Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Agama

“Pak Jokowi, dengarkanlah ratapan kami”

by Redaksi
11/03/2022
in Agama, Agenda
Reading Time: 7min read
“Pak Jokowi, dengarkanlah ratapan kami”
Share on FacebookShare on Twitter

Masuk ke dalam gereja untuk pertama kali bagi mahasiswi beragama Islam bukan hal yang selalu mudah. Terlebih, ia memasuki gereja Protestan yang di dalamnya terdiri dari orang-orang yang menjadi korban pengeboman dari aksi terorisme.

“Saya takut. Saya khawatir bagaimana mereka (para jemaat gereja) akan memperlakukan saya,” kata Monic dari kampus Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), saat berkunjung ke gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Trinity di Tenggarong, Kalimantan Timur (6/3).

Ia merasa identitasnya sebagai muslimah yang memakai jilbab di tengah-tengah jemaat gereja sangat mencolok, sehingga Monic berusaha selalu dekat dengan kawannya dari Pontianak, Dije, yang beragama Katolik. Sesekali ia memegang lengan Dije.

“Tuhan tak pernah janji langit selalu biru. Tetapi Dia berjanji selalu menyertai,” demikian penggalan lagu yang dinyanyikan Alvaro Sinaga, Trinity Hutahaean dan Anita Kristobel, tiga bocah yang menjadi korban bom gereja Oikumene Samarinda 2016 lalu.

Monic menyaksikan ketiganya menyanyikan lagu berjudul “Jangan Pernah Menyerah” dalam kegiatan sekolah Minggu di gereja sementara HKBP Trinity. Akibat serangan bom itu kondisi Trinity yang saat itu berusia 3 tahun sangat kritis. Setengah tubuhnya terbakar. Sementara Intan Olivia (2) meninggal setelah 12 jam dirawat. Alvaro Sinaga (4) terbakar bagian wajah dan kepala, sementara Anita Kristabel (2) terbakar di bagian lengan.

Tengah depan, dari kiri ke kanan: Trinity, Anita, dan Alvaro, 3 bocah korban bom di gereja Oikumene Samarinda (foto: Fauzan Sketsa Unmul)

Berharap Perhatian Negara

Minggu pagi itu, bersama empat temannya, Monic tidak menyangka kalau anak-anak dan para jemaat HKBP Trinity menerimanya. Bahkan ibunya Trinity, Sarina Gultom, berulang menawarkan kepada Monic dan rekan-rekannya untuk sarapan dengan menikmati kue dan makanan yang dihidangkan di atas meja samping kanan pintu masuk gereja yang seluruh dindingnya terbuat dari papan.

Kini mereka bersekutu di bangunan gereja sementara: HKBP Trinity, bukan lagi di Gereja Oikumene Samarinda. Setelah meninggalnya Birgaldo Sinaga, influencer Jakarta yang menggalang dana untuk pengobatan para korban, operasi fisik Trinity pun sementara terhenti. Belum ada dana untuk operasi lanjutan. Karena dana kompensasi dari negara terhadap para korban sama sekali tidak mencukupi untuk seluruh proses operasi.

“Trinity sudah 40 kali operasi. Meskipun mengalami kesakitan ketika operasi, Ity ingin operasi lanjutan (bagian tubuh yang belum berfungsi maksimal, seperti jari-jari Ity),” kata Sarina Gultom yang aktif sebagai majelis gereja (sintua), yang mengharuskan membawa Trinity operasi 18 kali di Guangzhou, Cina.

Sarina berharap Presiden Jokowi memberi perhatian kepada para korban bom gereja. Para korban terpaksa tidak lagi ibadah di Gereja Oikumene karena trauma. Selain itu, ketika ibadah di Gereja Oikumene, mereka menumpang beribadah Minggu saja, mengantri bersama 4 gereja lainnya yang berbeda.

Setiap beribadah di Gereja Oikumene, lanjut Sarina, mereka harus buru-buru. Mereka harus bergegas menyiapkan dan membereskan secepatnya alat-alat ibadah seperti alat musik, bergantian dengan gereja lainnya yang mengantri.

Harapan kepada pemerintah terus disuarakan, mengingat kondisi terkini para korban yang belum sepenuhnya pulih dan bangunan gereja sementara yang masih menggunakan papan.

“Pak Jokowi, dengarkanlah ratapan kami,” harap Sarina.

Cita-cita Alvaro Sinaga untuk menjadi polisi pun pupus. Marsiyana Tiurnovita Sagala (45), ibunya Alvaro, menunjukkan bagian bekas-bekas operasi di kepala dan lengan yang kondisinya tidak lagi seperti sebelumnya (dapat berfungsi dengan baik).

“Benang bekas jahitan di kepala Alvaro menyembul. Tetapi kami orang tuanya tidak tega lagi untuk melanjutkan operasi kepala Alvaro yang sangat kesakitan,” ungkap Novita.

Baik Trinity, Alvaro, dan Anita atau Abel diberi pemahaman oleh orang tua masing-masing ataupun gereja untuk menjauhkan bibit-bibit dendam dan kebencian.

“Jika membiarkan anak-anak dendam, hanya akan menjadi beban. Anak-anak harus mengampuni (pelaku), biar tenang,” ujar Sarina yang juga aktif di majelis gereja (Sintua) HKBP Trinity.

Alvaro 10 kali memasuki ruang operasi di Kuala Lumpur. Trinity melewati 18 kali operasi di Guangzhou, Cina. Mirisnya lagi, jalan panjang penyembuhan hingga ke luar negeri terhadap anak-anak tak berdosa ini tidak banyak mendapat perhatian negara.

Bersimpati pada kelompok marginal

Demikian kisah dan pengharapan panjang bocah-bocah korban “bom kebencian” bernuansa agama dari Benua Etam. Kunjungan dan pengalaman pertama Monic memasuki gereja ditingkahi lalu lalang bocah-bocah yang mengikuti sekolah Minggu dan setelah itu bermain sambil menunggu orang tua mereka selesai beribadah. Monic bersama rekan-rekannya dari Universitas Muhammadiyah Pontianak, Kalbar, dan Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), tergabung dalam Training dan Story Grant “Anak Muda Ciptakan Ruang Aman Keberagamandi Media,” yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) di tepian sungai Mahakam, Samarinda, 4-7 Maret 2022..

Peserta training & story grant Jurnalisme Keberagaman di Samarinda (7/3)

Seluruh peserta training berjumlah 22 berasal dari berbagai kampus di Kalimantan Timur dan Kalbar. Training yang dikerjasamakan dengan LPM Sketsa Universitas Mulawarman dan UKM Jurnalistik Politeknik Negeri Samarinda dan didukung USAID dan Internews ini mengunjungi pula Pura Jagat Hita Karana dan komunitas Ahmadiyah cabang Samarinda. Sementara, komunitas LGBTIQ yang berhimpun di @tehesproject dan disabilitas dari Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) dan Ikatan Kebersamaan Anak Tuli (IKAT) Samarinda memilih untuk berdialog dengan para peserta dengan mengunjungi lokasi workshop yang berada dekat Jembatan Mahakam.

“Sebelumnya saya berpandangan bahwa kelompok Islam di luar yang mayoritas itu seperti ekstremis, tetapi pas ketemu langsung dan berdiskusi dengan mereka, ternyata mereka baik-baik,” ujar Nisa jurnalis Sketsa Universitas Mulawarman.

Nisa juga menyampaikan bahwa banyak tuduhan-tuduhan yang tidak benar terkait Ahmadiyah yang beredar di masyarakat. Padahal, sambung Nisa, Nabi, Quran, dan syahadat muslim Ahmadiyah dengan umat Islam lainnya juga sama. 

“Sebelum berangkat ke markas Ahmadiyah, saya sarapan sebanyak mungkin khawatir sampai siang nanti di komunitas Ahmadiyah tidak disediakan makan. Sampai di sana ternyata berlimpah makanan. Berlebihan,” kata Adrian dari Universitas Nahdlatul Ulama Kaltim.

Ini seperti menimpali fakta serupa yang lebih ironis. Koordinator SEJUK Kalbar Dian Lestari saat menyampaikan materi prinsip-prinsip Jurnalisme Keberagaman bercerita pengalamannya mewawancarai ibu-ibu Ahmadiyah yang membuat dan menyediakan kudapan atau kue beserta minuman kepada para petugas Satpol PP Sintang dan orang-orang yang justru membongkar paksa masjid Ahmadiyah di Balai Harapan Sintang, Kalbar.

“Semua makanan yang ibu-ibu Ahmadiyah suguhkan habis. Meskipun sebenarnya mereka berat melakukan itu, tetapi muslim Ahmadiyah dianjurkan mengedepankan Love for All, Hatred for None,” ungkap Dian.

Di ujung proses training secara serentak dan tegas mereka menjawab bahwa LGBT bukan penyakit dank arena itu tidak menular. Hal tersebut disampaikan mereka ketika fasilitator memastikan perubahan pandangan seperti apa setelah empat hari para peserta bergumul dengan perspektif dan pengalaman keberagaman.

Mereka juga menumbuhkan komitmen untuk menghormati keberagaman dan bersimpati kepada kelompok-kelompok marginal yang masih mengalami intoleransi dan diskriminasi.

Selain Dian Lestari, pengarang Bukan Perawan Maria dan Memburu Muhammad yang pernah lama menjadi jurnalis Tempo Feby Indirani mengisi Gender dan Seksualitas di Media. Manager Program Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra, pengelola Mubadalah.id Nurul Bahrul Ulum, dan editor Magdalene.co Aulia Adam ikut menyampaikan perspektif dan skill seputar prinsip kebebasan beragama dan kerja-kerja jurnalisme keberagaman. Fasilitator: Tantowi Anwari dan Maulidya Rohmatul Umamah (SEJUK).

Di penghujung training para peserta mempresentasikan proposal liputan dan produksi kontennya masing-masing kepada Tim SEJUK bersama Feby Indirani, Dian Lestari, dan Aulia Adam. Proses coaching terhadap 22 peserta ini adalah upaya mendiskusikan dan mempertajam atau menguatkan perspektif maupun teknik seputar penetuan angle atau framing, pesan, sampai pemilihan narasumber agar dapat diturunkan menjadi berita atau konten yang sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalisme keberagaman.

Produk story grant keberagaman akan ditayangkan di media kampus, komunitas, mainstream, termasuk media sosial agar dapat diakses publik secara luas. SEJUK menyeleksi proposal peserta menjadi 10 yang berhak meraih Story Grant Liputan Keberagaman. Masing-masing proposal liputan terpilih mendapatkan beasiswa terbatas Rp3.000.000.

Berikut adalah peraih Story Grant Liputan dan Konten Keberagaman:      

1. Adrian, Kampung Harapan Jaya di Berau, Kampung Transmigran – Universitas Nahdlatul Ulama Kaltim

2. Ananda Nabilah, Masyarakat Desa Mentawir dan Rencana Ibu Kota Negara Baru – Universitas Balikpapan

3. Feirman Nour Rahman S, Ruang Aman Kasus Kekerasan Seksual di Kampus – Universitas Kutai Kartanegara

4. Maria Ulfah, Ruang Aman di Digital dan #RumahBekesah – Universitas Muhammadiyah Kaltim

5. M Adil Alparizi, Ruang Nyaman untuk Perempuan Tuli – LPM Sketsa Universitas Mulawarman

6. Monica Ediesca, Pembongkaran Masjid Ahmadiyah Sintang Serta Dampaknya pada Psikologis Anak dan Perempuan – LPM Mimbar Universitas Tanjungpura

7. Muhammad Razil Fauzan, Kerentanan Perempuan dengan Disabilitas dan Akses Bekerja – LPM Sketsa Universitas Mulawarman

8. Nindiani Kharisma, Sekolah Inklusi di Samarinda – LPM Skesta Universitas Mulawarman

9. Rahmat Hidayah, Goa Lawang Kuari, Ritual Mulang Hajat Sebagai Bentuk Penghormatan – LPM Warta IAIN Pontianak

10. Restu Almalita, Agama Yehova di Bontang – LPM Skesta Universitas Mulawarman

Selamat buat rekan-rekan yang terseleksi oleh para coach untuk melanjutkan proposalnya dalam program story grant SEJUK. Rekan-rekan yang proposalnya tidak berhasil, kami berharap akan diteruskan menjadi karya-karya atau pengalaman yang penting dipublikasikan secara luas.

Bagi yang proposal story grant keberagamannya terpilih, sila hubungi Manager Program Yuni Pulungan untuk konfirmasi maupun informasi selanjutnya.[]

#StoryGrantSEJUK #JurnalismeKeberagaman

Previous Post

Menuju Sulawesi Utara Sebagai Laboratorium Kehidupan Beragama yang Harmonis di Indonesia

Next Post

Suarakan Kelompok Rentan Adalah Tanggung Jawab Media

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Penulisan Ulang Sejarah oleh Penguasa: Membungkam Perempuan yang Kritis

Penulisan Ulang Sejarah oleh Penguasa: Membungkam Perempuan yang Kritis

30/05/2025
Hari Kebangkitan Bangsa: Kebangkitan Orang Muda untuk Melawan Segala Bentuk Kekerasan 

Hari Kebangkitan Bangsa: Kebangkitan Orang Muda untuk Melawan Segala Bentuk Kekerasan 

24/05/2025
Ahmadiyah

Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

21/05/2025
pelatihan komunitas Pekanbaru Riau Sumbar

‘No Viral, No Justice’ Tak Selalu Adil bagi Komunitas Rentan

21/01/2025
Next Post
Suarakan Kelompok Rentan Adalah Tanggung Jawab Media

Suarakan Kelompok Rentan Adalah Tanggung Jawab Media

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In