“Bukan belas kasihan, dikasih beras dan mie, sudah! Yang kami tuntut, disabilitas diakui sehingga negara menyediakan pelatihan dan pendampingan untuk kami dan bersama kami mengupayakan fasilitas umum yang dapat kami akses,” tegas Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sri Sukarni kepada 20 jurnalis dari wilayah Nusa Tenggara Barat (27/3).
Perempuan penyandang daksa ini menaruh harapan keapada para jurnalis agar mengawal kebijakan pemerintah tentang disabilitas supaya tidak lagi charity based, karena mengasihani. Sasaran pemberitaan media adalah menagih tanggung jawab negara untuk memenuhi akses-akses disabilitas untuk mendapatkan hak-haknya secara setara (dengan warga lainnya yang non-disabilitas).
Tantangannya, lanjut Sri, banyak jurnalis maupun media tidak memahami perspektif disabilitas dengan baik. Sehingga, pemberitaan-pemberitaannya cenderung tidak dapat menangkap perjuangan kelompok disabilitas untuk mengatasi hambatan demi mengakses hak-haknya.
Padahal media punya pengaruh sangat besar dalam mengedukasi masyarakat dan mengontrol atau menekan kebijakan pemerintah agar memberikan perlindungan dan pemenuhan terhadap segenap warganya, termasuk disabilitas. Kewajiban negara ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas/Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD).
Pemahaman yang belum memadai tentang disabilitas di kalangan jurnalis menyebabkan media juga kurang mampu menangkap kerentanan-kerentanan disabilitas, terlebih disabilitas perempuan. Mereka mengalami diskriminasi ganda. Sebab, selain disabilitas, mereka juga perempuan yang di masyarakat masih banyak mengalami peminggiran. Bahkan, tak sedikit perempuan disabilitas menjadi korban kekerasan seksual.

Diskriminasi Berlapis Disabilitas Intelektual
Selain perempuan disabilitas, anak-anak disabilitas intelektual adalah bagian lain dari kelompok rentan yang ada di masyarakat. Mereka sudah ada dalam kondisi lemah sejak sebelum lahir. Berbeda dengan disabilitas lainnya, anak-anak disabilitas intelektual sudah menghadapi hambatan begitu mereka lahir. Dengan demikian butuh pendekatan, pemahaman serta metode pendidikan yang berbeda agar mereka bisa mandiri sebagaimana warga negara lainnya.
“Pemberitaan tentang disabilitas intelektual pun secara kuantitatif sangat kurang dibandingkan pemberitaan topik-topik lain,” ungkap Dewan Penasihat Special Olympics Indonesia (SOina) Dwi Iswandono.
Besar kemungkinan, menurut pria yang akrab disapa Donny, minimnya pemberitaan ini menjadi penyebab disabilitas secara umum dan khususnya disabilitas intelektual kurang bisa dipahami masyarakat dengan baik. Frekuensi pemberitaan yang rendah ini membuat publik mudah melupakan informasi yang telah diterima sebelumnya. Dari sisi kualitas pemberitaan, sambung Donny, para pembaca kurang mendapatkan informasi yang lebih detail tentang disabilitas intelektual.
Terhadap fakta-fakta di atas, mendesak sekali buat para jurnalis untuk mendapatkan pengertian dasar guna memahami disabilitas intelektual. Sebab, pemahaman yang memadai seputar disabilitas intelektual ini kemudian menjadi pegangan bagi jurnalis dalam meliput.
Sehingga, pewartaan yang dibekali dengan pemahaman yang cukup terhadap subjek berita dan mematuhi kode etik jurnalistik menjadi kombinasi yang seharusnya selalu dilakukan para jurnalis. Dengan demikian, media dapat mengambil peran edukasi untuk menciptakan masyarakat inklusi dan menagih tanggung jawab pemerintah untuk memberikan jaminan pemenuhan hak-hak disabilitas, termasuk disabilitas intelektual.
Kesetiaan wartawan pada elemen-elemen jurnalisme disertai keberpihakan pada kepentingan warga yang termarginal seperti disabilitas intelektual pada akhirnya akan sangat membantu mereka sebagai kelompok rentan untuk bisa tumbuh dan mandiri mengembangkan bakat atau talenta khusus yang dimilikinya.
Nama Kegiatan
Workshop & Story Grant Jurnalisme Keberagaman: Menyuarakan Hak Disabilitas Intelektual
Tujuan
Menguatkan dan menyebarluaskan jurnalisme keberagaman yang menyuarakan disabilitas intelektual melalui kerja-kerja jurnalistik
Capaian
- Tumbuhnya kesadaran bersama tentang pentingnya jurnalisme keberagaman menjadi ruang untuk menyuarakan disabilitas, termasuk disabilitas intelektual;
- Tergambar pola maupun peta media dan jurnalis dalam memberitakan isu disabilitas, termasuk disabilitas intelektual;
- Kelompok disabilitas intelektual mendapat manfaat atau ruang untuk mengekspresikan diri dan menyampaikan aspirasinya untuk mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai warga negara;
- Berkembang dan meluasnya pemahaman disabilitas intelektual lewat kerja-kerja jurnalistik;
- Terkuatkan fungsi watchdog media atau jurnalis dalam menuntut negara melindungi dan memenuhi akses dan mengatasi hambatan warga disabilitas untuk menikmati hak-haknya;
- Tumbuhnya kesadaran pentingnya media atau jurnalis menjalankan fungsi edukasi perihal disabilitas, termasuk disabilitas intelektual, dalam pemberitaannya;
- Tergeraknya media dan jurnalis dalam memberitakan isu disabilitas, termasuk disabilitas intelektual, melalui stimulus beasiswa terbatas program story grant;
- Tepublikasikannya karya-karya jurnalistik yang ramah terhadap disabilitas, termasuk disabilitas intelektual;
- Terbangun jaringan jurnalis yang ramah dan menghormati kebinekaan dan disabilitas, termasuk disabilitas intelektual.
Bentuk kegiatan yang akan digelar adalah workshop dan story grant. Penyelenggaraan workshop akan dipungkasi dengan proposal coaching sebagai bagian dari story grant dan selanjutnya diteruskan dalam proses liputan dan produksi pemberitaan isu disabilitas, termasuk disabilitas intelektual.
Untuk terlibat dalam kegiatan SEJUK ini, berikut adalah ketentuan dan langkah-langkahnya:
Tema Liputan
Story grant jurnalisme keberagaman SEJUK kali ini bertema disabilitas, termasuk disabilitas intelektual.
Syarat
Jurnalis yang berminat belajar bersama tentang jurnalisme keberagaman dalam konteks disabilitas, termasuk disabilitas intelektual:
- Berdomisili atau bertugas di wilayah Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
- Bersedia mengikuti rangkaian kegiatan mulai dari workshop, proposal coaching, dan menyelesaikan story grant.
- Melengkapi dokumen pendaftaran berupa proposal liputan, biodata dan kartu pers.
- Proposal liputan melingkupi: Judul, Angle, Latar Persoalan (maksimal 3 paragraf), Pesan Liputan (maksimal 2 paragraf), dan Daftar Narasumber Kunci;
- Mengirimkan surat kesediaan media untuk mempublikasikan hasil liputan.
Ketentuan
- Sebanyak 20 peserta terpilih akan mendapatkan pelatihan jurnalisme keberagaman bertema disabilitas, termasuk disabilitas intelektual, dan proposal coaching;
- Sebanyak 10 peserta terpilih akan mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan liputan sebesar masing-masing Rp4.000.000;
- Waktu liputan hingga penerbitan dilakukan paling lama sebulan sejak coaching dan menerima pendampingan dari mentor secara online;
- Seluruh peserta yang lolos untuk mengikuti pelatihan harus mengirimkan bukti rapid test antigen dengan hasil negatif (biaya rapid test akan diganti panitia).
Alur Kegiatan
- Penutupan pendaftaran: 25 Agustus 2021
- Peserta workshop terpilih diumumkan: 28 Agustus 2021
- Workshop: 3-5 Sepetember 2021
- Proposal Coaching: 5 September 2021
- Pengumuman peraih story grant: 7 September 2021
- Liputan: 7-30 Sepetember 2021
- Penyerahan bukti tayang paling lambat: 5 Oktober 2021
Pendaftaran
Untuk mendaftar sila ke: https://bit.ly/WorkshopSejukJurnalis_Disabilitas2021
Pengumuman peserta terseleksi akan dipublikasikan di Sejuk.org, IG: @kabarsejuk,
Twitter: @KabarSEJUK, FB: Sejuk dan Fanpage Kabar SEJUK.
Waktu dan Tempat
Waktu penyelenggaraan workshop dan proposal coaching story grant: 3-5 September 2021
Lokasi workshop dan coaching story grant akan diinformasikan langsung kepada peserta yang lolos mengikuti kegiatan.
Pelaksanaan
Kepastian penyelenggaraan kegiatan ini, apakah secara offline atau online, akan sangat tergantung pada ketetapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Kami akan menginformasikan keputusannya kepada 20 peserta terpilih di akhir bulan.
Kepesertaan
Yang terlibat dalam workshop & story grant adalah jurnalis aktif yang tinggal di wilayah Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Jumlah peserta yang tergabung dalam kegiatan ini 20 orang.
Panitia menanggung transportasi (dengan menunjukkan invoice) dan akomodasi peserta workshop. Hand sanitizer dan masker untuk peserta disediakan panitia.
Informasi lebih lanjut hubungi IG: @kabarsejuk, FB: Sejuk atau Twitter @KabarSEJUK
Kepanitiaan
Workshop & Story Grant Jurnalisme Keberagaman: Menyuarakan Hak Disabilitas Intelektual ini digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Special Olympics Indonesia (SOina) yang didukung Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan HAM RI.
Narahubung: lihat di tautan pendaftaran.
Penutup
Demikian undangan sekaligus kerangka acuan Workshop & Story Grant Jurnalisme Keberagaman: Menyuarakan Hak Disabilitas Intelektual. Atas perhatian dan kerja samanya kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, 7 Agustus 2021
Hormat kami,
Ahmad Junaidi
Direktur SEJUK