Ketika media ramai memberitakan LGBT, maka komunitas transpuan yang akan lebih duluan menanggung dampaknya. Bagi transpuan, media mainstream masih menjadi ancaman serius. Hal tersebut disampaikan Direktur Program Yayasan Srikandi Berby Gita.
Menurut transpuan yang sejak awal 2000 sudah aktif di Srikandi Pasundan, Bandung, Jawa Barat, ini banyak pemberitaan yang mengeksploitasi dan menyudutkan LGBT bukan saja menguatkan stigma, bahkan turut menyumbang kasus-kasus kekerasan yang menimpa transpuan.
“Baru saja (LGBT) diberitakan (negatif), komunitas kami langsung, cepat, mendapat dampaknya,” ungkap Berby di hadapan 21 jurnalis dari berbagai wilayah di Jawa Barat (12/3).
Pada kesempatan yang sama, jemaat Ahmadiyah Kampung Nyalindung, Garut, Jawa Barat, Kania Hayati melihat berita-berita yang ramai tentang penyegelan masjid mereka, terutama di media lokal, belum ada keberpihakan. Sehingga selaku Ketua Lajnah Imaillah Nyalindung, lembaga sayap Ahmadiyah yang bergerak di isu perempuan, Kania sangat berharap kepada para jurnalis untuk memberitakan kebenaran dan menyuarakan hak maupun perjuangan mereka, terutama kerinduan anak-anak mereka yang ingin mempunyai masjid sendiri.

“Sudah 8 tahun kami mengupayakan agar punya masjid sendiri, tetapi oleh Pemerintah (Kabupaten Garut) masjid kami yang mulai dibangun 2020 dilarang dan disegel tahun lalu,” tutur Kania yang mencemaskan nasib 150-an jemaat Ahmadiyah Nyalindung menjelang bulan Ramadan tahun ini di awal bulan depan (April).
Suarakan Kelompok Marginal
Para orang tua, sambung Kania, bingung menjelaskan kepada anak-anak mereka yang bertanya mengapa mereka tak kunjung mempunyai masjid. Kesedihan mereka bakal semakin bertambah karena belum berdiri juga masjid untuk menggelar salat tarawih ataupun Idul Fitri tahun ini. Masjid Ahmadiyah Nyalindung yang berukuran 10×10 meter sudah sejak 2014 dihambat, sehingga sampai hari ini bangunannya tak terselesaikan.
Berby dan Kania bersama Pendeta Yahya Sukma dari Badan Kerja Sama Gereja-gereja (BKSG) Pangalengan, Bandung, yang sedang menghadapi penolakan memakamkan jenazah orang-orang Kristen di lahan pemakaman khusus untuk umat Kristen maupun etnis Tionghoa, dan Ressa Ria Lestari selaku Ketua Koordinator Samahita, organisasi yang mendampingi dan mengadvokasi kasus-kasus kekerasan seksual, Minggu sore (12/3) dipertemukan dalam Training & Story Grant Mengembangkan Ruang Aman Keberagaman di Media 11-13 Maret 2022 di Bandung.

Dalam kegiatan yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung yang didukung International Media Support (IMS) mereka membangun dialog dengan insan pers agar media-media di Jawa Barat memberikan ruang bagi korban dan kelompok rentan lainnya.
“Kegiatan ini membuat saya lebih memahami dampak diskriminasi terhadap anak-anak dan perempuan dari kalangan rentan,” tutur Virliya Putricantika jurnalis foto Bandungbergerak.id merefleksikan proses training media dan keberagaman 3 hari bersama rekan jurnalis Jawa Barat lainnya, sehingga penting bagi media bertanggung jawab menyuarakan kelompok yang terbungkam.
Pentingnya jurnalis mengambil peran dan tanggung jawab untuk menyuarakan keberagaman dan kelompok marginal disampaikan pula pada pembukaan dan penutupan training oleh Ketua AJI Kota Bandung Tri Joko Her Riadi.
Berlaku sebagai narasumber training: Pendiri dan Pemimpin Redaksi Magdalene.co Devi Asmarani, Program Manager Saiful Mujani Research & Consulting Saidiman Ahmad, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra, Jurnalis senior yang aktif di AJI Kota Bandung Adi Marsiela, dan Executive Producer KOMPAS TV. Yuni Pulungan dan Tantowi Anwari mengambil peran fasilitator.
Story Grant Keberagaman
Para peserta workshop mempresentasikan proposal rencana peliputan kepada Tim SEJUK dan mentor story grant keberagaman Yulia Saputra dan Tri Joko Her Riadi. Proses SEJUK meng-coaching rencana liputan dari 20 peserta ini adalah upaya mendiskusikan agar ketika proposal mereka diturunkan menjadi berita sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalisme keberagaman.
Mentor dan tim SEJUK menyeleksi proposal peserta menjadi 8 yang berhak meraih Story Grant Liputan Keberagaman. Masing-masing proposal liputan terpilih mendapatkan beasiswa terbatas Rp7.000.000.
Berikut adalah peraih Story Grant Liputan Keberagaman:
1. Afi Kamilia & Riki Bagja Suteja (Mangle.id) – Mengenal Desa Adat Kuta, Ciamis.
2. Anza Suseno (CNN Indonesia TV) – Bercermin Toleransi dari Kota Kecil Sukabumi.
3. Ayu Lestari (Ayocirebon) – Kekerasan Seksual pada Perempuan dengan Difabilitas di Cirebon.
4. Hasanudin (Harian Umum Rakyat Cirebon) – Bagaimana Pabrik di Majalengka Merespon Isu Kekerasan Seksual pada Buruh Perempuan.
5. Huyogo Simbolon (Liputan6.com) – Membangun Ruang Aman di Gereja.
6. Putri Puspita Nilawati (Tribun Jabar) – Mitos Sesatnya Penghayat Kepercayaan Serta Kaitannya dengan Budaya dan Adat Suseno
7. Sri Melynda Hartini (NU Online Jabar) – Rasanya Menjadi Minoritas di Kab Kuningan
8. Virliya Putricantika (Bandungbergerak.id) – Cerita Foto ‘Generasi Muda Penghayat, Melihat Aliran Kepercayaan Perjalanan.
Selamat buat rekan-rekan jurnalis yang terseleksi para coach untuk melanjutkan proposalnya dalam program story grant SEJUK. Rekan-rekan yang proposalnya belum berhasil, kami berharap akan diteruskan menjadi karya-karya jurnalistik yang penting dipublikasikan secara luas.
Bagi yang proposal story grant keberagamannya terpilih, sila hubungi Manager Program Yuni Pulungan untuk konfirmasi maupun informasi selanjutnya.[]
#StoryGrantSEJUK #JurnalismeKeberagaman #StoryGrantKeberagaman