Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) sangat menyesalkan terulangnya insiden kekerasan terhadap jurnalis ketika meliput aksi-aksi yang melibatkan massa Front Pembela Islam (FPI).
Pada aksi 112 terjadi pengusiran, intimidasi dan kekerasan yang menimpa jurnalis Kompas TV, Metro TV dan Global TV. Dua video yang beredar di media sosial menunjukkan detik-detik pengusiran massa aksi terhadap mobil Kompas TV bernomer polisi B 1032 PZJ. Peristiwa itu terjadi setelah salat Isa, ketika mobil Kompas TV hendak memasuki lokasi aksi, Masjid Istiqlal, Jakarta, sekitar pkl. 20.15 (10/2/2017). Bahkan, menurut laporan Hidayatullah.com berjudul “Kesal dengan Pemberitaan yang Dinilai Merugikan, Massa 112 Usir Kompas TV dari Istiqlal,” sebagian massa melemparkan botol air kemasan ke arah mobil TV swasta tersebut.
Sementara Merdeka.com dalam laporannya, “Liput aksi 112, wartawan Metro TV dipukul bamboo dan diludahi,” menginformasikan bahwa di tempat yang sama reporter Metro TV Desi Bo mendapat serangan dari massa aksi 112 pagi tadi (11/2/2017). Perempuan berprofesi sebagai jurnalis ini mendapat hantaman di bagian kepalanya dengan bambu dan dilempari gelas air mineral oleh massa aksi ketika sedang meliput. Sedangkan rekan kerjanya yang bertugas sebagai juru kamera Metro TV, Ucha, juga dipukul dengan bambu, ditendang dan diludahi.
Tidak berhenti di situ, dalam berita itu pula Merdeka.com menyampaikan bahwa kameramen Global TV, Dino, merasa tertekan dan “terintimidasi” karena massa aksi 112 mengerubungi sambil terus bertanya-tanya kepadanya. Hal itu terjadi karena saat melaporkan untuk medianya Dino hanya menyebut Rizieq Shihab tanpa menyertakan gelar habib.
Maka dari itu SEJUK menuntut kepolisian benar-benar tegas mengusut tuntas seluruh kasus pengusiran, intimidasi, dan kekerasan yang menimpa para jurnalis di atas. Hukuman yang maksimal harus diberikan kepada para pelaku yang main hakim sendiri. Sebab tindakan brutal massa aksi yang melibatkan FPI terhadap jurnalis tidak hanya terjadi kali ini.
Pada aksi 411, massa aksi juga melakukan kekerasan terhadap jurnalis Kompas TV, Kompas.com, Metro TV dan BeritaSatu. Sementara, beberapa hari sebelum aksi 212 jurnalis Tirto.id mengalami pemukulan dan bersama rekan jurnalis lainnya dari Gatra dan JPNN mereka diintimidasi dan diusir dari lokasi, dekat markas FPI Petamburan (30/11/2016). Sedangkan di aksi 212 jurnalis Metro TV disoraki dan diusir massa.
Dengan begitu, rentetan insiden yang menghalang-halangi kerja jurnalistik di atas merupakan bentuk ancaman kebebasan pers yang sangat serius. Aparat tidak bisa melepaskan para pelaku dari jerat hukum. Sebab, pembiaran akan membuat mereka terus-menerus merasa bahwa apa yang diperbuatnya sah.
Untuk itu, penggunaan Pasal 18 ayat 1 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers harus diberlakukan untuk menjerat para pelaku kekerasan terhadap jurnalis ketika bertugas. Pasal itu menegaskan, bahwa tindakan melawan hukum dengan sengaja yang berakibat menghambat atau menghalangi tugas-tugas jurnalistik dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Semoga tidak lagi terjadi insiden serupa.[]