Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Akan Di-Cikeusik-kan, Alnoldy: Saya tidak pernah Terpikir Menista Agama

by Redaksi
18/04/2018
in Uncategorized
Reading Time: 12min read
Share on FacebookShare on Twitter

Masih ingat tragedi penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang menelan korban 3 meninggal karena dianiaya secara sadis pada 6 Februari 2011?

Bermula dari salah seorang yang tidak suka kehadiran Alnoldy Bahari dan mendendam atas apa yang dilakukannya, ia pun dihasut menyebarkan kebencian dan menista agama. Sehingga oleh warga Kampung Gadog, Desa Cikadu, Kecamatan Cibitung, Pandeglang yang sudah terhasut pihak-pihak penyebar fitnah, Alnoldy dan keluarganya pantas untuk di-Cikeusik-kan. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi dan ketidakadilan apa saja yang ditanggung Alnoldy yang kini dibui? Bagaimana kondisi keluarga dan seluruh kerugian usaha yang mereka berdua rintis untuk membangun kehidupan baru dan mengembangkan kampung itu?

Berikut pledoi Alnoldy Bahari yang dibacakan saat persidangan Senin, 16 April 2018 di Pengadilan Negeri Pandeglang:

 

Bismillahirahmaanirrahiiim

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Tim Jaksa Penuntut Umum, dan

Hadirin pengunjung sidang

Assalamualaikum Wr. Wb.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Dari awal hingga akhir persidangan, saya merasa ada yang perlu saya sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan kita semua. Saya akan ceritakan sedikit latar belakang saya, hingga kisah dimana akhirnya saya duduk di hadapan Yang Mulia Majelis Hakim di peradilan yang sakral ini. Sebelumnya saya berterima kasih pada yang Mulia Majelis Hakim yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk berbicara.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Saya dan Istri yang masih keturunan Banten, memiliki panggilan yang sangat kuat untuk menjatuhkan pilihan pindah dari Jakarta ke tanah Banten, meskipun kami berdua sebenarnya hamper saja memilih Leuwiliang Bogor, sebagai tempat usaha peternakan kambing etawa kualitas terbaik. Panggilan darah, petunjuk dari Allah swt. dan hasrat kami menolong sesama yang sedang dalam kesulitan, termasuk Pak Sahid, ayah dari pekerja rumah tangga kami bernama Sofyan Maulana yang telah bersama kami pada waktu itu selama kurang lebih 6 tahun di Jakarta. Hal-hal tersebutlah yang akhirnya membawa kami ke tanah leluhur kami, meskipun kami dilahirkan di tempat lain.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Saat pertama kali saya melihat tanah yang terletak di Kampung Gadog, Desa Cikadu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang, Banten ini, saya melihat bahwa seharusnya kami bisa berhasil mengembangkan budi daya kambing etawa PE Kaligesing di kampung Gadog, untuk kemaslahatan bukan hanya saya pribadi dan keluarga saya khususnya, tapi juga umumnya warga kampung di sekitar kami tempat kami tinggal. Bahkan saya dan istri sudah berencana untuk turut serta memberikan kontribusi dalam usaha membantu perekonomian warga sekitar. Selain upaya mengembangkan bibit kambing tersebut, kami juga bahkan pernah membawa berbagai rasa unggas, termasuk ayam kampung, ayam Serama, ayam kapas, ayam batik, ayam Bangkok, ayam kalkun dsb. Untuk diternakan di Kampung Gadog. Bibit-bibit unggas tersebut saya beli secara bertahap dari beberapa tempat di antaranya Pasar Jatinegara, dan beberapa tempat peternakan ayam di bilangan Bogor dan Bekasi. Kami juga mendatangkan kucing peranakan Anggora untuk dikawinkan dengan kucing lokal, sehingga peranakan mereka lebih baik dan indah. Sementara anjing kami bawa juga dari Jakarta, awalnya hanya dua ekor, adalah bertujuan sebagai anjing penjaga peternakan. Sebagai Muslim, saya telah mengecek hukum memelihara anjing bagi seorang Muslim, yang pada intinya jika untuk peternakan dan atau keperluan berburu, memiliki anjing dibolehkan menurut syariat Islam.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Rencana saya dalam beternak kambing pun sebenarnya ke depannya tidak terbatas hanya kepada pengembangan satu jenis bibit unggul saja, bahkan kami berencana mendatangkan jenis kambing bibit impor, seperti kambing boer, Kambing Arapawa, Kambing British Alpine dan lain-lain. Bahkan kami sempat ingin membeli kambing jenis Kosta Banten yang hampir punah populasinya di Banten sendiri, untuk kami ikut melestarikan jenis kambing ini pula di peternakan kami, yang kini sudah hancur dirusak kaum pendengki, untuk dikembangkan juga di Kampung Gadog. Karena kami berencana untuk ikut bersumbangsih memajukan kampung di mana saya tinggal waktu itu, dan menjadikannya sebagai pusat peternakan kambing yang ada di seluruh dunia. Saya pun pernah menyampaikan rencana saya ini kepada Sekertaris Desa Yayan, dan dia menyambut baik ide saya tersebut.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Saya memang dilahirkan di Jakarta, namun darah yang mengalir di dalam tubuh saya adalah darah Banten, jadi saya merasa wajar bila darah dan diri saya selalu memanggil saya untuk turut serta membangun Banten pada umumnya, Kampung Gadog tempat saya tinggal pada khususnya, tempat di mana saya dan istri saya tinggal sebelum saya ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Selama saya menempuh pendidikan di Jakarta, saya merasa ada banyak hal yang bisa saya sumbangkan dan amalkan bagi kemajuan dan kesejahteraan penduduk Gadog di sekitar saya. Latar belakang pendidikan saya sewaktu di Institut Kesenian Jakarta, membuat saya memiliki banyak keterampilan yang bisa saya sumbangkan bagi masyarakat Kampung Gadog, seperti kesenian menggambar, seni rupa, melukis, seni musik, pertunjukan debus, teater, pantomime, seni tari kreatif, pencak silat, dan lain-lain, yang dapat membangun daya kreativitas bagi warga masyarakat Gadog, khususnya generasi mudanya, sehingga Kampung Gadog bisa menjadi daerah yang memiliki daya tarik wisata kesenian, yang tetap sejalan dengan syariat. Saya kira, jika di Arab saja sebagai pusat Islam dunia, kesenian mulai diperbolehkan demi kemaslahatan, maka saya pun akan pelan-pelan merintisnya dengan memulai mengembangkan seni gambar, debus dan pencak silat.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Tidak aneh bila seseorang yang masih memiliki silsilah darah Banten, seperti saya dan istri saya, ingin turut berkotribusi untuk turut serta memajukan kreativitas dan perekonomian wilayah Banten semampu kami. Kami sempat merintis pengembangan Kampung Wisata Bibit, di sepanjang jalan tanah menuju ke tempat kami tinggal di Kampung Gadog, kami membagi-bagikan bibit tanaman impor dan langka kepada warga sekitar secara gratis, serta mengecat tumah-rumah warga sekitar kami tinggal dan membuat gambar mural, seperti di Kampung Pelangi yang ada di Bandung, dan masuk Koran karena menginspirasi. Bahkan saya telah sempat memasang lampu penerangan jalan—yang tadinya gelap gulita, dan kini telah kembali gelap gulita karena dirusak oleh RT kami—sepanjang kurang lebih 150 m, bukan sekedar lampu penerangan, namun juga berupa lampu warna-warni, yang kemerlip di waktu gelap dan juga ada lampu lasernya, sehingga anak-anak yang lewat pulang mengaji tidak lagi kegelapan dan tidak lagi merasa takut tersandung ular tanah, ketika melewatinya. Kami juga tadinya berencana untuk mendirikan koperasi warga, simpan pinjam, khususnya untuk membebaskan banyak warga yang terlilit utang, dari praktik gadai kelapa dan gadai kebun. Menurut kami, praktik gadai kelapa yang marak di kalangan masyarakat merupakan sebuah praktik yang sangat memberatkan pihak yang berutang. Lewat koperasi ini, akan diupayakan bantuan modal bagi warga sekitar kampung wisata bibit rintisan agar warga bisa menjadi wirausaha mandiri di rumahnya masing-masing, terutama ibu-ibu agar tidak harus bekerja jauh-jauh ke Jakarta sebagai pekerja rumah tangga, dan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Ironisnya, niat tulus kami telah disalahartikan sebagai sebuah “niat buruk terselubung” oleh pihak yang berkuasa atas Kampung Gadog. Alih-alih kerjasama yang kami dapatkan, bertubi-tubi fitnah dan hasutan menerpa kami berdua. Mulai dari tuduhan “koruptor kabur dari Jakarta”, pengikut Ahmadiah, anggota ISIS, agen Yahudi dan lain sebagainya. Kami mendapat gangguan, ancaman dan perlakuan yang merugikan dari sebagian oknum warga yang tidak suka akan kehadiran kami tanpa alasan yang sah. Kami diancam “akan di-Cikeusik-kan” padahal kami pun baru tahu tentang tragedi Cikeusik, semenjak kami pindah ke Kampung Gadog, saya dicap sesat, dilarang salat di masjid Gadog karena diisukan tidur dengan anjing, dianggap najis dan tidak bisa masuk ke dalam masjid tersebut. Kami tidak tahu tragedi Cikeusik, karena kami sudah lama tidak menonton TV, sebagai penulis buku-buku motivasi bergenre psikologi, kami berdua sangat selektif dalam memilih berita yang masuk ke dalam kepala dan pikiran kami, kami lebih suka membaca dan menulis. Isu yang beredar di kalangan masyarakat, telah sangat merugikan kami baik dalam segi material maupun nama baik. Hal tersebut dijadikan pembenaran oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab untuk merasa benar telah merugikan kami, seperti kontraktor rumah, yang begitu saja pergi setelah kami melunasi seluruh biaya pembangunan rumah, begitu pun tukang kayu yang telah sepakat menyediakan sejumlah kayu demi keperluan rumah meskipun harga keseluruhan kayu telah kami bayar penuh. Mobil kami dirusak, di baret, digetok, rumah kami yang tidak selesai itu kerap dilempari anak-anak dengan batu sehingga bocor di sana-sini, karena anak-anak itu telah diajarkan kebencian tidak mendasar kepada kami. Para pegawai yang membantu kami mencari rumput dan mengurus kambing, mendapatkan ancaman dari oknum warga yang tidak suka jika usaha peternakan kambing kami berhasil.

Yang Mulia Majelis Hakim

Untuk meluruskan segala isu miring yang telah dikembangkan di masyarakat, segala fitnah yang dilancarkan kepada kami, istri saya kemudian mencalonkan diri sebagai kepala desa Cikadu periode 2017-2023, dengan cara bersih, tanpa politik uang, tanpa bancakan, tanpa kampanye hitam terhadap pesaing, benar-benar dengan menjalankan juklak dari Gubernur dan Bupati Banten. Kami menyusun visi dan misi terbaik yang bisa kami susun, dan telah menjadi misi dan visi terbaik sekecamatan Cibitung, demikian menurut beberapa tokoh kecamatan Cibitung. Dan dari situlah kami mendapatkan kesempatan untuk benar-benar membuka diri dan memperkenalkan diri kepada masyarakat 10 kampung, yang ada dalam lingkup Desa Cikadu, dengan cara blusukan, atau sowan ke rumah-rumah warga di ke sepuluh kampung itu, menyampaikan misi visi istri saya apabila terpilih nanti. Meskipun pada akhirnya kami kalah di hari H, tanggal 5 Nov 2017, namun sesungguhnya tujuan kami telah sebagian besar terpenuhi. Kami telah mengenal semua tokoh penting di bilangan kecamatan Cibitung, termasuk muspika kecamatan, beserta jajarannya, dan terutama masyarakat desa Cikadu pada umumnya, sekaligus menggugurkan kewajiban kami dengan telah lewatnya pemilihan tersebut. Kami pun tidak lagi berniat menempuh jalur itu dalam rangkan turut serta membangun Desa Cikadu tempat kami tinggal.  Kami pun kemudian mulai merintis jalannya Yayasan Vendra, yang baru saja kami dirikan tanggal 15 Agustus 2017, sebagai payung hukum, dari segala kegiatan kami dalam ikut serta memajukan Desa Cikadu tempat kami tinggal sebelum saya dijebloskan ke penjara karena kesalahpahaman ini.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Selepas menandatangani surat perdamaian pada tanggal 27 November 2017, yang diinisiasi oleh Pak Guntur dari Polsek Cibaliung Cibitung, di Polres Pandeglang, setelah saya dan istri saya diamankan, kami: saya, istri saya, Pak Dudi, Pak Maki (saudara Pak Solihin) dan Pak Solihin, sempat keluar dari pagar Polres Pandeglang, untuk sekedar minum kopi dan berbincang hangat, Pak Solihin mentraktir kami kopi dan rokok, dan kami semua dalam keadaan tertawa dan bergembira, meskipun ketika ditanya mengenai keperluannya di Polres Pandeglang, oleh Pak Maki, Pak Solihin menjawab, “Sedang mengurus surat keterangan kelakuan baik.” Saya berbaik sangka kepada jawabannya agar permasalahan ini tidak menjadi berkelanjutan. Di situ kami berbincang tentang banyak hal, Solihin mengutarakan niatnya pada kami untuk mencalonkan diri di periode pemilihan kepala desa berikutnya, setelah ia gagal ikut di periode pemilihan yang sekarang. Bahkan ia sempat meminta ijin pada kami untuk mengikuti cara kampanye yang kami lakukan, dan tentunya kami sama sekali tidak berkebaratan, dan meskipun kami telah pindah ke Jakarta, tentu saja kami masih bersedia membantunya jika diperlukan dalam kegiatan kampanyenya kelak. Maka dari itu, ketika di kursi saksi Solihin mengatakan, “Sudah terlambat untuk melakukan perjanjian damai”, saya tidak mengerti karena, pelaporan yang dia lakukan justru setelah surat perdamaian ini dia tandatangani.

Yang Mulia Majelis Hakim,

Kasus ini merupakan kesalahpahaman dengan akibat yang sangat merugikan bagi saya pribadi dan keluarga saya pada umumnya. Saya tidak pernah terpikir untuk melakukan sebuah upaya menyebarkan kebencian dalam bentuk apa pun, apalagi menistakan agama yang saya anut dan saya pelajari terus dari kecil hingga sekarang. Semuanya telah saya jelaskan pada sidang pemeriksaan terdakwa. Tujuan saya hanya ingin turut serta berkontribusi membangun tanah leluhur saya dan istri saya yang diberkahi Allah SWT, tanah Banten, dengan membangun kreativitas, seni, budaya dan perekonomiannya, sehingga Provinsi Banten, tidak lagi menjadi sebuah Provinsi yang paling tertinggal di NKRI.

Di kota Pandeglang, kota seribu ulama, sejuta santri ini pun saya yang pernah menjadi santri selama 6 tahun dipenjara. Saya dan istri adalah sepasang penulis buku bergenre psikologi, pengembangan diri, dan motivasi. Kami berdua pun merupakan Muslim yang taat, kami pembaca karya-karya Prof. Dr. Quraish Shihab. Kami memelihara anjing pun setelah memastikan bahwa kami diperbolehkan menurut hadis Nabi yang sahih karena kami beternak kambing. Bagaimana mungkin, seorang berdarah asli Banten, bersedia pindah dari Jakarta ke sebuah kampung bernama Gadog, yang orang Pandeglang pun banyak yang tidak mengetahui keberadaannya. “Kecamatan Cibitung?” “Bekasi?” Bukan jawab saya kerap kali ada yang bertanya di mana saya tinggal, kebanyakan orang yang tinggal di pandeglang baru paham, setelah saya bilang, “Dekat dengan Ujung Kulon.”

Yang Mulia Majelis Hakim,

Pada intinya, apa pun yang saya tulis, dalam bentuk apa pun dan dalam media apa pun, tidak pernah terpikir, tersirat sedikit pun dimaksudkan, ditujukan untuk menyebarkan kebencian, mengadu domba, atau niat buruk lainnya. Status-status Facebook saya berisi pemikiran yang terlintas, bahkan mungkin jika ditanya terus tentang lahirnya sebuah postingan status Facebook, bahkan mungkin saya tidak pernah tahu dari mana ilhamnya berasal. Pada kesempatan ini saya benar-benar memohon keadilan terhadap saya dan istri saya, yang sudah tidak memiliki rumah, karena sudah dirusak, dihancurkan, beserta segala isinya dan segala fasilitasnya. Usaha jualan online saya terhenti karena akun FB saya disita, harta tersisa berupa mobil telah terpaksa dijual untuk biaya bertahan hidup dan membayar segala utang piutang. Ke delapan kambing PE Etawa Kaligesing yang masih dalam penyitaan polisi, masih belum ketahuan nasibnya, keenam anjing penjaga kami, telah mati mengenaskan dalam keadaan terikat tidak ada yang memberi mereka makan dan minum sampai meregang nyawa. Istri saya terpaksa tinggal menumpang di rumah ibu saya di Jakarta dan harus bolak-balik ke Pandeglang, dengan biaya yang tidak sedikit, saya memiliki dua orang anak usia sekolah, kelas 2 SMP dan kelas 4 SD. Bagi saya pribadi mendapatkan hukuman yang berat adalah melampaui batas kemampuan saya sebagai manusia, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Yang Mulia Majelis Hakim

Saya hanya bisa bersabar menghadapi musibah berat ini, karena Allah beserta orang-orang yang bersabar. Bila mengingat semua kejadian ini, dari awal sampai akhir, rasanya mudah sekali bagi saya untuk bersedih hati, namun Allah melarang orang-orang beriman untuk bersedih hati. Semoga Majelis Hakim yang mulia, sebagai perwakilan Tuhan di peradilan yang sakral ini, mampu melihat segala fakta yang ada dengan sejernih-jernihnya, sehingga bisa membuat keputusan yang seadil-adilnya tanpa berat sebelah. Tanpa memikirkan siapa yang benar dan siapa yang salah, saya telah berkali-kali memohon maaf, kepada pihak-pihak yang merasa tersinggung, karena sekali lagi saya tidak pernah bermaksud untuk mengadu domba pihak mana pun. Saya mencintai kedamaian dan ketenangan. Karena itulah saya pindah ke desa dari hiruk pikuk kota, untuk beternak dan menulis buku.

Demikianlah pernyataan pembelaan ini saya buat, dengan harapan bisa membebaskan saya dari segala dakwaan dan tuntutan yang tidak didasari oleh keadilan dan kebenaran. Semoga Allah mengampuni kita semua.

Wassalamualaikum wr. Wb.

Tags: #Ahmadiyah#AlnoldyBahari#Cikeusik#PengadilanNegeriPandeglang#Pledoi
Previous Post

Undangan Workshop SEJUK untuk Jurnalis Jakarta

Next Post

Aksi Kartini Hari ini: Cegah dan Akhiri Perkawinan Anak

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Aksi Kartini Hari ini: Cegah dan Akhiri Perkawinan Anak

Aksi Kartini Hari ini: Cegah dan Akhiri Perkawinan Anak

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In