Sepanjang 2020 sampai awal 2021 media sosial menampilkan isu-isu keberagaman dalam bentuk yang mencemaskan. Fakta-fakta diskriminasi dan intoleransi terus mengemuka dengan bumbu pekat hoax dan disinformasi.
Salah satu tantangan yang membutuhkan perhatian serius di era revolusi digital adalah keterlibatan sehari-hari orang muda pada perbedaan sektarian, yang karena secara emosional terhubung kemudian intens masuk dalam perdebatan, ikut memviralkan, bahkan menjadi korban persekusi, kekerasan online maupun kriminalisasi.
Musababnya, kalangan muda paling banyak mengakses media sosial, sehingga persinggungan mereka dengan isu keberagaman agama atau keyakinan, etnis, dan gender pun lekat dengan dampak-dampak yang ditanggungnya.
Potret kecenderungan orang muda Indonesia yang sangat tinggi dalam mengakses media sosial juga dilansir GlobalWebIndex (2019). Indonesia berada di peringkat keenam dari negara-negara di dunia yang warganya paling aktif di media sosial. Jika dirata-rata, waktu yang digunakan oleh warga Indonesia untuk mengakses media sosial adalah 3 jam setiap harinya dan dari yang sangat aktif itu adalah kelompok usia 16-24 tahun.
Dari realitas tersebut, pertanyaan yang relevan diajukan adalah, seberapa penting orang muda mengambil peran dalam proses demokratisasi melalui media yang dimilikinya untuk menyuarakan keadilan seturut prinsip-prinsip kemanusiaan? Bagaimana orang muda terutama kalangan mahasiswa yang mempunyai literasi dan akses media cukup baik terpanggil untuk menghidupkan keberagaman dengan menggugat dan melawan setiap bentuk diskriminasi dan intoleransi?
Untuk merespon pertanyaan-pertanyaan di atas dibutuhkan pemahaman dan kesadaran toleransi yang memadai di kalangan mahasiswa. Sehingga, orang muda dengan tepat mengambil sikap dan tindakan dengan menjadikan media sosial maupun media kampusnya sebagai ruang aman bagi mereka yang dipinggirkan dan suaranya dibungkam.
Tak dipungkiri, di awal tahun ini saja isu diskriminasi menyita perhatian publik. Di antaranya pemaksaan pelajaran agama Islam terhadap peserta didik non-Muslim di Aceh Singkil yang sampai hari ini masih berlaku, meskipun 2016 lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sempat turun memberikan “solusi”. Yang paling ramai: pemaksaan jilbab terhadap siswi non-Muslim di Padang sampai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim “turun tangan”. Khusus di Surakarta, 8 Agustus lalu acara keluarga Muslim Syiah digeruduk dan beberapa dari mereka diserang.

Maka, kalangan mahasiswa tidak bisa lagi diam dan abai dengan kasus-kasus diskriminasi dan intoleransi yang terus mengemuka, bahkan di masa pandemi, sebut saja: pelarangan beribadah, penentangan pendirian rumah ibadah, upaya penyegelan rumah ibadah, peminggiran kelompok minoritas di dunia pendidikan, bantuan respon Covid-19 dari pemerintah yang mengistimewakan mayoritas agama tertentu dan di banyak tempat tidak menjangkau kalangan transpuan, penyerangan dan pembunuhan terhadap transpuan, penyegelan bakal makam Sunda Wiwitan, penggusuran makam-makam Tionghoa, meningkatnya kriminalisasi dengan delik penodaan agama atau yang berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), yang menimpa warga dari kelompok rentan, melambungnya angka kekerasan seksual terhadap perempuan, dan sebagainya.
Terhadap itu semua Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengundang rekan-rekan jurnalis kampus dan mahasiswa yang aktif di media sosial yang berada di wilayah Jawa untuk terlibat dalam Workshop Mahasiswa di Surakarta: Bermedia untuk Meneguhkan Keberagaman.
Kegiatan ini akan digelar dengan protokol kesehatan yang ketat. Hanya rekan-rekan mahasiswa yang menyerahkan hasil rapid test antigen negatif (biaya tes akan diganti panitia) yang bisa terlibat dalam workshop ini. Jaga jarak serta penggunaan hand sanitizer dan keharusan masker diganti secara rutin sebelum sampai 4 jam pemakaian adalah di antara pemberlakuan protokol kesehatannya.
Seperti workshop pers mahasiswa SEJUK yang sudah-sudah, proses diskusi, debat, perjumpaan dengan komunitas-komunitas agama atau kepercayaan yang terdiskriminasi maupun yang menginspirasi akan mengiringi pengalaman bersama menggumuli keberagaman. Pengalaman langka ini akan diolah oleh setiap peserta menjadi karya-karya jurnalistik dan konten kampanye tentang toleransi.
Nama Kegiatan
Workshop Mahasiswa di Surakarta: Bermedia untuk Meneguhkan Keberagaman
Waktu penyelenggaraan: 19-22 Maret 2021
Lokasi workshop akan diinformasikan langsung kepada peserta terpilih.
Kepesertaan
Yang terlibat dalam workshop adalah jurnalis kampus dan mahasiswa yang aktif di media sosial yang berada di Pulau Jawa. Jumlah peserta yang tergabung dalam workshop mahasiswa di Surakarta ini 20 orang.
Panitia menanggung transportasi dan akomodasi peserta workshop.
Beasiswa
Panitia memberi beasiswa terbatas kepada masing-masing peserta untuk liputan atau produksi konten media sosial
Cara Daftar
Untuk bergabung dalam workshop, sila perhatikan langkah-langkah berikut:
- Pendaftaran dikirim ke: bit.ly/WorkshopSEJUKSolo2021
2. Tulisan bertema keberagaman seputar isu agama atau keyakinan (aliran kepercayaan), etnis, dan gender serta isu-isu minoritas lainnya berupa reportase, opini, resensi buku maupun film, baik yang sudah ataupun belum dipublikasikan.
3. Pendaftaran paling akhir dikirim 28 Februari 2021, pkl. 24.00
4. Peserta-peserta terseleksi diumumkan 6 Maret 2021
5. Pengumuman peserta terseleksi akan dipublikasikan di Sejuk.org, IG: @kabarsejuk, Twitter: @KabarSEJUK, FB: Sejuk dan Fanpage Kabar SEJUK.
Informasi lebih lanjut hubungi IG: @kabarsejuk, FB: Sejuk atau Twitter @KabarSEJUK.
Pendukung
Workshop Mahasiswa di Surakarta: Bermedia untuk Meneguhkan Keberagaman didukung Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Demikian undangan sekaligus kerangka acuan Workshop Mahasiswa di Surakarta: Bermedia untuk Meneguhkan Keberagaman ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 29 Januari 2021
Hormat kami,
Ahmad Junaidi Direktur SEJUK
***
Keterangan Cover 2019: workshop pers mahasiswa di Semarang berkunjung ke kompleks gereja dan tempat retreat Katolik Santo Athanasius Agung, Karangpanas Semarang (3/2/2019)