingga kami tidak bernasib seperti gereja Ciketing yang dijanjikan relokasi tetapi sampai sekarang tidak pernah punya gereja,” tutur Pdt. Lanjut Bangun.
Terkait spanduk penolakan gereja yang masih terpampang di pagar depan GBKP Pasar Minggu, dalam kesempatan yang sama pendamping GBKP Pasar Minggu dari LBH Jakarta Ayu Eza menyatakan bahwa hal tersebut sebagai tindakan yang bisa dipidanakan. Untuk itu aparat harus menindak terhadap mereka atau siapapun yang memasangnya.
Majelis GBKP dan para pendamping juga menyesalkan karena sudah seminggu pemerintah membiarkan spanduk terpasang. Padahal, itu dapat memicu provokasi dan propaganda yang semakin memancing kebencian meluas terhadap GBKP dan jemaatnya. Sementara mereka pun sudah melaporkan dan meminta pada semua aparat.
“Kami sudah melapor ke Polresta, Polsek, Satpol PP, termasuk Walikota dan Lurah untuk segera melepasnya, tapi spanduk masih terpasang di depan gereja” ujar Pdt. Penrad.