Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Darurat Kekerasan Seksual Mengemuka di Hari Perempuan Internasional

by Redaksi
08/03/2017
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Share on FacebookShare on Twitter

Aksi International Women’s Day 2017 di Jakarta (4/3/2017)

Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menyampaikan ada 100.000 lebih kasus pembunuhan terhadap perempuan di Indonesia yang tidak terdata karena masih dianggap sebagai kasus kriminalitas biasa, bukan kasus pembunuhan berbasis gender. Padahal sepanjang tahun 2016 saja perkosaan berkelompok (gang rape) serta penganiayaan seksual disertai dengan pembunuhan terhadap perempuan karena mereka perempuan (femicide) menjadi peristiwa kekerasan yang menyita perhatian publik.

Karena itulah kekerasan seksual terhadap perempuan menjadi isu utama Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2017 (CATAHU 2017) yang diluncurkan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional. Dalam Diskusi Publik bertema “Apa yang bisa kita lakukan untuk melawan kekerasan seksual?” yang digelar di Ruang Persahabatan Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Rabu 8 Maret 2017, Yuni mengutarakan bahwa kekerasan seksual yang disertai pembunuhan terhadap perempuan (femicide) terjadi karena katersinggungan dan arogansi maskulinitas. Sehingga, kondisi darurat seperti ini semakin menegaskan pentingnya pengesahan rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual agar negara hadir secara lebih serius melindungi perempuan.

“Begitu banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, dimana pola dan bentuknya lebih cepat dari kemampuan negara menanganinya” ujar Yuni.

CATAHU 2017 Komnas Perempuan menemukan 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani di seluruh Indonesia. Kasus-kasus tersebut terjadi di antaranya disebabkan perkawinan anak usia dini yang sangat rentan terhadap kekerasan.

“Mental dan alat reproduksi mereka belum siap. Ironisnya, orang tua merestui, negara mensahkan dan masyarakat merayakan,” sesal Yuni.

Terlebih lagi, kekerasan dalam rumah tangga dan hubungan pacaran tidak lain labirin kekerasan terhadap perempuan. Kerentanan perempuan lainnya diceritakan Yuni pada kasus perdagangan perempuan dan buruh migran yang menjadi korban sindikat perdagangan narkoba. Tidak sedikit yang berakhir pada hukum mati atas perbuatan yang sama sekali mereka tidak ketahui karena dimanfaatkan oleh para sindikat dan mafia.

Berangkat dari temuan dan pendokumentasian data CATAHU 2017, Komnas Perempuan merekomendasikan negara untuk mengupayakan pendalaman pengetahuan, pengenalan pola dan pencegahan serta penanganan korban kekerasan terhadap perempuan, termasuk pada kekerasan yang berulang dan keji seperti perkosaan berkelompok (gang rape) dan femicide.

Sophia Hage (kedua dari kiri) dan Yuniyanti Chuzaifah (ketiga dari kiri) dalam Diskusi Publik Komnas Perempuan “Apa yang bisa kita lakukan untuk melawan kekerasan seksual?” (8/3/2017)

Sementara itu perempuan dengan spesialisasi bidang kedokteran olahraga dari Universiatas Indonesia (UI) dr. Sophia Hage mendorong bahwa salah satu upaya penghentian kekerasan seksual terhadap perempuan adalah dengan menjadikan ikhtiar tersebut sebagai gerakan bersama di masyarakat. Bersama Komnas Perempuan dan organisasi masyarakat sipil lainnya Sophia menginisiasi sebuah gerakan dengan tagar #GerakBersama untuk mengajak siapa saja bergerak bersama melawan kekerasan seksual.

Menurutnya kasus kekerasan perempuan bukanlah hal yang mudah untuk dibicarakan baik di tingkat masyarakat maupun kehidupan personal. Karena itu kegiatan dengan tema The Untold Story yang pernah Sophia buat sangat membantu para korban kekerasan terhadap perempuan menceritakan kasus-kasus yang mereka alami yang tidak tersampaikan karena dianggap tabu. Prosesnya dilakukan dengan mendengar cerita-cerita para korban tanpa menghakimi. Karena, menurutnya, respon kita dalam mendengar akan mempengaharui langkah-langkah mereka selanjutnya dalam pemulihan.

“Partisipasi dan keterlibatan masyarakat akhirnya menjadi penting untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan untuk membuat sebuah perubahan,” pungkas Sophia.

**Dilaporkan Rifah Zainani

Tags: #Femicide#GangRape#KekerasanSeksualTerhadapPerempuan#KekerasanTerhadapPerempuan#KomnasPerempuan
Previous Post

Vonis atas eks-Gafatar menambah daftar Rezim Jokowi langgar HAM

Next Post

Umat Katolik Ibadah di Tenda, Buntut Larangan Gereja Parungpanjang

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Umat Katolik Ibadah di Tenda, Buntut Larangan Gereja Parungpanjang

Umat Katolik Ibadah di Tenda, Buntut Larangan Gereja Parungpanjang

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In