Indonesia timur adalah wilayah yang kerap menjadi acuan kehidupan toleransi bangsa ini. Lembaga-lembaga riset, baik dari pemerintah maupun non-pemerintah, beberapa tahun terakhir selalu meletakkan daerah-daerah Indonesia timur pada tingkat harmoni atau toleransi yang tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Kendati demikian, tidak sedikit tantangan yang dihadapi daerah-daerah di Indonesia timur agar damai dan harmoni tetap lestari. Tradisi dan kearifan lokal yang menjadi pondasi toleransi banyak mengalami ujian, lantaran era revolusi digital meniscayakan lalu lintas informasi tentang nilai beserta ketegangannya saat ini menjadi medan baru yang tidak pernah dialami mereka sebelumnya.
Budaya dan cara hidup yang berbeda dari tempat lainnya, baik di Indonesia maupun dari negara-negara lain, yang hadir di media mainstream ataupun media sosial, mempunyai pengaruh dan dampak yang tidak sederhana. Karena itu masyarakat di Indonesia timur tidak sedikit yang tampak bingung, kaget, untuk merespon fakta-fakta intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan berbasis identitas sektarian, seperti agama atau kepercayaan, suku, etnis maupun ras, termasuk identitas gender dan seksual yang terjadi di Indonesia barat dan negara-negara lainnya yang beredar sangat cepat.
Di antara reaksi-reaksi yang menampakkan kegamangan mereka adalah munculnya wacana perda injili untuk menunjukkan kekecewaan masyarakat Indonesia timur atas maraknya perda syariah di Indonesia barat. Penentangan atau penyerangan terhadap keberadaan masjid di Minahasa Utara, Nusa Tenggara Timur, Manokwari, dan Tolikara Papua juga tidak berdiri sendiri. Para penentang menjadikan kasus-kasus penolakan dan perusakan gereja atau pelarangan beribadah umat Kristen dan Katolik terutama di wilayah Indonesia barat sebagai alasan atau cara membalas kekesalan mereka.
Belakangan (2020), kontroversi penolakan gereja terhadap salah seorang pendeta yang menjadi bagian dari komunitas LGBT di Kupang turut mencemaskan kehidupan keberagama NTT. Begitupun pemberitaan-pemberitaan yang tendensius terkait opini Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero Pater Otto Gusti tentang penerimaan gereja terhadap LGBT di masa-masa yang akan datang justru memicu gejolak di tubuh Katolik (2021). Pada kedua kasus tersebut, masyarakat Indonesia timur tampak sekali terpengaruh isu global yang terus menyorot eksistensi dan perjuangan hak-hak LGBT dengan berbagai kontroversi yang meningkahi.
Seperti di daerah-daerah Indonesia lainnya, wilayah Indonesia timur masih meletakkan masyarakat adat beserta kepercayaan lokalnya secara eksotis dalam program wisata dan memperlakukan warga disabilitas penuh kasihan (charity based). Ini bentuk kealpaan pemerintah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak warga masyarakat adat dan disabilitas secara bermartabat.
Terhadap kecenderungan masyarakat Indonesia timur yang semakin dinamis dalam mengakses informasi, di satu sisi, dan proses menuju kematangan mentransformasi tradisi atau kearifan lokal atas fakta dan kebenaran beserta disinformasi dan hoax yang membaur dan muncul silih berganti, di sisi lainnya, sangat penting mendorong peran atau keterlibatan orang muda untuk saling bersinergi membangun damai dengan memanfaatkan ruang-ruang digital yang ramah untuk semua.
Bagaimanapun, media bertanggung jawab mengawal demokrasi yang berkeadilan. Karena itu, dalam mengemas isu-isu keberagaman, penguatan media dalam mengambil peran edukasi dan watchdog, mengawal tanggung jawab negara atau pemerintah daerah dalam perlindungan dan pemenuhan hak segenap warganya, menjadi kemestian. Media diharapkan menjadi ruang aman bagi kelompok rentan.
Karena itu, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) berkolaborasi dengan Independen Man of Flobamora (IMOF) NTT, Komunitas Peace Maker Kupang (KOMPAK), dan Aliansi Mahasiswa Peduli Keberagaman (AMAN) NTT berikhtiar membangun kerja sama untuk menciptakan ruang aman di media maupun ruang publik secara umum yang ramah terhadap keberagaman.
Ikhtiar perjumpaan dan dialog orang muda, media-media di daerah, dan komunitas-komunitas rentan berbasis agama atau kepercayaan, etnis atau ras, gender dan seksualitas, termasuk disabilitas diharapkan dapat menguatkan kehidupan toleransi di Indonesia timur dan mampu mengembangkan semangat jurnalisme keberagaman yang memberi suara terhadap kelompok yang selama ini dibungkam: giving voice to the voiceless.
Nama kegiatan
Webinar Konsolidasi Orang Muda Indonesia Timur: “Merawat Hak Dasar Kelompok Rentan”
Tujuan
Memperkuat dan memperluas advokasi keberagaman melalui media mainstream dan media sosial untuk merawat hak-hak dasar dan menyuarakan suara kelompok rentan di Indonesia timur demi kehidupan bermasyarakat yang inklusif tanpa diskriminasi dan eksklusi.
Capaian
- Memperluas jaringan advokasi keberagaman di kalangan orang muda di Indonesia timur melalui media mainstream dan media sosial;
- Memetakan tantangan dan inisiatif-inisiatif bersama dalam menghidupkan semangat keberagaman agama atau kepercayaan, etnis atau ras, gender dan seksualitas, termasuk disabilitas di Indonesia timur;
- Meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang jurnalisme keberagaman di kalangan editor dan komunitas rentan di daerah;
- Merspon bersama aturan dan kebijakan diskriminatif yang mutakhir yang berbasis keberagaman agama atau kepercayaan, etnis atau ras, gender dan seksualitas, termasuk disabilitas;
- Mengkonsolidasikan jaringan-jaringan keberagaman di kalangan orang muda Indonesia timur untuk merumuskan advokasi bersama dalam merawat hak dasar kelompok minoritas agama atau kepercayaan, etnis atau ras, gender dan seksualitas, termasuk disabilitas.
Waktu penyelenggaraan
Kegiatan Webinar Konsolidasi Orang Muda Indonesia Timur: “Merawat Hak Dasar Kelompok Rentan” ini akan digelar:
Waktu: Sabtu, 25 September 2021, pkl. 09.30-12.00WIB/10.30-13.00 WITA/11.30-14.00 WIT
Kegiatan akan diselenggarakan melalui ZOOM Meeting dengan mendaftar melalui: bit.ly/anakmudaNTT
Tersedia Juru Bahasa Isyarat (JBI).
Narasumber:
— Maria Anggryani Enotoda (Koordinator Divisi Online Pos-kupang.com)
— Tata Yunita (Founder Tenggara Youth Community)
— Maria Hildegardis Ferianti (Media Florespedia)
— JessenPah (IMoF Rote)
— Mario Lado (Komunitas Tuli Kupang)
— Afrian (Koordinator Salut NTB)
Fasilitator: Rumaulidya (Serikat Jurnalis untuk Keberagaman-SEJUK) & Carningsi Bunga (Komunitas Peace Maker Kupang-KOMPAK)
Peserta
Peserta adalah orang muda yang terdiri dari mahasiswa, komunitas rentan, masyarakat sipil, dan jurnalis atau editor di wilayah Indonesia timur.
Keterlibatan peserta menyebarkan nilai keberagaman
Webinar Konsolidasi Orang Muda Indonesia Timur: “Merawat Hak Dasar Kelompok Rentan” diharapkan keterlibatan aktif orang muda dalam diskusi maupun menyebarkan pesan-pesan keberagaman lewat media sosial mereka.
Bagi 5 unggahan terpilih seputar webinar ini di media sosial para peserta yang men-tag @kabarsejuk (Instagram), panitia akan memberikan voucher masing-masing Rp100.000.
Seluruh peserta dan pengisi webinar juga akan mendapat e-sertifikat kegiatan.
Penyelenggara
Webinar ini diselenggarakan oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) berkolaborasi dengan Independen Man of Flobamora (IMOF) NTT, Komunitas Peace Maker Kupang (KOMPAK), dan Aliansi Mahasiswa Peduli Keberagaman (AMAN) NTT.
Demikian Kerangka Acuan ini kami buat untuk menjadi dasar dan pertimbangan pihak-pihak yang terlibat kegiatan di atas dan agar digunakan secara baik. Terima kasih atas perhatian Anda sekalian.
Sila hubungi @kabarsejuk (Instagram) untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap.
Salam keberagaman
Manager Program SEJUK
Yuni Pulungan