Apa yang bisa anda lakukan ketika mengalami diskriminasi yang dipenuhi prasangka hanya karena tampak berbeda dari masyarakat banyak?
Komedian Sakdiyah Ma’ruf meyakini, ketika ketegangan di tengah perbedaan semakin meningkat, maka humor bisa ditempuh untuk mencairkan suasana. Pandangan tersebut ia rujuk dari pengalaman aktor-komedian keturunan Mesir-Amerika Ahmed Ahmed yang melawan prasangka Barat terhadap Arab dan Islam melalui humor.
Sebelum menyampaikan pendapatnya tentang intoleransi dan radikalisme yang tengah menguat di Indonesia, Sakdiyah pun bercerita, orang-orang Amerika paska peristiwa 9/11 melihat Ahmed-Ahmed dan setiap orang yang wajah dan penampilannya mirip Arab dengan penuh curiga. Tak jarang mereka mendapatkan perlakukan diskriminanif. Namun nama dan penampilannya yang sangat terlihat Arab tidak membuat Ahmed Ahmed merasa tertekan dengan prasangka orang-orang Amerika.
Bahkan, sambung Sakdiyah, ketimbang meratapi, Ahmed malah melontarkan joke tentang dirinya: nama Ahmed Ahmed masuk FBI most wanted list. Jadi, melalui humor Ahmed semacam itu bisa membalikkan keadaan.
“Humor meredakan ketegangan, bukan karena kelucuannya, tapi dialog di dalamnya atau karena konten yang ada dalam joke itu sendiri,” jelas Sakdiyah dalam talk show “Peace & Creativity: mau Damai mesti Kreatif” pada #RamaiDamai Festival (9/2), yang digelar Search for Common Ground di Museum Nasional, Jakarta.
Perempuan yang dikenal sebagai penampil stand-up comedy dan menggunakan humor untuk melawan radikalisme dan ekstremisme ini percaya bahwa joke yang dilakukan Ahmed Ahmed mampu mengajak orang berefleksi atau berpikir. Sehingga, orang-orang Amerika menjadikan joke-nya Ahmed suatu cermin betapa yang mereka lakukan itu tolol, tanpa mengatakan langsung kepada publik Amerika perihal prasangka tak berdasar kepada setiap orang Arab sebagai teroris itu hal yang tolol.
Sakdiyah Ma’ruf dalam talk show #RamaiDamai Festival (9/2/2019)
Bagi perempuan kelahiran Pekalongan ini, humor bisa menjadi sarana untuk menciptakan kohesi sosial, menyatukan kembali polarisasi dan ketegangan di antara kelompok-kelompok masyarakat. Dalam konteks Indonesia di mana radikalisme dan ekstremisme terus mengeras, maka salah satu tantangan yang ia suguhkan, selaku komedian, ke publik adalah menjadikan humor untuk meredakan dan mencairkannya.
“Humor menjadi tantangan: antara otokritik terhadap diri saya sendiri dan saudara-saudara saya atau komunitas sesama muslim,” ujarnya di hadapan pengunjung #RamaiDamai Festival yang digelar selama dua hari, 9-10 Februari 2019.
Lewat pandangan-pandangan toleran yang dibungkus dalam komedi, maka upaya melawan radikalisme dan ekstremisme di negara ini, menurut Sakdiyah, cukup efektif justru dengan membawakan humor-humor yang terkait dengan isu-isu tersebut.
“Saya memilih jalan humor, bukan jalan pedang,” tegasnya.