Selasa, Juli 8, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Siaran Pers

Apa yang Diperbuat Presiden SBY setelah Ke-65 kali Hari HAM Internasional Diperingati?

by Redaksi
10/12/2013
in Siaran Pers
Reading Time: 3min read
Share on FacebookShare on Twitter

Siaran Pers SobatKBB

Untuk Kesekian kalinya Peringatan Hari HAM Internasional,

lalu Apa yang Diperbuat Presiden SBY?

 

Hari ini 10 Desember 2013 diperingati diseluruh dunia sebagai Hari Hak Asasi Manusia Internasional. Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional yang beradab juga mengakui pentingnya pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, melalui beragam Konvensi HAM yang telah diratifikasi Indonesia, serta bahkan melalui UUD 1945 sendiri termasuk diantaranya adalah hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Di tataran normatif rasanya Indonesia bahkan dapat menjadi rujukan bagaimana negara harus memastikan tegaknya HAM di wilayah yurisdiksinya sesuai dengan standar internasional yang ada. Namun dalam praktiknya? Semasa pemerintahan Presiden SBY telah berulang kali 10 Desember diperingati namun utamanya dalam hal ini terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan, Indonesia seakan jalan di tempat, bila tidak ingin mengatakan mundur ke belakang.

Mengapa hingga sekarang masih ada tempat di Nusa Tenggara Barat dimana sekelompok WNI dibiarkan hidup mengenaskan terisolir hanya karena mereka memiliki keyakinan yang dianggap berbeda dengan yang lain? Mengapa penganut kepercayaan asli daerah, para penghayat, dilarang mendeklarasikan keyakinannya dan “by system” dipaksa untuk mengaku berkeyakinan yang lain jika tidak ingin mendapatkan kesulitan dalam pemenuhan layanan administrasi kependudukan negara? Mengapa bahkan setelah presiden baru-baru ini berkunjung ke Jawa Timur dan memiliki agenda soal penyelesaian masalah penganut Syiah Sampang, terlihat jelas adanya keengganan pemda, dan bahkan menteri tertentu, untuk memulangkan secara selamat warga Syiah di Sampang ke kampung halamannya sendiri tanpa ada perubahan keyakinan dengan cara apapun? Mengapa selama bertahun-tahun ada dua gereja, GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia, yang sudah sah secara hukum, dikukuhkan oleh Mahkamah Agung, dan untuk GKI Yasmin ditambah pula dengan rekomendasi wajib Ombudsman RI, namun jemaat dari kedua gereja tersebut tetap terpaksa beribadah secara sembunyi-sembunyi dan beribadah di bawah terik matahari dan siraman hujan di seberang Istana Merdeka Jakarta karena kedua gereja masih digembok secara ilegal oleh kedua kepala daerah tanpa ada koreksi dari Presiden dan malah membiarkan Mendagri dan Menteri Agama tidak mendukung penegakkan putusan Mahkamah Agung.

Banyak pertanyaan gugatan lainnya dapat dengan mudah diajukan pada Presiden SBY yang akan segera mengakhir masa jabatan keduanya. Akankah Presiden SBY turun dari jabatannya tahun depan dengan dikenang sebagai Presiden yang tunduk pada tekanan kelompok intoleran yang memainkan sentimen keagamaan yang bahkan sangat mengancam keutuhan bangsa yang berbhinneka tunggal ika ini? Atau akankah Presiden akan dikenang sebagai Presiden yang meninggalkan warisan besar bagi bangsanya bahkan di akhir masa jabatannya?

Menjadi seorang pemimpin besar yang dikenang dengan baik oleh warga negaranya tidaklah mudah. Dan bahkan, tidak akan pernah dapat diraih oleh Presiden yang cenderung hendak menyenangkan semua pihak, atau bersikap pragmatis pada hitung-hitungan politik praktis jangka pendek. Seorang pemimpin bangsa akan dikenang bila dia mampu menegakkan Konstitusi dan hukum di negaranya at all cost, tanpa kompromi dan berani mengambil tindakan drastis yang penting dengan rujukan UUD negaranya, termasuk untuk soal penegakkan kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Presiden SBY telah menyampaikan duka cita untuk kepergian tokoh dunia, Nelson Mandela. Dalam pernyataannya, Presiden SBY pun menyampaikan kekaguman beliau pada almarhum. Tidakkah nama besar almarhum memberikan inspirasi bagi Presiden untuk dapat meninggalkan masa jabatannya dengan meninggalkan warisan besar bagi bangsa yang besar ini? SBY punya kesempatan tersebut, namun hanya bila Presiden, sebagaimana Mandela, menempatkan dirinya sebagai pemimpin yang mengarahkan warganya, bukan menjadi seseorang yang meski menjabat sebagai presiden namun cenderung mengikuti kemauan arus kelompok yang dianggap mayoritas belaka.

Bila dengan insprirasi Mandela, dan dengan panduan UUD 1945 Presiden SBY menjelma menjadi pemimpin yang sesungguhnya dan berani mengarahkan warga negara Indonesia melalui beragam mekanisme dan tindakan hukum yang ada, dalam koridor HAM yang diakui secara universal, maka kita yakin hal tersebut akan berkontribusi besar pada makin terlindunginya semua WNI dalam segala ragam agama dan keyakinannya.

Namun bila Presiden SBY meneruskan gaya pemerintahannya yang cenderung mengakomodir semua pihak, bahkan pihak yang menggerogoti HAM dan kesatuan bangsa dengan menyebarkan sentimen negatif dan kebencian antar kelompok yang berbeda, Presiden SBY akan dikenang sebagai seorang presiden yang berbeda terlalu jauh kualitasnya dengan seorang pemimpin sejati, tokoh dunia asal Afrika Selatan, yang baru saja pergi dan yang juga dikaguminya itu. Dan lebih jauh, itu berarti, Presiden berkontribusi pada kerentanan Indonesia untuk terpecah belah atas perbedaan agama dan keyakinan.

 

Jakarta, 10 Desember 2013

Sobat KBB: HKBP Filadelfia, GKI Yasmin, Ahmadiyah, Syiah, para pemeluk kepercayaan/penghayat

 

Para pendamping: Setara Institute, LBH Jakarta, Wahid Institute, ANBTI, Elsam, KontraS, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)

Previous Post

Tak Ada Legacy HAM di Tahun Terakhir Kekuasaan SBY

Next Post

Dawam Rahardjo Dianugerahi Yap Thiam Hien Award

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ahmadiyah

Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

21/05/2025
Jelang 17 Agustus Ahmadiyah Dilarang Gelar Bazar Kemerdekaan, YLBHI: Ini Pelanggaran Konstitusi RI

Jelang 17 Agustus Ahmadiyah Dilarang Gelar Bazar Kemerdekaan, YLBHI: Ini Pelanggaran Konstitusi RI

10/08/2024
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Muslim Indonesia Terhadap Lingkungan serta Perubahan iklim

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Muslim Indonesia Terhadap Lingkungan serta Perubahan iklim

24/07/2024
Dijegal Menjadi Kepala Daerah, Elemen Gerakan Perempuan Aceh Menegaskan: Partisipasi Perempuan dalam Pilkada adalah Hak Konstitusional

Dijegal Menjadi Kepala Daerah, Elemen Gerakan Perempuan Aceh Menegaskan: Partisipasi Perempuan dalam Pilkada adalah Hak Konstitusional

23/07/2024
Next Post

Dawam Rahardjo Dianugerahi Yap Thiam Hien Award

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Akses yang Setara untuk Perempuan Disabilitas lewat Anggaran yang Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In