Indonesia harus memberikan perumahan yang layak untuk memastikan bahwa kelompok minoritas agama yang telah diusir secara paksa dapat kembali secara aman ke rumah-rumah mereka
JAKARTA, Jaringnews.com – Lembaga Ham Internasional, Amnesty Internasional mendesak agar pemerintah Indonesia menjalankan rekomendasi Pelapor Khusus PBB. Rekomendasi ini terkait perlindungan kaum minoritas Syiah dan Ahmadiyah.
Duta Amnesty Internasional kawasan Indonesia – Timor Leste, Josef Roy Benedict mengatakan Indonesia harus memberikan perumahan yang Layak untuk memastikan bahwa kelompok minoritas agama yang telah diusir secara paksa dapat kembali secara aman ke rumah-rumah mereka. Selain itu menjamin bahwa pihak-pihak yang berwenang mengambil langkah-langkah untuk melindungi para kelompok minoritas agama dari pengusiran paksa dan kekerasan.
“Dalam sebuah laporan yang dipresentasikan kepada Dewan HAM PBB pada 10 Maret 2014, Pelapor Khusus PBB tentang Perumahan yang Layak menyoroti kekhawatirannya akan relokasi paksa terhadap kelompok minoritas agama, khususnya komunitas Syiah dan Ahmadiyah, yang dipicu oleh sekelompok massa dan didasari oleh kebencian agama,” kata Benedict dalam keterangan persnya yang diterima Jaringnews.com di Jakarta, Senin (17/3).
Benedict mencatat Pelapor Khusus PBB menemukan selama kunjungannya di Juni 2013, rumah, sekolah, dan tempat ibadat telah dibakar dalam berbagai serangan. Ini menyebabkan ratusan keluarga di berbagai komunitas berbeda terusir dari rumah mereka ke tempat tinggal. Mereka pun tinggal di penampungan sementara tanpa mendapat akses kepada fasilitas-fasilitas dasar, pelayanan, dan keamanan.
Sebelumnyadi Lombok, Nusa Tenggara Barat, sekitar 130 orang, termasuk perempuan dan anak-anak dari komunitas Ahmadiyah tinggal di tempat penampungan sementara di Mataram selama lebih dari delapan tahun. Pada 4 Februari 2006 mereka terpaksa lari dari rumah mereka di Ketapang, Lombok Barat setelah sekelompok massa menghancurkan rumah-rumah mereka, menyerang komunitas tersebut karena keyakinan agama mereka. Tidak ada satu pun yang terlibat dalam serangan itu dibawa ke muka hukum.
Kasus intoleransi juga terjadi pada 26 Agustus 2012. Ada 168 pengikut Syiah dari Sampang, Jawa Timur diusir secara paksa setelah sekelompok massa anti-Syiah menyerang kampung mereka. Sejak saat itu, pihak berwenang setempat menghalang-halangi komunitas ini untuk kembali ke kampungnya.
Mereka dipindahkan ke tempat penampungan sementara dengan fasilitas minim di sebuah gedung olahraga di Sampang, di mana mereka tinggal selama sepuluh bulan. Komunitas itu menghadapi intimidasi dan gangguan dari aparat pemerintahan setempat untuk mengubah keyakinan mereka ke Islam Suni jika mereka mau pulang kembali ke rumah-rumah mereka. Pada 21 Juni 2013, pihak berwenang kabupaten Sampang memindahkan secara paksa komunitas ini ke fasilitas perumahan di Sidoarjo, Jawa Timur.
“Sebagai Negara Pihak, Indonesia mempunyai kewajiban di bawah pasal 11 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) untuk melindungi dan memenuhi hak atas perumahan yang layak bagi semua warganya, termasuk mencegah pengusiran paksa dari pihak ketiga dan menyediakan para korban sebuah pemulihan yang efektif,” papar Benedict.
“Amnesty International mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam masa bulan-bulan terakhir jabatannya, untuk mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi Pelapor Khusus PBB tentang Perumahan yang Layak dan untuk mengembangkan strategi yang konkrit untuk memastikan bahwa semua kelompok minoritas agama dilindungi dan diperbolehkan untuk menjalankan kepercayaan mereka bebas dari rasa takut, intimidasi, dan serangan,” tutup Benedict.