Fenomena intoleransi dan diskriminasi berlatar agama beberapa tahun belakangan menunjukkan persoalan sangat serius. Bahkan, masalah intoleransi dan diskriminasi berlatar agama telah merasuk ke lembaga pendidikan. Penguatan identitas kelompok dan sikap intoleran pun telah membuat sekat-sekat di antara kita pada prasangka dan kebencian.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu pada “Pembukaan Sekolah Guru Khebinekaan (SGK) 2017” Sabtu (20/5/2017) di Ruang Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Tujuan SGK yang diikuti oleh 35 orang guru ini, menurut Henny adalah untuk membangun ruang-ruang perjumpaan yang dapat membuka sekat-sekat prasangka dan merajut harmoni melalui semangat keberagaman yang dihidupkan oleh para guru.
Hal yang sama ditegaskan Yudi Latif, sebagai pemateri perdana SGK dengan tema Guru, Pancasila dan Kelangsungan Bangsa. “Kehidupan manusia di Indonesia adalah hasil titik temu banyaknya ras dan budaya. Sehingga kita perlu masuk pada kedalaman perbedaan. Karena di sana ada titik temu yang sama,” papar Yudi.
Pancasila adalah satu ideologi besar yang dapat mengatur kehidupan inklusi sosial kita yang beragam, yang merupakan konsensus bersama rakyat Indonesia untuk mengatur dan mengelola kemajemukan. Oleh karena itu, menurut Yudi, semangat kebangsaan saat ini harus dikelola lebih progresif lagi untuk merawat perbedaan dan membangun kebhinekaan.
Memahami Pancasila sebagai ideologi bangsa membutuhkan kesadaran. Guru bisa diharapkan menjadi penguat kesadaran tersebut.
Menurut Toto Suprayitno PhD, selaku Kepala Balitbang, Kemendikbud, guru harus kembali pada tugas utamanya, yakni mengantarkan anak pada journey of learning agar mereka terbiasa pada keragaman ide dan gagasan. Sehingga anak-anak bisa menerima dan menghormati perbedaan. Selama ini mereka diarahkan pada jawaban yang satu atau tunggal, sehingga tidak terbiasa mendapatkan tantangan dalam keberagaman.
“Isu kebinekaan merupakan tanggung jawab kita bersama. Apa yang dilakukan Yayasan Cahaya Guru semoga bisa menjadi inspirasi untuk komunitas lain dan kita semua,” demikian tutup Ir Toto Suprayitno PhD. (Rifah Zainani SEJUK)