Siaran Pers Komnas Perempuan
“Arab Saudi & Malaysia Harus Memberikan Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Pekerja Migran”
“Di tengah upaya-upaya negosiasi antar negara dan upaya-upaya advokasi lain yang dilakukan oleh berbagai organisasi, advokasi melalui mekanisme-mekanisme internasional, salah satunya UPR ini, sangat strategis untuk dilakukan sebagai upaya alternatif untuk meminta negara-negara tujuan kerja pekerja migran untuk sungguh-sungguh memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja migran. Salah satu isu penting yang menjadi perhatian Komnas Perempuan adalah pekerja migran yang menghadapi ancaman hukuman mati di dua negara tersebut, seperti kasus Wilfrida Soik di Malaysia dan Tuti Tursilawati, serta penanganan & perlakuan terhadap pekerja migran tidak berdokumen,” demikian ujar Yuniyanti Chuzaifah, ketua Komnas Perempuan.
Minggu ini, 21 Oktober – 1 November 2013, merupakan penyelenggaraan Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review/UPR), sebuah mekanisme di PBB untuk meninjau pelaksanaan Hak Asasi Manusia di negara-negara anggota PBB di seluruh dunia. Mekanisme UPR pertama kali dilaksanakan pada April 2008, dilakukan setiap 4,5 tahun sekali dan saat ini memasuki sesi ke 17. Pada sesi kali ini, dua negara penting yang terkait dengan Indonesia yaitu Arab Saudi & Malaysia akan ditinjau oleh negara-negara lain dalam hal pelaksanaan pemenuhan dan perlindungan HAM.
Komnas Perempuan sebagai salah satu lembaga HAM Nasional menggunakan mekanisme UPR ini, khususnya dalam upaya advokasi peningkatan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja migran yang bekerja di dua negara tersebut. Komnas Perempuan telah mengirimkan surat dan laporan mengenai kondisi pekerja migran di dua negara tersebut, khususnya situasi yang dialami oleh pekerja migran Indonesia. Laporan tersebut dikirimkan kepada perwakilan tetap RI di Jenewa dan perwakilan tetap beberapa negara strategis di PBB serta kedutaan besar negara-negara tersebut di Jakarta. Harapannya laporan tersebut menjadi bahan masukan negara-negara yang akan meninjau pelaksanaan HAM di Malaysia dan Kerajaan Arab Saudi. Hal tersebut dilakukan mengingat pemerintah Indonesia telah mengesahkan Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, sehingga penting untuk menuntut negara tujuan kerja dari pekerja migran untuk memberikan perlindungan. Untuk itu Komnas Perempuan menyampaikan sikapnya:
A. Terkait dengan peninjauan pelaksanaan HAM di Malaysia dalam forum UPR, Komnas Perempuan meminta:
- Pemerintah Malaysia, sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi CEDAW, untuk konsisten meningkatkan perlindungan pekerja domestik migran, termasuk pelaksanaan kesepakatan antar negara dalam hal: pemberian hak libur, pengawasan terhadap agen, penahanan paspor oleh majikan atau agen, pemotongan upah yang tidak manusiawi, pengawasan perekrutan dan penampungan bagi pekerja migran.
- Pemerintah Malaysia agar bertindak manusiawi dan menjunjung martabat kemanusiaan saat melakukan penangkapan dan operasi terhadap pekerja migran yang tidak berdokumen
- Pemerintah Malaysia mengkaji kembali hukuman cambuk kepada para pekerja migran tidak berdokumen, dengan mempertimbangkan pekerja migran tidak berdokumen
- Terkait kasus Wilfrida Soik yang terancam hukuman mati di Malaysia, Komnas Perempuan meminta negara-negara yang meninjau pelaksanaan HAM di Malaysia untuk meminta Malaysia mempertimbangkan fakta-fakta lain yang lebih komprehensif, termasuk latar belakang situasi dan kondisi Wilfrida Soik sejak awal bermigrasi, hingga bekerja. Termasuk fakta-fakta yang mendukung bahwa yang bersangkutan merupakan korban perdagangan manusia.
- Pemerintah Malaysia untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT dan Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
B. Terkait dengan peninjauan pelaksanaan HAM di Kerajaan Arab Saudi dalam forum UPR Komnas Perempuan juga meminta Pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk:
- Mengawasi dan mengambil tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang yang menampung, menyalurkan dan mempekerjakan pekerja migran tidak berdokumen.
- Mengawasi dan mengambil tindakan hukum kepada para agen dan majikan yang mempekerjakan pekerja migran tidak sesuai kontrak, memindah-mindahkan pekerja migran kepada majikan baru, dan tidak bertanggungjawab menyelesaikan perselisihan terkait hubungan kerja dan hak-hak pekerja migran yang lain.
- Terkait penanganan dan proses hukum kasus-kasus pekerja migran yang terancam hukuman mati, agar mempertimbangkan situasi dan kondisi pekerja migran secara komprehensif, sehingga putusan yang diambil dapat mengakomodir keadilan kepada korban dan pelaku.
C. Pemerintah Indonesia harus meningkatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja migran salah satunya dengan menggunakan strategi advokasi alternatif melalui mekanisme-mekanisme internasional yang tersedia. Terlebih lagi Indonesia telah cukup banyak meratifikasi konvensi-konvensi internasional, semestinya dapat menguatkan posisi tawar di dunia internasional.
Jakarta, 24 Oktober 2013
Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komnas Perempuan
Agustinus Supriyanto, Ketua Gugus Kerja Pekerja Migran
Sumber foto: http://indonesia.ucanews.com/tag/hukuman-mati/