KEMENRISTKEDIKTI DILAPORKAN DI HARI PENDIDIKAN
Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia yang peduli dengan kualitas perguruan tinggi untuk melakukan protes dalam rangka hari pendidikan nasional (2-12 mei 2019) untuk bercerita tentang pengalaman represi (pembubaran diskusi, pembubaran organisasi, drop out atau skors), kasus-kasus kekerasan seksual dan diskriminasi terkait identitas gender dan seks yang terjadi di lingkungan sivitas akademika dengan tagar #TanggungJawabDikti pada media sosialnya masing-masing.
Gerakan media sosial ini dalam rangka memperingati pendidikan nasional, Kamis, 2 Mei 2019, Koalisi Bela Literasi (KOBEL) melakukan demonstrasi dan melaporkan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ke Ombudsman Republik Indonesia. Sebab kami, masyarakat sipil, tidak puas atas respon Kemenristekdikti dalam menangani kasus dugaan pelanggaran kebebasan berekspresi yang dilakukan Rektor USU, Runtung Sitepu yang tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan tinggi Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menegaskan: penyelenggaraan pendidikan tinggi menjunjung prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Selain itu, kami juga kecewa dengan Kemenristekdikti atas beberapa kasus-kasus pelanggaran dalam pelaksanaan pendidikan tinggi yang terjadi di bawah kepemimpinan Menteri Mohamad Nasir, Ak, Ph.D sepanjang periode 2014-2019 yakni:
- Represi kepada pers mahasiswa dan pembubaran diskusi.
Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), SAFENet dan Jaringan Kaum Muda yang mencatat sebanyak 40 diskusi dan pers mahasiswa yang mendapat pelarangan, intimidasi, skorsing hingga Drop Out terjadi di kampus sepanjang 2014-2019. - Kekerasan Seksual di Kampus
Maraknya kasus kekerasan seksual di kampus di mana Kemenristekdikti bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan dan penyelenggaran pendidikan perguruan tinggi. Nama Baik Kampus di 2019 mencatat 174 kasus kekerasan seksual yang terjadi baik di lingkungan sivitas akademika maupun kegiatan resmi luar kampus seperti kuliah kerja nyata, klinik kampus, tempat magang ataupun acara kemahasiswaan. - Diskriminasi terhadap Minoritas Seksual
Terakhir adalah diskriminasi minoritas seksual yang terjadi. Support Group and Resource Center on Sexuality Studies melakukan dokumentasi sepanjang 2015-2019 dan menemukan 15 kasus diskriminasi terhadap minoritas seksual di kampus dan diberitakan oleh media. Bentuk-bentuk diskriminasi tersebut mulai dari stigmasisasi LGBT melalui seminar, demonstrasi oleh BEM yang didukung pihak rektorat, pelarangan cerpen LGBT, melarang LGBT berorganisasi di kampus hingga melarang LGBT masuk perguruan tinggi.
Kami menutut Kemenristekdikti untuk tegas melaksanakan prinsip penyelenggaraan Perguruan Tinggi yang tercantum dalam UU Pendidikan Tinggi Tahun 2012 tentang mencari kebenaran Ilmiah, demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Masa depan Indonesia ada pada gengaman kita, protes yang kita lakukan akan memperbaiki kualitas pendidikan di perguruan tinggi di Republik Indonesia karena pendidikan adalah hak segala bangsa!
Sekali lagi, selamat hari pendidikan nasional!
Narahubung: Eky (085881030040)
Email: rektortakutcerpen@gmail.com