Katakan TIDAK untuk Diskriminasi
di Indonesia, Myanmar, dan di manapun juga
Saat Myanmar baru saja memulai membuka diri dari rezim otoritarian militeristiknya, dunia tersentak dengan kengerian yang muncul akibat diskriminasi yang dialami etnis Rohingya belakangan ini. Sebuah etnis minoritas di Myanmar, yang sebenarnya telah hidup sejak beratus tahun lalu di wilayah negeri tersebut, yang pada 1982 dicabut status kewarganegaraannya oleh rezim militer San Yu. Etnis Rohingya mengalami intimidasi dan serangan brutal dari mereka yang menganggap diri mayoritas. Negara Myanmar gagal mengambil langkah-langkah yang perlu segera dilakukan untuk melindungi dan untuk mencegah makin menyebarnya tindakan keji tersebut. Yang semakin menyedihkan, pengungsi Rohingya yang mencari perlindungan ke Banglades kini juga diusir, semata karena mereka juga tidak dianggap sebagai warga negara Banglades. Akibatnya, etnis Rohingya semakin menderita, terkatung tanpa ada kepedulian, baik dari Myanmar ataupun Banglades.
Adalah sangat pantas, dan sudah seharusnya, jika sebagai sebuah negara yang beradab, yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan ber-Bhinneka Tunggal Ika, dan yang telah menandatangani beragam Konvensi Internasional Hak Asasi Manusia, Indonesia menyampaikan keberpihakannya pada penderitaan etnis Rohingya dan lebih jauh juga telah mencoba mengambil peran yang lebih strategis untuk mencegah meningkat dan meluasnya eskalasi kejahatan atas kemanusiaan ini.
Dalam keragaman kepercayaan, agama dan etnik warga negaranya, Indonesia juga rentan terhadap terjadinya peristiwa serupa di tanah air. Negeri ini pun, sebenarnya, belumlah terlalu lama bangkit dari luka diskriminasi pada warga minoritas Tionghoanya, yang bahkan residunya masih kadang terasa hingga sekarang. Dalam konteks perbedaan agama dan kepercayaan, pemeluk Ahmadiyah di Indonesia mengalami hal yang serupa, dimana mereka diusir dari tempat tinggalnya, dipaksa pindah dan ditempatkan di barak pengungsian dengan segala keprihatinannya, seperti yang terjadi pada Ahmadiyah di Lombok. Jajaran pemerintah daerah di Lombok Nusa Tenggara bahkan dengan bangga mengusulkan pemindahan warga negara Indonesia pemeluk Ahamadiyah di sana ke sebuah pulau terpencil yang terisolir dari sekitarnya. Di Cikeusik, warga negara Indonesia pemeluk Ahmadiyah dibunuh secara brutal. Atas semua tragedi tersebut, negara, sebagaimana terjadi di Myanmar dan Banglades, cenderung untuk lepas tangan dan meneruskan pembiaran.
Jika saat ini Myanmar dan Banglades seakan tak peduli terhadap kekerasan pada etnis Rohingya karena mereka dianggap bukan warga negara dari Myanmar ataupun Banglades; di Indonesia, diskriminasi justru dilakukan pada