Belum hilang kemarahan bangsa ini atas kekerasan dan penganiayaan yang dialami mahasiswa Universitas Pamulang (Unpam) yang sedang menggelar doa rosario di Tangerang Selatan pada Minggu malam (5 Mei) lalu, upaya persekusi terhadap umat agama minoritas kembali terjadi.
Viral video pembubaran ibadah di salah satu rumah jemaat Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Benowo, Perumahan Cerme Indah Blok P/36 RT 11 RW 03 Desa Betiting, Kec. Cerme, Gresik, Jawa Timur, pada Rabu malam (8 Mei) pkl. 19.00 (Radargresik.id). Video pembubaran ibadah umat Kristen di Gresik ini diposting akun Instagram @muliahalim777.
Dari keterangan @muliahalim777 dalam kolom komentarnya, dasar pembubaran ibadah di rumah jemaat GPIB Benowo itu adalah kesepakatan RT dan RW setempat. Diskriminasi terhadap hak-hak beragama dan menjalankan agama sesuai keyakinan kelompok minoritas agama atau keyakinan dan kepercayaan sering dilakukan melalui kesepakatan sepihak di bawah tekanan mayoritas yang difasilitasi oleh aparat atau pejabat pemerintahan di daerah, baik di tingkat kabupaten atau kota, kecamatan, desa atau kelurahan, maupun tingkat RT dan RW.
Persekusi yang dialami mahasiswa Unpam Tangerang Selatan yang beragama Katolik dan jemaat GPIB Benowo Gresik menambah deretan praktik persekusi atas nama agama yang terjadi dalam 3 bulan terakhir setelah Pemilihan Presiden Februari 2024 lalu.
Dua pekan menjelang Paskah 2024 viral video seorang perempuan di Balaraja, Tangerang, menyatakan bahwa rumahnya tidak akan digunakan lagi untuk beribadah, yang diduga karena adanya tekanan beberapa pihak. Masih di tengah Ramadan dan menjelang Paskah, 10 orang penuh arogan mendatangi Pos Pembinaan Umat Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Semboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Mereka mencopot paksa plang Pos Pembinaan Umat GKII dan melarang aktivitas peribadatan di tempat tersebut (21/3).
Kemudian beredar video-video persekusi terhadap beberapa jemaat muda, anak-anak, dan perempuan di rumah doa POUK Tesalonika, Teluk Naga, Tangerang, yang sedang menyiapkan perayaan Paskah (30/3). Pada pertengahan April (2024) kembali viral video salah satu jemaat di Karang Indah, Pandeglang, memberi pernyataan bahwa rumahnya yang digunakan untuk beribadah bukan gereja.
Kekerasan, pembubaran, ancaman, pembatasan, dan berbagai gangguan atau halangan lainnya yang dialami kelompok minoritas agama atau keyakinan dan kepercayaan untuk beribadah dan mendapat izin mendirikan rumah ibadah disebabkan oleh Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah.
PBM 2006 bersifat restriktif, sangat membatasi, dan kerap menjadi dasar bagi kelompok mayoritas yang dominan dan intoleran untuk melarang minoritas yang berbeda agama atau keyakinan dan kepercayaan menjalankan ibadah di rumah atau tempat ibadah yang tidak mendapat dukungan warga (mayoritas). Padahal, hak beribadah sesuai keyakinan masing-masing warga dijamin oleh konstitusi dan menjadi kewajiban negara untuk memfasilitasinya.
Berbasis monitoring, pendampingan korban diskriminasi, dan liputan kolaborasi, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) menegaskan bahwa PBM 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah adalah sumber konflik keagamaan yang berulang dan meluas, karena menjadi alat legitimasi bagi kelompok mayoritas menentang dan menghentikan penggunaan rumah atau tempat ibadah kelompok lainnya yang rentan dan termarginalkan secara paksa, baik dengan ancaman maupun kekerasan.
Aturan dan kebijakan diskriminatif dan restriktif yang mengacu PBM 2006 tersebut sangat jelas melanggar hak dan kebebasan warga untuk menjalankan ibadah sesuai agama atau keyakinan dan kepercayaan yang sejatinya dijamin konstitusi (UUD 1945 Pasal 28E ayat 2, 28I ayat 1, dan 29 ayat 2). Sedangkan persekusi dan tindakan brutal penyerangan serta upaya membubarkan dan menghalang-halangi orang beribadah adalah tindakan kriminal yang melanggar hukum.
Karena itu, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) mengambil sikap:
- Mengutuk keras berulangnya aksi penyerangan, penganiayaan dan berbagai bentuk persekusi atas nama agama terhadap kelompok minoritas yang beribadah;
- Menuntut aparat kepolisian bertindak tegas dengan menangkap dan mengadili para pelaku persekusi dan tindak pidana lainnya atas nama agama yang terjadi di Tangerang, Tangerang Selatan, Gresik ataupun tempat lainnya;
- Mendesak aparat negara dan pemerintah baik daerah maupun pusat untuk serius menghentikan praktik diskriminasi dan persekusi terhadap minoritas agama yang beribadah dan mendirikan tempat ibadah;
- Perdamaian tanpa efek jera terhadap para pelaku dan proses yang adil untuk memulihkan dan memberikan jaminan hak-hak korban untuk beribadah dengan nyaman dan aman hanya akan membiarkan praktik persekusi atas nama agama berulang dan meluas ke banyak tempat;
- Mengajak masyarakat baik secara langsung maupun dengan menggunakan media sosialnya untuk mengawasi dan menuntut aparat dan pejabat pemerintahan agar patuh pada konstitusi dalam menghormati dan menjamin segenap warganya untuk dapat beribadah sesuai agama atau keyakinan dan kepercayaannya masing-masing;
- Mendorong masyarakat ikut mendesak negara menghapus PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah dan FKUB dan mengawal agar Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Ranperpres PKUB) tidak memindah ketentuan-ketentuan dalam PBM 2006 yang diskriminatif dan restriktif;
- Mengingatkan kalangan jurnalis dan media untuk setia pada Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman (PPIK) yang berbasis konstitusi dan hak asasi manusia (HAM) dengan bersikap kritis terhadap narasumber aparat, pejabat, tokoh agama, dan kelompok warga yang diskriminatif adan intoleran. Media harus lebih banyak memberi suara kepada minoritas yang rentan dan menjadi korban (giving voice to the voiceless).
Jakarta, 11 Mei 2024
Ahmad Junaidi
Direktur SEJUK
CP: Ahmad Junaidi (08128137239) atau Thowik 081218652420