Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Gender dan seksual

Komnas Perempuan: RUU PKS terobosan hukum yang harus disahkan secepatnya

by Thowik SEJUK
14/07/2020
in Gender dan seksual
Reading Time: 3min read
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual: Tindak Segera Pejabat Pelaku Pelecehan Seksual!

(Foto: Dok. SEJUK)

Share on FacebookShare on Twitter

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengajak semua pihak agar tidak terpancing dengan dikotomi, pro dan kontra, pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sehingga mengalihkan dari substansinya. Ia juga meminta RUU PKS jangan ditarik dalam bingkai moralitas, karena akan semakin merugikan perempuan korban kekerasan seksual mendapatkan perlindungan.

“Jangan terpancing pada dikotomi RUU PKS yang berakibat sangat merugikan perempuan korban kekerasan seksual,” kata Andy kepada peserta diskusi Sulitnya DPR Membahas Penghapusan Kekerasan Seksual secara Serius (13/7).

Berkaca pada upaya pengesahan UU Pornografi (2008) yang waktu itu publik juga terbelah dan terjebak pada isu moralitas, sehingga, sambung Andy, penerapannya justru kerap mengkriminalisasi perempuan korban kekerasan seksual.

Untuk itu, dengan dikeluarkannya RUU PKS dari prolegnas prioritas DPR tahun 2020, Andy menegaskan Komnas Perempuan akan terus membuka diskusi, terutama secara virtual yang bisa menjangkau publik hingga ke daerah-daerah. Hal ini untuk memastikan semua pihak fokus pada kepentingan korban kekerasan seksual yang dari tahun ke tahun jumlah kasusnya terus meningkat, menurut data Komnas Perempuan.

Keputusan DPR yang sangat mengecewakan ini direspon Komnas Perempuan dengan menggelar diskusi bersama Kantor Staf Presiden (KSP) untuk memastikan pemerintah proaktif mengawal agar DPR lebih serius segera mengesahkan RUU PKS. Karena itu, pemerintah bersama jaringan masyarakat sipil bisa mengajak kaukus perempuan di DPR yang terdiri dari wakil rakyat perempuan yang tersebar di seluruh fraksi dan komisi agar dalam perumusan dan pembahasan RUU PKS berperspektif keadilan gender.

Dengan belum adanya kepastian hukum bagi pencegahan dan perlindungan perempuan dari kekerasan seksual serta pemulihan dan pemenuhan keadilan hak-hak korban, maka tidak ada alasan bagi DPR menunda pengesahan RUU PKS.

“Payung hukum ini terobosan yang secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya,” tegas Andy dalam diskusi yang dimoderatori Yuni Pulungan yang mewakili Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) sebagai penyelenggara webinar.

Ahli Utama KSP Siti Ruhaini Dzuhayatin tidak menampik kemendesakan RUU PKS. Namun begitu, pemerintah ingin agar pembahasan RUU PKS ditempuh proses harmonisasi dan sinkronisasi dengan aturan lainnya, seperti RKUHP yang sedang digodok DPR. Delik kesusilaan yang sumir dan sanksi ringan bagi pelaku dalam aturan-aturan yang sudah ada, menurut Siti Ruhaini, harus didorong agar semangatnya sama dengan RUU PKS yang melindungi perempuan dan korban kekerasan seksual.

“Pemerintah dan masyarakat sipil ada dalam satu kata yang sama, terus mengawal RUU ini,” ujar mantan Komisioner HAM Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dalam diskusi SEJUK bekerja sama dengan Internews ini.

Riska Carolina mewakili masyarakat sipil yang ikut merumuskan RUU PKS melecut semangat jaringan masyarakat sipil dan publik agar tidak mengendurkan perjuangan mengawal DPR untuk mengesahkannya. Aksi setiap Selasa akan dilakukan sampai tiga bulan ke depan ketika Oktober nanti DPR berjanji memasukkan kembali RUU PKS dalam prolegnas prioritas 2021.

Aksi Selasa-an yang tergabung dalam GERAK Perempuan, sambung Spesialis Advokasi & Kebijakan Publik Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI), difokuskan agar arah substansi RUU PKS tetap diorientasikan mengakomodir kepentingan korban.

Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan Ira Imelda yang selama ini mendampingi para korban kekerasan seksual mendorong pemerintah agar proaktif berkomunikasi dengan DPR agar RUU PKS benar-benar dibahas dan disahkan. Sebagai perumus substansi RUU PKS, Imelda menegaskan bahwa tujuan RUU PKS untuk melindungi semua korban kekerasan seksual dan pemulihannya, baik perempuan maupun laki-laki, yang banyak mengalami kendala karena undang-undang yang ada sangat tidak memadai.

“Tidak ada larangan pihak-pihak yang mempublikasikan perkara kekerasan seksual dengan berita yang justru mengeksploitasi korban,” ungkap Ira memberikan satu di antara berbagai persoalan keterbatasan dan hambatan aturan-aturan yang sekarang ada dan belum melindungi korban.

Menanggapi hal tersebut, editor Tirto.id Fahri Salam mengajak jaringan masyarakat sipil agar tidak berkecil hati terhadap pemberitaan media yang masih memojokkan perempuan korban kekerasan seksual. Perkembangan era digital di mana media sosial semakin banyak memperbincangkan isu kekerasan seksual membuat publik, pembaca media, makin kritis.

Fahri melihat saat ini banyak pembaca media yang protes terhadap pemberitaan yang keliru terkait isu perempuan dan keadilan gender. Mereka bisa menggunakan media sosialnya untuk mengkritisi pemberitaan yang menyalahkan korban kekerasan seksual.

“Kalau newsroom tidak berubah, publik sudah berubah dan semakin kritis,” kata Fahri memungkasi. []

Tags: #AndyYentriyani#KomnasPerempuan#RuuPenghapusanKekerasanSeksual#RUUPKS
Previous Post

Kebebasan beragama: dari ancaman digital ke kekerasan fisik

Next Post

Memberitakan Perempuan dan LGBT Butuh Perjuangan

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Jangan Biarkan PPHAM Berjuang dalam Ancaman

Jangan Biarkan PPHAM Berjuang dalam Ancaman

23/05/2025
Perempuan, 16HAKTP

Peringati 16HAKTP, Aliansi Perempuan Indonesia Melakukan Aksi Menggugat Negara

25/11/2024
Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

16/09/2024
Transgender

Merayakan Pride Month Merayakan Diri Sendiri

03/09/2024
Next Post
Memberitakan Perempuan dan LGBT Butuh Perjuangan

Memberitakan Perempuan dan LGBT Butuh Perjuangan

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In