“Jack Harun, mantan narapidana teroris, memilih menggeluti usaha kuliner dengan membuka warung soto. Dagangannya selalu habis jam 10 pagi. Saat ini dia merintis Yayasan Gema Salam yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi,” ungkap Kristin Yuniastuti, pembimbing kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Surakarta.
Pendekatan kekeluargaan, dari hati ke hati, yang dilakukan Kristin terhadap para mantan dan keluarga narapidana teroris (napiter), seperti Joko Trihatmanto yang akrab disapa Jack Harun itu, yang terlibat dalam serangan Bom Bali I, adalah praktik-praktik baik usaha panjang proses reintegrasi dan rehabilitasi sosial yang dilakukan Bapas Surakarta. Cara seperti ini, dengan di antaranya mendampingi langsung memandirikan napiter dan keluarganya, menurut Kristin, jauh lebih efektif daripada mengulang indoktrinasi tentang NKRI yang membosankan.
Penggalan diskusi proses rehabilitasi sosial di atas disampaikan Kristin dalam training dan fellowship Peace Journalism yang digelar Search for Common Ground (SFCG) bekerja sama dengan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK). Training dan coaching clinic yang digelar 16-18 Oktober 2020 bertema Jurnalisme Damai: Radikalisme dan Reintegrasi Sosial. Kegiatan ini melibatkan 20 peserta yang terdiri 14 jurnalis dan 6 perwakilan lembaga pers mahasiswa dari Solo Raya, Sulawesi Tengah, dan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek).
Selain Kristin yang berharap agar media punya kesanggupan menelisik lebih dekat proses-proses rehabilitasi sosial dari sisi kemanusiaan mantan dan keluarga napiter, narasumber-narasumber dengan tema-tema kekerasan berbasis ekstremisme, reintegrasi dan rehabilitasi sosial, serta prinsip “do no harm” dalam kerja-kerja jurnalistik dibawakan tim dari SFCG dan SEJUK.
Dari proposal-proposal liputan yang diajukan dan dipresentasikan 14 jurnalis media mainstream dalam proses coaching clinic dipilih 5 (lima) terbaik yang berhak mendapat fellowship masing-masing Rp5.000.000.
Berikut adalah 5 proposal liputan terpilih beserta catatan Dewan Juri yang terdiri dari editor the Jakarta Post sekaligus Direktur SEJUK Ahmad Junaidi, jurnalis investigatif independen Febriana Firdaus, produser Kompas TV Budhi Kurniawan, Country Director SFCG Indonesia Bahrul Wijaksana, Program Manager SFCG M. Faisal Magrie, dan Program Specialist SFCG Nurina Vidya Hutagalung:
1. Perempuan dan Ruang Kulturalnya, Ayu Prawitasari, Solopos
“Ide yang jarang dieksplorasi. Ini menarik tidak hanya bagi audiens dalam negeri namun juga internasional, karena menggambarkan perjalanan spiritual perempuan-perempuan istri pelaku ekstremisme dan intoleransi serta memotret kompleksitas dan keunikan situasi di Ngruki.”
2. Melihat FPI dari Dekat, M. Faisal Reza Irfani, VICE
“Liputan in-depth dengan topik yang menarik dan fresh. Ada keberanian untuk mengulas dan menginvestigasi secara mendalam mengenai sisi lain yang jarang diangkat dari sebuah ormas berbasis agama yang sering membawa kontroversi di masyarakat.”
3. Pentingkah Penanganan Kelompok Bersenjata di Poso melalui Pendekatan Kekerasan?, Irwan K. Basir, Kabar Luwuk
“Ide liputan yang bagus mengenai proses reintegrasi sosial dalam pendekatan komunitas yang non-violent dengan angle yang solutif. Liputan ini berpotensi mengangkat keberagaman komunitas di Poso.”
4. Menekan Radikalisasi, Memperkuat Ekonomi, Mariyana Ricky Prihatina Dewi, Solopos
“Proposal yang komprehensif dengan riset dan angle yang kuat. Tulisan mengenai proses reintegrasi sosial mantan narapidana teroris dengan menggunakan pendekatan ekonomi, didukung dengan pengalaman penulisan dan penguasaan isu yang mumpuni.”
5. Pentingnya Deradikalisasi Berperspektif Gender, Rr Wulan Kusuma Wardhani, Magdalene
“Proposal yang menarik dengan perspektif gender kuat mengenai perempuan dan proses deradikalisasi. Sebuah liputan yang akan mengangkat perjuangan returnee perempuan untuk dapat kembali (reintegrasi) ke masyarakat.”
Selamat buat rekan-rekan jurnalis yang proposalnya lolos.[]