
Viralnya video prank pembagian sembako isi sampah kepada transpuan di Bandung dan pembunuhan Mira, transpuan di Jakarta Utara yang dibakar, merupakan wujud dari meningkatnya kebencian atau intoleransi dan kekerasan berbasis moralitas agama dan budaya. Celakanya, intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas tetap terjadi di tengah badai Covid-19.
Kasus lainnya menimpa keluarga Kristen di Bekasi yang menghelat ibadah virtual di rumah kemudian dibubarkan ketua RT dan tokoh agama Islam. Sempat beredar pula surat Dinas Sosial di Bangka Belitung yang menyaratkan penerima bantuan untuk warga terdampak Covid-19 beragama Islam. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya juga hendak memaksa untuk menutup Masjid Al-Aqso milik jemaat Ahmadiyah di Singaparna.
Sedangkan awal-awal merebak Covid-19 di Indonesia, kebencian bernuansa etnis mengemuka. Etnis Tionghoa menjadi “bulan-bulanan” di media sosial.
Sementara, situasi kebebasan sipil Indonesia 10 tahun terakhir mengalami kemunduran, sebagaimana dilaporkan Lembaga Survei Indonesia (LSI) atau Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Begitupun situasi tiga tahun terakhir, laporan LSI yang dirilis 19 November 2019 menunjukkan intoleransi politik cenderung mengalami peningkatan di 2018 dan 2019 jika dibandingkan dengan 2016.
Isu agama atau keyakinan, seksualitas dan etnis terlampau sering ditarik oleh publik Indonesia ke tengah pusaran ketegangan, baik arena offline maupun online. Isu-isu tersebut tidak pernah absen dalam proses-proses politik nasional mapun lokal, terutama pemilu atau pilkada.
Di sisi lain, pemberitaan media-media terkait agama, keberagaman seksual dan etnis kurang menimbang dampakanya bagi kelompok rentan. Memang, tidak ada penelitian terkait akibat langsung pemberitaan terhadap aksi-aksi intoleransi, diskriminasi dan persekusi terhadap kelompok minoritas. Namun begitu, pengaruh media dan kepercayaan publik yang masih besar terhadap media, menjadi tantangan pers Indonesia untuk setia menjalankan perannya mengawasi tanggung jawab pemerintah dalam menjamin pemenuhan hak-hak warga negara secara setara. Begitupun fungsi edukasi menyebarkan toleransi dan perdamaian bagi masyarakat Indonesia makin relevan dijalankan.
Narasi-narasi harmoni dari agama, keberagaman seksual dan etnis pun oleh media belum banyak diangkat dan didorong ke publik agar menjadi kesadaran bersama tentang pentingnya menghidupi semangat menghargai perbedaan. Padahal, di tengah Covid-19, hampir setiap organisasi dan kelompok keagamaan seperti gereja maupun kelompok lintas-iman dan etnis bahu-membahu melawan virus dan mengurangi dampaknya bagi masyarakat.
Ahmadiyah, misalnya, bersama organisasi sayapnya, Humanity First, membagikan masker, hand sanitizer serta alat pelindung diri (APD) lainnya dan tidak ketinggalan pula sembako yang didistribusikan kepada masyarakat luas di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia. Mereka juga menggalang siaga donor darah nasional dengan menyiapkan ribuan kantong dari jemaat Ahmadiyah.
Terhadap itu semua, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Internews menggelar Webinar Workshop dan Story Grant untuk jurnalis yang akan digelar di empat wilayah sebagai upaya menguatkan prinsip-prinsip jurnalistik yang menghargai keberagaman agama atau keyakinan, keberagaman seksual dan etnis. Empat wilayah program ini meliputi: pertama, Jakarta, Jawa Barat dan Banten, kedua, Sumatera, ketiga, Kalimantan, dan keempat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua.

Nama Program
Webinar Workshop & Story Grant “Jurnalisme Keberagaman: Merawat Toleransi di Tengah Covid-19”
Tujuan
Mengembangkan dan menyebarluaskan pemahaman kebebasan beragama dan prinsip anti-diskriminasi melalui kerja-kerja jurnalistik
Yang Diharapkan
- Meningkat dan meluasnya kesadaran dan pemahaman di kalangan jurnalis tentang pentingnya penghargaan terhadap prinsip-prinsip kebebasan beragama atau berkeyakinan dan anti-diskriminasi terhadap orientasi seksual dan etnis;
- Menguatnya fungsi watchdog pers Indonesia dalam menuntut tanggung jawab negara melindungi segenap warga di tengah fakta keberagaman;
- Menguatnya fungsi edukasi pers Indonesia perihal penghargaan terhadap keberagaman berbasis agama atau keyakinan dan anti-diskriminasi terhadap orientasi seksual dan etnis yang berbeda;
- Tergeraknya media dan jurnalis mengembangkan jurnalisme keberagaman dalam pemberitaan-pemberitaan isu kebebasan beragama dan anti-diskriminasi terhadap orientasi seksual dan etnis yang berbeda melalui stimulus beasiswa terbatas program fellowship liputan;
- Terpublikasinya karya-karya jurnalistik yang ramah terhadap keberagaman;
- Terbangun jaringan jurnalis yang ramah dan menghormati kebinekaan dengan menghidupkan prinsip kebebasan beragama dan anti-diskriminasi terhadap orientasi seksual dan etnis yang berbeda.
Kegiatan
Program ini menggelar dua kegiatan, yakni webinar workshop jurnalisme keberagaman dan story grant. Dua kegiatan tersebut diperuntukkan bagi jurnalis media mainstream yang bekerja di empat wilayah: (1) Jakarta, Banten dan Jawa Barat, (2) Sumatera, (3) Kalimantan, dan (4) Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua.
Kepesertaan
Peserta webinar workshop dan coaching story grant berjumlah 15 jurnalis media mainstream. Melalui coaching, akan dipilih masing-masing 10 jurnalis peraih story grant di setiap wilayah. Hasil liputan berupa features dari total 40 peserta diterbitkan di media tempatnya bekerja.
Besaran Story Grant
Total beasiswa terbatas program story grant adalah Rp. 280.000.000. Setiap jurnalis yang terpilih mendapat story grant masing-masing akan memperoleh Rp. 7.000.000;
Persyaratan
Ketentuan untuk terlibat dalam Webinar Workshop & Story Grant “Jurnalisme Keberagaman: Merawat Toleransi di Tengah Covid-19” sebagai berikut:
- Peserta workshop dan story grant adalah jurnalis media cetak, online, radio dan televisi di wilayah kerja (1) Jakarta, Banten dan Jawa Barat, (2) Sumatera, (3) Kalimantan, dan (4) Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua;
- Pendaftaran meliputi biodata singkat dan proposal story grant bertema Kebebasan Beragama dan Berekspresi yang melingkupi isu agama atau kepercayaan, etnis, gender dan orientasi maupun ekspresi seksual yang berbeda;
- Menyertakan kartu pers dan surat keterangan dari medianya (editor atau produser) yang akan menerbitkan atau menayangkan karya story grant;
- Proposal story grant mencakup:
- Judul
- Angle
- Latar masalah dan situasi beserta alasan (maksimal 120 kata)
- Pesan penting apa dan ditujukan kepada siapa saja, misalnya komunitas atau kelompok warga, pemerintah, aparat, dll. (maksimal 60 kata)
- Narasumber-narasumber kunci
5. Proposal story grant dikirim ke https://bit.ly/sejukstorygrant paling lambat 19 Juni 2020.
Para peserta story grant terpilih diumumkan 26 Juni 2020 di Sejuk.org dan media sosial SEJUK.
Proses peliputan story grant sampai penerbitan atau penayangan karya dilakukan paling lama satu bulan sejak para peraih story grant diumumkan tiga hari setelah coaching;
Jadwal
Berikut jadwal webinar workshop dan coaching story grant berdasarkan wilayah:
6-9 Juli 2020: Jakarta, Banten dan Jawa Barat
20-23 Juli 2020: Sumatera
3-6 Agustus 2020: Kalimantan
24-27 Agustus 2020: Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua
Secara keseluruhan, batas akhir penerbitan story grants di media para peserta 28 September 2020. Seluruh karya atau bukti liputan story grant dikirim paling lambat 29 September 2020 ke email: kabarsejuk@gmail.com.
Penutup
Demikian Kerangka Acuan Webinar Workshop & Story Grant “Jurnalisme Keberagaman: Merawat Toleransi di Tengah Covid-19”ini kami buat. Semoga semangat merawat keberagaman dan membela yang terpinggirkan semakin hidup melawan virus intoleransi di tengah pandemi korona.
Jakarta, 25 Mei 2020
Ahmad Junaidi
Direktur SEJUK