Dewasa ini disinformasi bernuansa agama menyuburkan radikalisme dan ekstremisme. Ruang publik bangsa ini tidak sepi dari serbuan kebencian dan permusuhan dengan sentimen suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) karena akses masyarakat terhadap internet terus meningkat, terutama media sosial yang begitu saja (dipercaya) menjadi bagian dari sumber (informasi) nilai-nilai kehidupan.
Minimnya literasi media berdampak pada kondisi masyarakat yang tidak terlampau sulit terkonsolidasi oleh mobilisasi politik, yang terjadi tidak saja di jalanan tetapi juga di ranah digital. Prosesnya pun ditempuh dengan membanjiri beragam irelevansi bernuansa SARA yang mengafirmasi dan mudah sekali mengikat emosi warga yang sepemahaman atau seiman (echo-chamber).
Sehingga, tidak bisa disangkal pula jika media-media mainstream mempunyai dosa besar karena ikut memproduksi disinformasi yang dapat berujung pada aksi ektremisme bernuansa agama. Sebagai contoh, dalam sejarah bangsa ini disinformasi berupa fake news ikut “membakar” konflik Ambon (1999-2001), yang memakan korban meninggal dunia 8000 sampai 9000, menurut hitungan Lingkaran Survei Indonesia (2012). Pemberitaan media juga berdampak pada pengusiran 7000 lebih warga eks-Gafatar dari Kalimantan (2016) yang dituduh sesat dan makar.
Bermunculannya media paska-Reformasi, terutama online dan televisi lokal, yang mengandaikan semakin banyak pula jurnalis, menghadirkan tantangan yang tidak sederhana. Sistem regulasi yang kurang mendukung semangat demokrasi digital dan kebebasan pers di satu sisi, serta kepadatan lalu-lintas informasi yang lebih mendahulukan kecepatan dan rating atau clickbait melalui search engine optimization (SEO) ketimbang kualitas pemberitaan yang setia terhadap prinsip-prinsip dan standar jurnalisme di sudut lainnya, berakibat pada rentannya produk-produk jurnalistik yang tergelincir pada fake news.
Mengacu pada situasi di atas, maka mendesak untuk dilakukan upaya-upaya bersama demi membangun kesadaran dan kerjasama yang melibatkan kalangan muda yang aktif di media kampus dan media sosial serta kelompok minoritas dalam mendorong dihidupkannya prinsip-prinsip toleransi atau penghargaan. Upaya bersama dengan kalangan muda ini juga bertujuan memanfaatkan media kampus dan media sosial untuk memberikan ruang bagi kelompok rentan/minoritas, giving voice to the voiceless.
Kegiatan yang akan digelar tiga kali sepanjang tahun ini di Semarang, Malang dan Pekanbaru merupakan ikhtiar bersama dengan kalangan pers mahasiswa merespon situasi kebinekaan mutakhir dan bagaimana merumuskan strategi kampanye jurnalisme keberagaman sekaligus menangkal dan menyiasati disinformasi maupun ujaran kebencian bernuansa SARA melalui media kampus dan media sosial.
Untuk itu, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerjasama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Justisia Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, LPM IDEA UIN Walisongo Semarang, Unit Aktivitas Pers Mahasiswa (UAPM) INOVASI UIN Maliki Malang dan LPM AKLaMASI Universitas Islam Riau mengundang rekan-rekan jurnalis kampus untuk terlibat aktif dalam Workshop Pers Mahasiswa yang mengangkat tema Jurnalisme Keberagaman Menghidupkan Toleransi.
Workshop ini akan digelar pada 1 – 4 Februari 2019 di Semarang, 28 Juni – 1 Juli 2019 di Malang dan 26 – 29 Juli di Pekanbaru. Lokasi workshop akan diinformasikan langsung kepada peserta terpilih.
Cara mendaftar:
Bagi rekan-rekan jurnalis kampus yang ingin bergabung, sila mengirimkan ke daftar.sejuk@gmail.com:
- CV dengan menyertakan posisi atau jabatan saat ini di lembaga pers mahasiswa beserta nomer telpon/WA;
- Tulisan bertema keberagaman seputar isu agama/keyakinan, etnis, perempuan ataupun Sexual Orientation, Gender Identity and Expression, and Sex Characteristics (SOGIESC) serta isu-isu minoritas lainnya berupa reportase, opini, resensi buku maupun film, baik yang sudah ataupun belum dipublikasikan;
- Pernyataan Lembaga Pers Mahasiswa yang memberikan jaminan jika terpilih menjadi peserta, hasil praktik reportase dalam workshop ini akan diterbitkan di medianya, terutama LPM yang mempunyai media online.
Para pendaftar yang tidak lolos seleksi pada workshop-workshop SEJUK yang sudah lewat silakan mendaftar lagi. Sedangkan khusus workshop Semarang para pesertanya sudah terseleksi, sehingga pers mahasiswa yang berminat agar daftar untuk kegiatan di Malang dan Pekanbaru.
Subyek email ditulis: Workshop Persma-(tempat workshop)-(nama pengirim)-2019. Contohnya: Workshop Persma-Malang-Maulydia Lidia-2019 atau Workshop Persma-Pekanbaru-Neng Mila-2019.
CV dan tulisan untuk workshop Malang paling akhir dikirim 21 Mei 2019 dan peserta-peserta terseleksi diumumkan 1 Juni 2019. Sedangkan CV dan tulisan untuk workshop Pekanbaru paling akhir dikirim 26 Juni 2019 dan peserta-peserta terseleksi diumumkan 6 Juli 2018.
Pengumuman peserta workshop hasil seleksi akan dipublikasikan di Sejuk.org, IG: @kabarsejuk2008, Twitter: @KabarSEJK, FB: Kabar Sejuk dan SEJUK.
Sebagai informasi, panitia hanya menanggung akomodasi peserta Workshop Pers Mahasiswa: Jurnalisme Keberagaman Menghidupkan Toleransi di Malang dan Pekanbaru. Untuk informasi lebih lanjut hubungi Kabar Sejuk di WA: +62 812 1865 2420, IG: @kabarsejuk2008, FB: Kabar Sejuk atau Twitter @KabarSEJUK. Kami juga akan menginformasikan setiap perkembangan yang terjadi terkait ketiga kegiatan di atas.
Demikian undangan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 4 Januari 2019
Hormat kami,
Ahmad Junaidi
Direktur SEJUK