Fellowship Peliputan Keberagaman, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK): Shinta Maharani, TEMPO
Kaum Nasrani di Wonosobo merayakan Natal tanpa ada riak. Kiai dan pendeta aktif menebarkan kerukunan
Sunudyantoro: sunu@tempo.co.id
Kidung menyusup senja di lereng Gunung Mbeser. Tiga ratusan orang bersenandung memuja kebesaran Tuhan di depan altar. Jemaat mengikuti kebaktian Natal di Gereja Pantekosta Dusun Kaliputih, Desa Kaliputih, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Rabu, 25 Desember lalu.
Cemara Natal berdiri di dekat altar. Pucuk cemara hampir menyentuh langit-langit gereja. Kelap-kelip lampu serta rangkaian kembang mawar dan melati mempercantik cemara. Gereja Pantekosta Kaliputih ini berdiri damai di tengah mayoritas umat Islam. Jemaat yang beribadah petang itu datang dari berbagai penjuru Wonosobo.
Lalu-lalang jemaat berhias dua kerbau melintas di jalan depan gereja. Jemaat muncul dari gang perkampungan. Sejumlah jemaat tiba dari desa dan kecamatan lain. Persis di sebelah kiri, belakang, dan kanan gereja ada rumah milik warga muslim. Hampir tidak pernah ada gejolak antarumat berbeda keyakinan.
Di Kaliputih ada 50 umat Kristiani. Paulus, tokoh umat Kristiani Kaliputih, datang ke dusun itu sejak 1971. Gereja Kristen Pantekosta dibangun pada 1991. “Kami hidup rukun berdampingan meski masing-masing kami punya keyakinan berbeda,” kata Pendeta Paulus di Gereja Pantekosta Kaliputih.
Hanya 100 meter dari Gereja Pantekosta berdiri Masjid Al-Hikmah. Masjid ada di sana sejak 1990-an. Berjarak 500 meter dari gereja juga terdapat wihara. Rumah ibadah umat Buddha ini berdiri sejak 2010. Wihara bernama Bodi Surya ini berada di Dusun Njlegong, Desa Kaliputih. Di sekelilingnya banyak tumbuh pohon pinus.
Selain melakukan ritual ibadah Natal, umat Kristiani di sana menggelar perayaan Natal. Mereka mengundang masyarakat Islam, Buddha, dan pejabat pemerintahan. Kaliputih menjadi percontohan kerukunan umat beragama di Wonosobo yang berudara sejuk.
Masjid Al-Hikmah diimami oleh tokoh setempat dari Nahdlatul Ulama, Kiai Aminudin. Ia menyatakan kemajemukan tidak membuat warga Kaliputih terpecah belah. Keberagaman umat justru membuat mereka rukun. Ada warga Kaliputih yang semula Islam menjadi Kristen. Begitu juga sebaliknya, semula Kristen menjadi Islam. Kiai Aminudin tidak pernah mempersoalkannya. Buat dia, yang penting masyarakat di sana hidup damai. “Tiada pahala paling besar selain islah (saling menjaga harmoni ),” kata Kiai Aminudin.
Warga muslim di Dusun Kaliputih sedang merenovasi Masjid Al-Hikmah. Seorang pemuka Agama Buddha di Dusun Kaliputih bernama Yahyo terlibat aktif dalam penggalangan dana masjid. Sirtomo, pemuka Buddha lain di Desa Kaliputih, menyatakan meminta persetujuan Kiai Aminudin untuk membangun wihara pada 2010.
SHINTA MAHARANI
Sumber: Koran Tempo, Jumat, 27 Desember 2013, halaman 14
Berita terkait: