Minggu, Juli 27, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

DEPOK DALAM PUSARAN INTOLERANSI

by Redaksi
19/12/2017
in Uncategorized
Reading Time: 4min read
Ahmadiyah dalam Ancaman Pemkot Depok
Share on FacebookShare on Twitter

Depok menempati peringkat kelima kota intoleran menurut kajian Setara Institute bekerjasama dengan Unit Kerja Presiden Pembinanaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang dilaporkan November lalu. Hal tersebut tidak ditampik dan justru mendapat perhatian para pemateri dan peserta Refleksi Akhir Tahun Keberagaman dan Toleransi Kota Depok yang sekaligus Peringatan Sewindu Haul Gus Dur yang digelar Senin malam (18/12/2017) di Gedung Pemuda Tole Iskandar Depok, Jawa Barat.

Anggota Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM Muhammad Subhi Azhari mengungkapkan alasannya mengapa predikat kota intoleran memang layak disandang Depok. Salah satu penyebabnya adalah masalah diskriminasi terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sampai saat ini belum selesai.

“Laporan Wahid Foundation mengatakan bahwa Depok belum selesai karena mesjid JAI masih disegel. Di samping ada indikator lain, misalnya ada beberapa mesjid yang menyelanggarakan kegiatan keagamaan dengan menyiarkan ujaran kebencian,” kata Subhi di depan para peserta refleksi akhir tahun yang digelar Gusdurian.

Sebagai aktivis Gusdurian Depok yang pernah aktif di Wahid Institute, sebelum berganti menjadi Wahid Foundation, dan pernah rutin terlibat dalam pemantauan kondisi intoleransi di Indonesia, Subhi juga menyampaikan bahwa Depok selalu muncul dalam laporan.

“Memang tidak yang paling tinggi, tetapi selalu muncul di laporan-laporan,” ujarnya mendeskripsikan kecenderungan tingkat intoleransi Depok dari tahun ke tahun.

Ketua Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Kota Depok Mangaranap Sinaga menyampaikan evaluasinya atas kasus-kasus intoleransi yang terjadi di Depok. Menurutnya selama ini belum ada konflik suku, agama dan ras yang sampai pada bentrok fisik. Kalaupun ada yang sampai memakan korban jiwa dan terjadi pengungsian yang menimpa kalangan Kristen, hal itu hanya meletus di tahun 1945 yang dikenal sebagai peristiwa Gedoran Depok.

Namun begitu, pria yang akrab dipanggil Ranap dan aktif di FKUB ini tetap saja mencemaskan kondisi kehidupan hubungan antar-agama di Depok yang masih diliputi kecurigaan. Karena itu pula, di tengah menguatnya intoleransi sampai tingkat aparat-aparat di wilayah Depok, dirinya merasa sangat senang bertemu orang-orang NU yang mau bersahabat dengan kalangan non-muslim.

“Sekarang selain perumahan yang hanya boleh agama tertentu, juga rumah kos dan kontrakan. Hambatan rumah ibadah (pendirian dan aktivitas keagamaan) sekarang bukan lagi di masyarakat tapi di lurah dan kecamatan,” ungkapnya.

Kiri ke kanan: Achmad Solechan (PCNU Depok), Mangaranap Sinaga (PIKI Depok), Muhammad Subhi Azhari (Gusdurian Depok), Putu Kholis (Kasatreskrim Polresta Depok) dan moderator Mansyur Alfarisy (8/12/2017) 

Untuk itu ia memandang bahwa komunikasi faktor yang sangat penting dalam merajut kehidupan berbangsa. Sebab, baginya, intoleransi lebih sebagai persoalan bangsa, bukan masalah agama.

“Melakukan komunikasi yang intens antara para ulama dan tokoh agama, baik secara formal maupun informal, melaksanakan program dialog lintas-agama dan bakti sosial bersama,” usul Ranap dalam Refleksi Gusdurian 2017 yang melibatkan hadirin lintas-iman agar masyarakat Depok mengupayakan dan meningkatkan lagi berbagai bentuk komunikasi demi membangun kehidupan masyarakat Kota Depok yang plural menjadi lebih harmonis dan damai.

Sementara, mewakili PCNU Depok Achmad Solechan menyayangkan peran Pemerintah Kota Depok yang belum memperlihatkan komitmennya dalam membangun toleransi, meredam radikalisme dan menghapus kebijakan diskriminasi di masyarakat. Sehingga, ia berharap sekali peran pemerintah kota agar menempuh upaya-upaya aktif dari pencegahan sampai penindakan aksi-aksi intoleransi dan radikalisme yang memecah-belah masyarakat.

“Untuk itu pemerintah harus sudah mulai mengelola (toleransi) gejala eksklusivisme rumah tinggal,” harap Solechan di hadapan perwakilan-perwakilan dari Kristen, Katolik, Hindu, Budha yag beberapa juga aktif di FKUB Depok serta organisasi kepemudaan dan mahasiswa dari masing-masing agama.

Begitupun dengan persoalan penyegelan masjid Ahmadiyah dan kasus-kasus pendirian rumah ibadah, menurutnya Pemkot Depok tidak punya niat baik untuk melindungi dan memenuhi hak beragama warganya. Sebagaimana telah disampaikan perwakilan non-Muslim Ranap, Wakil Ketua PCNU Depok ini juga mendorong agar pemerintah Depok melakukan pendekatan dialogis dalam memfasilitasi pendirian rumah ibadah dan kegiatan-kegiatan ibadah seluruh warganya.

“Pendirian rumah ibadah dipersulit. Biasanya terjadi di dua sisi, misalnya selain pendekatan peraturan tetapi juga ada dialog dengan warganya, biar jelas,” harapnya pada pemerintah karena upaya-upaya yang dilakukan masyarakat sipil dalam membangun perdamaian harus mendapat dukungan dari negara.

Maka, sambungnya, NU juga tidak bisa berjalan sendiri. Semua unsur pemerintah dan masyarakat harus bahu-membahu dalam menurunkan tingkat intoleransi Kota Depok. Baginya, kebersamaan adalah keniscayaan dalam merawat kebinekaan serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan menjaga NKRI, yang sudah menjadi komitmen NU sejak masa revolusi kemerdekaan bangsa ini melalui konsep yang dimajukan para ulama NU seperti “ukhuwah wathaniyah” (komitmen pada ikatan kebangsaan atau nasionalisme) dan “ukhuwah basyariyah” (kemanusiaan).

Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia sekaligus warga Depok Yendra Budiana di tengah kegiatan Refleksi Akhir Tahun Keberagaman dan Toleransi Kota Depok (18/12/2017)

Solechan juga mencoba menjelaskan posisi dan komitmen NU dalam membangun keberagaman di Depok yang memilih pendekatan kultural agar tidak terjebak pada pendekatan formalistik yang selalu dilakukan aparat maupun pejabat Pemkot Depok, termasuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

“Nah, kita tidak bisa bekerja sendiri, karena kepolisian pun biasanya hanya merespon yang sedang terjadi. Tetapi NU ini kan menjaga agar tidak benturan,” paparnya disertai dorongan kepada seluruh unsur warga Depok agar menciptakan kerjasama.

Dalam kegiatan refleksi bersama ini tidak tampak pihak-pihak Pemkot Depok yang sebelumnya sudah diundang panitia. Kapolresta Depok juga hanya mengutus perwakilannya.

Dalam kesempatan tersebut Kasatreskrim Polresta Depok Kompol Putu Kholis Aryana menyatakan bahwa kasus diskriminasi terhadap masjid Ahmadiyah merupakan tugas pemkot. Polresta Depok lebih mempertimbangkan faktor ketertiban dan mengatasi ancaman (kekerasan), ketimbang menegakkan Konstitusi dan hukum dengan menindak pelaku-pelaku intoleran dan memberikan perlindungan terhadap segenap warganya untuk memperoleh hak beribadah dan melakukan ibadah di rumah ibadahnya yang sah.

Karena itu, Putu Kholis Aryana menyadari bahwa posisi seperti ini akan dilihat tidak adil untuk satu pihak (korban) dan adil menurut lainnya. Namun ia mencoba menegaskan bahwa polisi memastikan hadir untuk masyarakat tanpa membedakan.

“Terkait isu JAI di tahun 2017 ada dua kasus yang ditangani oleh Kapolersta Depok dimana Bapak Kapolersta Depok berkomitmen menjaga jemaaah ahmadiyah di Depok dan menjaga hak-hak asasi manusia jemaah Ahmadiyah. Karena mereka manusia yang memiliki hak,” kata Putu meyakinkan hadirin. []

Penulis: Rifah Zainani

Editor: Thowik SEJUK

 

Tags: #Depok#Diskriminasi#Gusdurian#Intoleransi#KomnasHAM#Radikalisme#SetaraInstitute#WahidFoundation
Previous Post

Jawa Barat Tangkal Radikalisme lewat Narasi Damai dan Pemberdayaan Ekonomi

Next Post

Kado Natal 2017 untuk Presiden Jokowi

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Kado Natal 2017 untuk Presiden Jokowi

Kado Natal 2017 untuk Presiden Jokowi

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In