Proses-proses politik setelah 20 tahun Reformasi memberi ruang yang semakin luas bagi kekuatan konservatif ataupun populisme berbasis agama. Hal ini disebabkan mobilisasi politik mutakhir berlangsung tidak saja di jalanan, tetapi juga di ranah digital dengan mengikat emosi yang sepemahaman (echo-chamber), sehingga ruang publik Indonesia tidak sepi dari serbuan kebencian dan permusuhan dengan sentimen suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Terlebih, kerusakan Pilkada DKI Jakarta (2017) yang menunggangi isu SARA belum sempat mereda, sementara intoleransi dan diskriminasi dari hari ke hari terus menajamkan polarisasi di tingkat masyarakat maupun elit politik. Kasus-kasus persekusi pun tidak kunjung berakhir. Sebab, banjir hoax dan ujaran kebencian beriringan dengan meningkatnya akses masyarakat Indonesia terhadap internet dan terutama media sosial yang begitu saja (dipercaya) menjadi bagian dari sumber nilai-nilai.
Hasil penelitian nasional (2016 dan 2017) Lembaga Survei Indonesia (LSI) melansir bahwa kecenderungan intoleransi di kalangan Muslim Indonesia terus meningkat. Sementara Freedom House 2018 juga melaporkan bahwa kebebasan sipil Indonesia di skor 4, kategori Partly Free.
Dalam konteks pers Indonesia, bermunculannya media setelah Reformasi, terutama online dan televisi, yang mengandaikan semakin banyak pula jurnalis baik nasional maupun lokal, menghadirkan tantangan yang tidak sederhana. Sistem regulasi yang kurang mendukung demokrasi digital dan kebebasan pers di satu sisi serta kepadatan lalu-lintas informasi yang lebih mendahulukan kecepatan dan rating atau clickbait ketimbang kualitas pemberitaan yang setia terhadap prinsip-prinsip dan standar jurnalisme di sisi lainnya, berakibat pada rentannya produk-produk jurnalistik yang tergelincir pada fake news.
Mengacu pada situasi di atas, maka mendesak untuk dilakukan upaya-upaya bersama demi membangun kesadaran dan kerjasama yang melibatkan kalangan media atau jurnalis dalam mendorong dihidupkannya prinsip-prinsip toleransi atau penghargaan serta memberikan ruang bagi kelompok rentan/minoritas, giving voice to the voiceless. Selain itu, penting juga melalui kerja-kerja jurnalistik media dan jurnalis membangun komitmen menangkal hoax dan fake news bernuansa SARA, terutama di tahun-tahun politik.
Nama Kegiatan
Workshop Jurnalisme Keberagaman di Tahun Politik
Dalam kegiatan ini akan dipresentasikan dan didiskusikan hasil analisis konten media di Indonesia dalam pemberitaan isu keberagaman oleh Search for Common Ground.
Tujuan
Hidupnya pemahaman dan kesadaran jurnalisme keberagaman yang menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam mengawal proses-proses politik
Hasil
- Menghidupkan kesadaran jurnalis dalam mengawal proses politik yang bertanggung jawab memberikan perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan setiap warganya melalui pemberitaan;
- Memahami peta media dan pemberitaan terkait isu-isu keberagaman di Indonesia;
- Membangun komitmen melawan hoax atau fake news berbasis SARA di tahun-tahun politik dengan jurnalisme keberagaman yang berbasis fakta dan data.
Keluaran
- Tumbuhnya kesadaran menghidupkan jurnalisme keberagaman di kalangan jurnalis;
- Terbangun perspektif hak asasi manusia (HAM) yang menghormati, melindungi dan memenuhi kebebasan beragama dan berkeyakinan di kalangan jurnalis;
- Tumbuhnya pemahaman jurnalis tentang peta media dan pemberitaan terkait isu-isu keberagaman di Indonesia;
- Terbangun komitmen jurnalis dalam menangkal hoax SARA dan ujaran kebencian terutama sepanjang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019;
- Terbangun kesadaran berjejaring dan bekerjasama menghidupkan jurnalisme keberagaman yang berbasis fakta dan data.
Waktu dan Tempat
Waktu: Jumat & Sabtu, 12-13 Mei 2018
Tempat dan rundown kegiatan akan diinformasikan langsung kepada para peserta terpilih.
Pendaftaran dan Seleksi Peserta
Keterlibatan aktif para jurnalis dalam workshop untuk mendiskusikan prinsip-prinsip jurnalisme di tahun-tahun politik terkait pemberitaan isu SARA menjadi harapan besar kami demi terus mengembangkan gagasan jurnalisme keberagaman.
Karena itu, kami mengundang jurnalis-jurnalis Jakarta untuk terlibat aktif dalam kegiatan ini. Pendaftaran dibuka sampai 4 Mei 2018 dengan mengirimkan CV (disertai nomer HP) dan foto kartu pers ke email daftar.sejuk@gmail.com.
Informasi hasil seleksi tidak kami umumkan tetapi akan langsung diinformasikan kepada masing-masing peserta pada 8 Mei 2018.
Penutup
Demikian undangan workshop jurnalis ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan banyak terima kasih.
Kegiatan ini merupakan kerjasama SEJUK dengan Norwegian Embassy dan Search for Common Ground.
Salam,
Ahmad “Alex” Junaidi
Direktur SEJUK