INILAHCOM. Berlin — Jika tidak ada penentangan dari banyak pihak, seorang pendeta Protestan, rabi Yahudi dan ulama Islam, dapat mewujudkan impian bersama, yaitu membangun rumah ibadah bersama bagi tiga agama.
House of One, demikian nama rumah ibadah itu, diharapkan selesai dalam empat tahun. Seluruh biaya pembangunan berasal dari sumbangan tiga komunitas agama; Protestan, Judaisme, dan Islam, yang mendukung program ini.
Rumah dibangun di Berlin, dan jika terwujud akan menjadi ‘Keajaiban Berlin’ karena yang pertama di dunia. Rumah itu menyediakan tempat ibadah dan kontemplasi bagi tiga agama.
“Berlin adalah kota luka dan mukjizat,” ujar Rabi Tovia Ben-Chrin, salah satu dari tiga pemuka Judaisme yang mendukung proyek ini. “Ini adalah kota tempat pemusnahan orang Yahudi direncanakan. Kini, rumah pertama di dunia untuk tiga agama akan dibangun di sini.”
Penggalangan dana diluncurkan pekan ini, berbarengan dengan peletakan batu pertama. Salah seorang pendukung pembangunan mengatakan dibutuhkan dana 43,5 juta euros, atau Rp 703 miliar, untuk membangun rumah ini.
Arsitektur House of One tidak terlalu rumit. Berbentuk heksagonal, dan seluruh dinding dari bata. Panitia yakin bangunan ini akan menjadi daya tarik tersendiri, karena terletak di sebelah Museum Island, Berlin.
Siapa pun bisa memberikan sumbangan, dan panitia menerima berapa pun dan dari siapa saja. Nilai sumbangan terendah adalah seharga satu batu bata.
Multi-iman
Gagasan membangun House of One muncul tahun 2009, ketika arkeolog menggali tanah di bawah Museum Island. Arkeolog menemukan sisa-sisa gereja awal Berlin, yaitu Petrikirche, dan sekolah latih. Keduanya diperkirakan dibangun tahun 1350.
“Kami sepakat ada sesuatu yang visioner harus dibangun di situs pendiri Berlin,” ujar Gregor Hohberg, pendeta Protestan yang memulai proyek ini.
Hohberg yakin Berlin adalah kota yang tepat sebagai lokasi rumah ibadah bagi tiga agama. Berlin, katanya, adalah kota multi-kultur dan multi-iman.
Imam Kadir Sanci, pemimpin Muslim One, menginginkan proyek ini mendorong dialog tiga agama dengan budaya yang berbeda. Ia yakin lewat proyek ini prasangka buruk terhadap Muslim menguap.
“Kami ingin anak-anak kami memiliki masa depan cerah, saat keragaman adalah norma,” ujar Imam Kadir.
Tidak keliru jika House of One akan menjadi bangunan pertama untuk tiga agama. Namun, rencana rinci pembangunan memperlihatkan sinagog, gereja dan masjid terpisah, tapi tetap di bawah satu atap. Ada pula satu ruang besar untuk pemeluk tiga agama bertemu, dan saling berkontemplasi menurut kepercayaan masing-masing.
Tiga agama samawi bisa saja bersatu di bawah satu atap, tapi tidak di satu ruang — keterpisahan yang difirmankan Allah Swt dalam Surat Al Kafirun; Lakum Dinukum Waliyadin — bagimu agamamu, bagiku agamaku. [tst]
Sumber: http://web.inilah.com/read/detail/2107611/jika-sinagog-gereja-dan-masjid-satu-atap#.U5aHknKSyes