Jumat, Juli 4, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Guru Gay di Jerman

by Redaksi
23/09/2013
in Uncategorized
Reading Time: 3min read
Guru Gay di Jerman
Share on FacebookShare on Twitter

Merupakan tantangan tersendiri, untuk secara terang-terangan mengaku homo atau lesbi di sekolah- sekolah Jerman.

Homo dan banci umpatan itu kerap terdengar di halaman sekolah. “Cemoohan semacam itu terjadi berulang-ulang,“ kata Alexander Lotz. Ia mengajar Biologi dan Kimia di sebuah sekolah menengah di Frankfurt dan semenjak pengakuannya sebagai seorang gay, ia sering terlibat perselisihan.

Ia mengaku homo pada murid-muridnya karena jengkel mendengar bahasa gaul yang mereka gunakan. Siswa sekolah kerap melontarkan istilah “Semua homo di sini.“ Ini ungkapan remaja Jerman yang merupakan sinonim bahwa sesuatu itu buruk atau tak nyaman.“ Lotz memberi tahu murid-muridnya kalau ia tak menyukai kata-kata itu karena ia adalah homo.

Tidak banyak yang mengaku gay

Lotz tentu saja bukan satu satunya guru gay di Jerman. Tapi kebanyakan guru berorientasi seksual yang menyenangi sejenis di sekolah-sekolah di Jerman berpikir dua kali sebelum mengaku sebagai gay.

Diperkirakan sekitar 90 persen guru homo yang secara pribadi mengaku mereka gay. Tapi hanya 10 persen yang secara resmi mengaku homo di sekolah. Sebagian dari mereka tak ingin membawa kehidupan pribadi ke sekolah, banyak yang khawatir akan reaksi para murid.

Rekan-rekan kerjanya pun tak selalu mendukung langkah publik semacam itu. Lotz mengaku sering mendengar perkataan, “Kalau kamu tidak mengaku, pasti kamu tak akan akan punya masalah seperti ini.“

Demonstrasi untuk toleransi

Kaum homo telah memperjuangkan persamaan hak dalam sistem pendidikan Jerman sejak satu dekade. “Tahun 1974 seorang guru homo dipecat, karena terang-terangan mengaku homo,“ kata seorang pensiunan guru, Detlef Mücke. Dulu, bersama rekannya para guru dan murid, ia berdemo agar guru homo yang sangat disukai di sekolah itu dipekerjakan kembali.

Di Jerman sampai tahun 1969, undang-undang melarang guru mengaku sebagai gay atau lesbian. Semenjak itu, beberapa hal telah berubah. Baik secara hukum maupun terkait kesadaran banyak orang terhadap kaum homo.

Tapi di banyak kota di Jerman – seperti Köln yang terkenal sebagai kubu kaum homo- toleransi sering cepat mencapai batasnya. Di Eropa juga tak jauh berbeda.

Hasil sebuah studi terbaru menyebutkan, di Belanda yang terkenal sebagai pelopor hak-hak persamaan hukum kaum gay sedunia, hanya sekitar 5 persen murid di negara itu yang menyatakan tidak keberatan terhadap guru atau sesama siswa gay.

“Justru di sekolah, banyak yang merasa mulai ketakutan,” kata komisaris Uni Eropa Viviane Reding. “Mereka menyembunyikan orientasi seksualnya, itu strategi bertahan hidup.”

Prakarsa pribadi di setiap negara bagian

Björn Kiefer berupaya melawan ‘ketidaknampakan’ ini. Guru yang berasal dari Bergisch Gladbach dekat Köln itu, terus berupaya agar sekolahnya menjadi “Sekolah Keberagaman“. Program ini telah dijalankan sejak beberapa tahun dan didukung oleh kementrian di negara bagian Nordrhein Westfallen.

Homoseksualitas diangkat jadi tema, contohnya dalam kelompok kerja khusus siang hari atau di stan-stan perayaan sekolah. Björn Kiefer juga membahas tema homoseksual dalam pelajaran politik. Akan tetapi tidak banyak sekolah yang ikut program ini. Di negara bagian Jerman Nordrhein Wesfallen hanya terdapat 6 sekolah yang ikut program ini.

Negara bagian lainnya ada yang lebih maju. Berlin misalnya. Di sana, setiap siswa mempunyai pembimbing terkait tema ”Keragaman seksual”. Walikota Berlin Klaus Wowereit, yang juga seorang gay, secara aktif mendukung kegiatan tersebut.

Sementara sejumlah negara bagian bahkan tidak memiliki program semacam ini, contohnya Hessen, di mana Alexander Lotz mengajar. Ia menyalahkan partai liberal dan partai kristen demokrat bertanggung jawab akan hal ini.

Heteroseksualitas jadi standar baku

“Di Jerman masalah pendidikan ditentukan oleh masing-masing 16 negara bagian– akibatnya para guru homo dan lesbi harus mengorganisir kelompok mereka di setiap negara bagian. “Kita harus melakukannya 16 kali, itu sangat melelahkan,” kata Alexander Lotz dalam pembicaraan dengan DW.

Banyak pihak menilai penting untuk membicarakan tema homoseksulitas secara lebih mendalam di pelajaran. “Saat ini, tema homoseksual nyaris tak pernah dibahas di buku-buku pelajaran sekolah,” kata Björn Kiefer.

Alexander Lotz berpendapat, untuk itu pendidikan guru harus diubah. Jika dalam pelajaran biologi dibahas mengenai heteroseksualitas, orang-orang beranggapan seolah-olah hanya ada satu norma seksualitas yang harus dipatuhi. “Karena itu, para guru harus dididik kembali, agar mereka tidak terjebak dalam perangkap ini.”

 

Sumber dari DW.DE: http://www.dw.de/guru-gay-di-jerman/a-17092725

 

Previous Post

Astronom Kiri tentang Tuhan dan Sains

Next Post

Gereja St Bernadette Didemo, Pintu Digembok

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Gereja St Bernadette Didemo, Pintu Digembok

Gereja St Bernadette Didemo, Pintu Digembok

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In