Siaran Pers Aliansi Solidaritas Kasus Sampang
Kriminalisasi Ustad Tajul Muluk telah berakhir dengan vonis Ketua Majelis Hakim PN Sampang Purnomo Amin Cahyo tanggal 12 Juli 2012 dengan keputusan yang sangat tidak adil dan dipaksakan karena hakim memutuskan dengan keyakinan ceroboh bahwa terdakwa sedang bertaqiyyah (menyembunyikan keyakinannya) tanpa bukti-bukti dan saksi-saksi yang menunjang putusan tersebut.
Kami dari aliansi telah melakukan monitoring persidangan dan menganggap inilah kasus persidangan paling jorok dan bodoh yang kami temui terkait penggunaan dalil penodaan agama pasal 156a KUHP. Kami mengecam keputusan tersebut dan menganggap hakim dan jaksa telah bertindak dalam tekanan (pesanan) sehingga sangat keterlaluan dan memalukan secara hukum.
Ustad Tajul Muluk telah dihukum pidana melakukan penodaan agama selama 2 tahun penjara dengan dakwaan yang sangat mengada-ada karena dianggap terbukti mengajarkan Alquran yang tidak asli. Jaksa dan hakim sebenarnya telah kehilangan seluruh alasan untuk mengkriminalisasi Tajul Muluk karena tak punya cukup bukti dan saksi yang memadai. Jaksa hanya memiliki dua saksi yang tidak cakap dan tanpa bukti. Sementara pengacara Tajul Muluk telah menghadirkan 16 saksi meyakinkan untuk membantah seluruh dakwaan sesat beserta bukti Alquran yang digunakan Ustad Tajul Muluk yang sama sekali tak berbeda dengan Alquran umat Islam lainnya.
Jaksa penuntut bekerja begitu joroknya seperti menghadirkan saksi ahli yang tidak kredibel dan lupa terhadap pasal yang dia tuntutkan sendiri sehingga harus diingatkan saksi ahli Tajul Muluk berkali-kali. Hakim pun berkali-kali memarahi dan membatasi kuasa hukum Tajul Muluk ketika hendak menguji saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut.
Bagaimana mungkin hakim memaksakan putusan hanya dengan dasar taqiyyah tentang asli dan tidaknya sebuah Alquran yang diajarkan Tajul Muluk tanpa bukti-bukti? Putusan ini telah melanggar prinsip Non-Self Incrimination pada International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005: asas itu mengatur dalam penentuan tuduhan pelanggaran pidana, setiap orang berhak untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan…