Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Hak Kelompok Rentan (LGBTIQ)
Jakarta—4 September 2020, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Hak Kelompok rentan (LGBTIQ) merespon penggerebekan acara privat hotspace event oleh Polisi Daerah (Polda) Metro Jaya. Pada tanggal 2 September 2020, Kabid Humas Polda Metro Jaya melalui konferensi pers gelar perkara mengumumkan hasil pemeriksaan terkait penggerebekan event hotspace yang dihadiri 56 laki-laki di sebuah apartemen di bilangan Jakarta Pusat pada 29 Agustus 2020. Polda Metro jaya menetapkan 9 dari 56 laki-laki tersebut sebagai tersangka yang ditengarai sebagai penyelenggara dengan tuduhan Pasal 296 KUHP tentang penyediaan kemudahan perbuatan cabul dengan motif ekonomi dan atau Pasal 33 junto Pasal 7 dalam UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Sementara itu, 47 orang yang menjadi peserta ditetapkan sebagai saksi.
Koalisi memandang terdapat dua persoalan hukum dan HAM yang mendasar di penggrebekan yang Polda Metro Jaya lakukan, sebagai berikut:
Pertama, selang waktu penggerebekan dengan konferensi pers gelar perkara berjarak 5 hari. Baik penggerebekan, penangkapan sampai pemeriksaan semua berjalan sangat tertutup. Bahkan pihak keluarga juga tidak menerima surat pemberitahuan penangkapan. Salah satu pihak keluarga yang diamankan sempat membuat pengumuman orang hilang. Hal ini membuktikan bahwa penggrebekan ini mengabaikan hak-hak tersangka terhadap peradilan yang adil, termasuk di dalamnya melanggar asas praduga tak bersalah. Para peserta maupun penyelenggara pesta tidak mendapatkan hak pendampingan hukum di setiap tahap perkaranya sebagaimana telah dijamin di Pasal 54 KUHAP. Selain itu juga terdapat intervensi terhadap privasi warga negara dan pengingkaran atas Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah Indonesia ratifikasi melalui UU No. 12/2005. Pasal 17 Kovenan Sipil dan Politik secara jelas membatasi negara dalam mencampuri tempat tinggal warga secara sewenang-wenang..
Kedua, tuduhan Pasal 296 KUHP tentang memudahkan perbuatan cabul dan atau Pasal 33 junto Pasal 7 dalam UU No. 44 tahun 2008 terkait Pornografi tidak tepat disangkakan dalam kasus ini mengingat pasal pasal dalam UU Pornografi dan Pasal 296 KUHP tersebut diperuntukkan bagi mereka yang hendak mencari keuntungan. Sementara kegiatan pesta yang dilakukan tersebut tidak sama sekali dilatari dengan motif untuk kepentingan keuntungan ekonomi dan bukan merupakan pelanggaran hukum. Kami percaya bahwa negara seharusnya tidak dapat meenggunakan hukum pidana untuk menarget kelompok tertentu dan tidak diciptakan untuk menakut nakuti warga. Itu mengapa, tidak dibenarkan dalam sebuah gelar perkara hukum pidana terdapat cara-cara untuk memperoleh alat bukti dengan cara melanggar hukum dan hak asasi manusia seseorang yang disangkakan sebagai pelaku kriminal.
Melalui siaran pers ini, koalisi masyarakat sipil untuk perlindugan kelompok rentan berbasis orientasi seksual dan identitas gender mendesak:
- Polda Metro Jaya agar menangani kasus ini dengan mengedepankan prinsip-prinsip peradilan yang adil (fair trial) bagi para tersangka, dan menghentikan segala cara yang melanggar privasi warga, ataupun merendahkan martabat;
- Komnas HAM segera memantau dan memastikan kasus ini tidak menjadi alat yang dapat digunakan untuk melanggengkan tindakan persekusi terhadap kelompok LGBTIQ di Indonesia.
- Media massa dan media siber untuk tidak memberitakan kasus penangkapan ini dengan framing menjadi gay adalah tindakan pidana. Oleh sebab itu, kami meminta dalam setiap pemberitaan tidak menyertakan frasa ‘pesta gay’.
- Menghimbau kepada seluruh kelompok LGBTIQ di Indonesia untuk tetap waspada, membekali diri dengan membaca dan memperhatikan bit.ly/HakTersangkaKUHP sehingga bila sewaktu-waktu tejadi penangkapan dapat mengenali hak apa saja yang kita miliki sebagai warga negara.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Hak Kelompok Rentan (LGBTIQ) terdiri dari: Arus Pelangi, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI, SGRC, PurpleCode Collective, Sanggar Swara, STFT Jakarta, Jaringan Transgender Indonesia.
Narahubung:
Ryan Korbari ryan@aruspelangi.or.id , Lini Zurlia linizurlia@gmail.com