Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Kaleidoskop: 2019 Tahun Kejahatan Negara Paling Mematikan

by Thowik SEJUK
30/12/2019
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Kaleidoskop: 2019 Tahun Kejahatan Negara Paling Mematikan
Share on FacebookShare on Twitter
Kevin Halim, aktivis dan peneliti Transgender Indonesia

Transgender perempuan (transpuan) di Indonesia menghadapi stigma, intimidasi, kekerasan bahkan pembunuhan. Dari tahun ke tahun diskriminasi dan persekusi terhadap transpuan terus meningkat.

“2019 sebagai tahun paling mematikan bagi transpuan,” papar aktivis dan peneliti transgender Kevin Halim ketika menyampaikan Laporan Pembunuhan Transpuan di Indonesia 2014-2019 di Erasmus Huis, Jakarta (3/12).

Pemaparan Kevin ini dalam rangka memperingati Transgender Day of Remembrance (TDoR), ikhtiar internasional yang digelar setiap tanggal 20 November, sejak 1999, untuk mengingat pembunuhan keji terhadap seorang transpuan, Rita Hester, di Massachusetts, akibat kuatnya prasangka, stigma dan kebencian, transfobia.

Kevin mencatat, terjadi 6 kasus pembunuhan terhadap transpuan sepanjang 2019. Tahun 2016 ada 3 pembunuhan terhadap transpuan, 2017 4 kasus dan 2018 terjadi 5 pembunuhan. Grafiknya terus menanjak sejak 2016.

Hal tersebut beriringan dengan meningkatnya diskriminasi dan persekusi sejak backlash terhadap komunitas LGBTI yang dipicu pernyataan Menristekdikti M Nasir yang melarang LGBT di kampus-kampus (awal 2016).

Para peserta dan narasumber diskusi Laporan Pembunuhan Transpuan di Indonesia 2014-2019 berpose setelah memperingati Transgender Day of Remembrance (TDoR) di Erasmus Huis, Jakarta (3/12)

Sampai 2019 terdapat 45 aturan, terutama perda-perda diskriminatif anti-LGBTI, mengacu Catatan Kelam: 12 Tahun Persekusi LGBTI di Indonesia (Arus Pelangi 2019) dan 22 kebijakan kampus anti-LGBTI menurut dokumentasi Support Group & Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) Indonesia.

Pernyataan-pernyataan provokatif aparat atau pejabat pusat sampai pemimpin daerah yang homofobia dan transfobia, adalah kejahatan yang dasarnya hanya asumsi dan kebencian, tanpa rujukan ilmiah yang kredibel. Sangat tidak pantas, mereka yang disumpah taat Konstitusi atau UU RI justru bukan melindungi dan mengayomi warganya, malah mendiskriminasi.

Pembiaran negara atas maraknya ujaran kebencian terhadap LGBTI bahkan penerbitan aturan-aturan yang anti-LGBT, secara langsung maupun tidak, dapat memicu aksi-aksi persekusi, baik yang dilakukan aparat maupun vigilante yang mengatasnamakan moralitas agama.

Pada kesempatan yang sama peneliti Amnesti International Indonesia Papang Hidayat bahkan menduga, pernyataan para aparat atau pejabat negara yang mempolitisasi isu LGBT sebagai indikasi mengalihkan atau menutupi ketidakberesan dan ketidakmampuannya dalam menjalankan tugas.[]

Tags: #Kaleidoskop2019#LGBT#LGBTI#TDoR#Transgender#Transpuan
Previous Post

Disabilitas Menuntut Transportasi yang Aksesibel: Mudik Ramah Anak dan Disabilitas untuk Natal & Tahun Baru

Next Post

Tubuh Perempuan di Media kian Rentan, SEJUK Menawarkan Story Grant

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Tubuh Perempuan di Media kian Rentan, SEJUK Menawarkan Story Grant

Tubuh Perempuan di Media kian Rentan, SEJUK Menawarkan Story Grant

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In