Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Gender dan seksual

Perempuan bukan subjek hukum Indonesia

by Redaksi
02/12/2014
in Gender dan seksual
Reading Time: 2min read
Perempuan bukan subjek hukum Indonesia

http://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0CAUQjhw&url=http%3A%2F%2Fwww.hukumonline.com%2Fberita%2Fbaca%2Flt53d27b6f66009%2Filuni-fhui-berharap-mk-independen-tangani-sengketa-pilpres&ei=GGN9VIzSOoq0uASWsoDoBw&bvm=bv.80642063,d.c2E&psig=AFQjCNEcrxZi4LLaGbKxlRayWkGJHEzAlg&ust=1417589842119181

Share on FacebookShare on Twitter

Ketua Dewan Pembina Yayasan Jurnal Perempuan Melli Darsa menyatakan hukum menjadi seksis dan patriarkis akibat pewarisan hukum dari zaman Belanda yang belum dibenahi. Hal tersebut terjadi karena hukum tidak pernah dijadikan prioritas utama dalam pembangunan selama beberapa kali periode pemerintahan. Padahal, untuk mencapai Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur dibutuhkan ketegasan hukum agar rakyat memiliki kepercayaan terhadap pemerintahan. Ketidaktegasan hukum berimplikasi pada subjek hukum yang paling marginal yaitu perempuan dan anak-anak miskin.

Dalam diskusi yang berlangsung di acara Gathering Sahabat Jurnal Perempuan (SJP) dengan tema “Evaluasi Penegakan Hukum untuk Perempuan”, dan bertempat di kediaman Melli Darsa di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Sabtu (29/11/2014) tersebut Melli Darsa mengungkapkan bahwa kemajuan perempuan di suatu negara ditentukan oleh jumlah perempuan yang mampu mencapai posisi-posisi puncak. Karena pola pengambilan keputusan pasti bersifat patriarkis.

“Jika kuantitas perempuan sedikit, dalam posisi pengambilan keputusan secara psikologis mereka akan enggan mengungkapkan keadaannya. Di sinilah pentingnya Women on Board,” ujar pendiri Firma Hukum Melli Darsa & Co.

Celakanya, komposisi perempuan sebagai penegak hukum pun belum mencapai angka yang diharapkan. Jumlah perempuan di Mahkamah Konstitusi hanya 11%, disusul Mahkamah Agung 9,7%, Kementerian Hukum dan HAM 18,1% dan Kejaksaan 41%. Melli Darsa juga menekankan pentingnya posisi dan pandangan perempuan serta etika kepedulian (ethics of care) dalam pengambilan keputusan pada pos-pos dan posisi yang penting.

Dalam kesempatan yang sama Rocky Gerung selaku narasumber berikutnya menganalisis gramatikal hukum yang ternyata setiap pasal dalam diktat hukum dimulai dengan kata “barangsiapa” yang diperuntukkan sebagai subjek hukum. Namun, kata “barangsiapa” sebenarnya adalah sebuah gramatikal laki-laki yang menunjukkan bahwa subjek hukum adalah kaum laki-laki.

Dosen filsafat FIB Universitas Indonesia ini melanjutkan, “Di balik subjek hukum itu ada sebuah sejarah panjang tentang penyingkiran perempuan dalam hukum”.

Rocky mengibaratkan bahwa hukum itu seperti lorong dalam rumah yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, dimana jika batas dari lorong dilalui maka perlu hukum untuk mengaturnya. Sehingga, sebenarnya hukum berawal dari ruang privat, dari kamar tidur, dari lorong rumah, dari ruang domestik. Namun begitu, seluruh aktivitas hukum menjadi aktivitas publik. Hukum mengatur perselisihan di ruang publik yang telah dikuasai oleh laki-laki.

Lebih lanjut Rocky mengungkapkan bahwa Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah upaya bring justice back into the home yang selama ini dirampas oleh peradaban laki-laki. Tubuh perempuan adalah objek diskriminasi ekonomi, sosial, budaya. Ketidakadilan ekonomi mungkin masih bisa diatasi oleh perbaikan regulasi, namun ada hukum kultural dimana setiap orang dikendalikan oleh peraturan moral. Pada wilayah ini perempuan lagi-lagi tidak mendapatkan keadilannya.

Keseimbangan alam mengatakan bahwa semua orang berhak mendapat keadilan di meja hukum. Dari wacana itulah lahir teori hukum feminis yang digunakan untuk mereduksi hukum dimana kaum feminis memperjuangkan agar pengalaman perempuan bisa dijadikan sumber hukum baru, bukan hanya ethics of rights namun ethics of care juga dilibatkan.

“Selama cara berpikir hukum tidak direvisi maka diskriminasi hukum terhadap perempuan akan terus berlangsung. Hukum masih dipalsukan oleh kepentingan patriarki. Melli Darsa adalah contoh perempuan ekstrem yang berusaha menerobos langit-langit kekuasaan laki-laki di bidang hukum,” pungkasnya. (Nadya Karima Melati & Andi Misbahul Pratiwi)

Sumber:
https://www.jurnalperempuan.org/berita/melli-darsa-permasalahan-perempuan-adalah-permasalahan-kita-bersama
https://www.jurnalperempuan.org/berita/rocky-gerung-hukum-masih-dipalsukan-oleh-kepentingan-patriarki

Previous Post

Peringatan Hari Toleransi Internasional “Damai dalam Kebhinnekaan”

Next Post

Sri Paus: Jangan Samakan Islam dengan Kekerasan!

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Jangan Biarkan PPHAM Berjuang dalam Ancaman

Jangan Biarkan PPHAM Berjuang dalam Ancaman

23/05/2025
Perempuan, 16HAKTP

Peringati 16HAKTP, Aliansi Perempuan Indonesia Melakukan Aksi Menggugat Negara

25/11/2024
Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

16/09/2024
Transgender

Merayakan Pride Month Merayakan Diri Sendiri

03/09/2024
Next Post
Sri Paus: Jangan Samakan Islam dengan Kekerasan!

Sri Paus: Jangan Samakan Islam dengan Kekerasan!

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In