Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Harmoni Keluarga Islam-Kristen di Makassar

by Redaksi
18/10/2018
in Uncategorized
Reading Time: 3min read
Keteguhan sang pelayan gereja di tengah tekanan sosial
Share on FacebookShare on Twitter

Pendeta-pendeta GPIB Bukit Zaitun Makassar dan peserta workshop pers mahasiswa Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) berfoto bersama (9/9/30)

Persahabatan dan persaudaraan membuncah di kalangan jemaat Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Bukit Zaitun Makassar ketika anak-anak muda dengan pakaian Muslimnya hadir ke dalam gereja. Hal tersebut dirasakan salah seorang pengurus Persekutuan Kaum Perempuan (PKP) GPIB Bukit Zaitun Rosalinda.

“Saya terharu melihat teman-teman yang mengenakan kerudung mengunjungi rumah ibadah kami,” ungkap Rosalinda kepada para tamu Muslimnya karena merasa bisa berbagi cerita serta mengenal satu dengan yang lainnya.

Mayoritas masyarakat di Makassar memeluk agama Islam. Meski begitu, para jemaat GPIB Bukit Zaitun yang terletak di Jl. Cendrawasih, Makassar, ini tampak menjalankan ibadah dengan penuh hidmat dan hidup rukun antar-umat beragama Minggu pagi itu (9/9/2018).

08.30 WITA, para jemaat mulai berdatangan untuk memasuki rumah ibadah. Di depan pintu masuk GPIB Bukit Zaitun (GBZ) terlihat seorang perempuan berpakaian hitam dengan selendang hijau yang dikalungkan di lehernya membagikan selebaran kepada setiap jemaat yang datang.

Saat bersamaan, anak-anak muda dengan menenteng kamera, buku catatan dan HP menghampiri salah satu meja di sisi kanan pintu gereja. Beberapa kue dijajakan di atas meja itu, seperti afang kenari, panada, bakpao, dan masih banyak lagi. Jajanan itu merupakan salah satu wujud solidaritas dengan penggalangan dana guna kegiatan Hari Ulang Tahun Persekutuan Kaum Lanjut Usia (PKLU) di Balikpapan bulan depannya (Oktober 2018).

Anak-anak muda yang beragama Islam itu pun mulai berbincang-bincang dengan salah satu pengurus PKP GBZ Makassar. Rosalinda menyambut tamu-tamu dengan raut yang hangat penuh antusias.

Oktaviana Sumanto, pengurus PKP lainnya, menuturkan pendapatnya mengenai kerukunan yang terjadi antar-umat beragama di Makassar. Pengalaman selama hidup bersama di tengah masyarakat Makassar selama ini, menurutnya, tidak dirasakan ada gangguan terhadap ibadah-ibadah dan aktivitas lainnya di GPIB Bukit Zaitun.

“Bagi kami yah aman. Apalagi di sekitar sini, sebagian besar beragama Islam, dan ibadah yang kami lakukan berjalan lancar,” kata Oktaviana.

Peserta workshop pers mahasiswa SEJUK berfoto bersama para jemaat GPIB Bukit Zaitun Makassar (9/9/2018)

Berdiri di samping  kiri  Oktaviana adalah Yessy Tampi yang dengan terbuka ikut menggambarkan betapa indahnya kebersamaan di tengah-tengah perbedaan yang hadir di sekitar tempat tinggalnya. Ia pun menyoroti keberagaman di kalangan Kristen. Di dalam jemaat GBZ Makassar, sambung Yessy, terdiri dari beberapa suku, seperti Toraja, Manado, Ambon, Batak, Sanger, dan lain-lain.

Demikianpun hubungan antara jemaat satu dengan yang lain terjalin harmonis. Walaupun berbeda gereja atau denominasi seperti jemaat gereja-gereja suku yang juga berdiri di Makassar, di antaranya suku Batak,  Manado, Toraja, dan lainnya disatukan dengan Gereja Persatuan Indonesia (GPI).

“Setiap dua bulan sekali, kami biasa melakukan pertemuan dari gereja satu ke lainnya,” tutur Yessy.

Di hadapan anak-anak muda Muslim yang merupakan peserta workshop pers mahasiswa Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan sedang melakukan tugas peliputan bagaimana memberitakan isu keberagaman, Yessy yang juga tergabung dalam PKP Gereja Bukit Zaitun Makassar mengaku menjalin kekeluargaan dengan pemeluk agam Islam.

“Kalau (hubungan dengan rasa) persaudaraaan seperti ini, kita bisa akrab antar sesama pemeluk. Kita juga  punya keluarga yang muslim. Jadi kita bersatu,” imbuh Yessy.

Cerita Yessy Tampi membuat perbincangan dengan para mahasiswa semakin hidup. Yessy mengutarakan bahwa ia tinggal bersama adik iparnya yang seorang muslim. Dalam keseharian, ia tak mengalami masalah-masalah yang begitu berarti. Ia hidup rukun bersama adik iparnya dengan toleransi.

“Di dalam rumah kami itu, bagian rumah tamu ada salib. Sedangkan, untuk kaligrafi sendiri itu dipajang dalam kamar adik ipar,” jelasnya.

Yessy menambahkan, kegiatan seperti  majelis taklim pun sering dilakukan di rumahnya. Begitupun ibadah-ibadah Kristen diadakan di rumahnya.

Setelah Yessy menceritakan pengalaman pribadinya yang hidup dalam keluarga yang berbeda agama, hal serupa mendorong Oktaviana ikut berbagi kisah hidupnya ke jurnalis-jurnalis kampus yang datang dari berbagai daerah, tidak hanya Sulawesi Selatan. Oktaviana mengaku terlahir dari seorang ayah beragama Islam. Ibunya Kristen. Dari kecil, ia yang menganut Kristen sudah hidup dengan keluarga Muslim.

Ia juga memiliki dua adik sepupu, keluarga dari Ayahya, yang memeluk agama Islam. Ketika saudara sepupunya berkunjung ke rumah Oktaviana, dirinya mengaku heran. Sebab, kedua adik sepupunya itu tidak memakan dan minuman yang ada di rumahnya.

Namun, keheranan itu tidak menimbulkan perselisihan antar kedua saudara itu. Oktaviana menjunjung tinggi toleransi beragama, ia memahami kepercayaan yang dianut oleh kedua adik sepupunya.

“Kan tidak mungkin saya memaksa mereka (adik sepupunya). Kita juga berdosa kalau seperti itu, saling memahami saja,” ujarnya.

Yessy berharap hubungan antara umat beragama bisa hidup rukun seperti Manado. Perempuan yang merupakan calon Majelis Jemaat GBZ ini pernah tinggal dan hidup di Manado. Ia menyaksikan langsung bangunan gereja dan masjid di Manado berdiri berdekatan.  Apabila ada kegiatan di gereja, pemuda masjid membantu mengamankan wilayah gereja, misalnya parkiran. Begitupun sebaliknya, jika di masjid ada acara, pemuda gereja pun melakukan hal serupa. Meski demikian, ia menganggap kondisi toleransi di Manado dan di Makassar tidak berbeda secara mencolok.

“Jadi bagusnya kalau di Makassar, meski berjauh-jauhan rumah ibadahnya, kehidupan bertetangga  antar Islam dan Kristen bisa saling mengayomi,” tutupnya mencoba mensyukuri kehidupan harmonis di sekitarnya.[]

Penulis: Fitri Ramadhani, Penerbitan Kampus Identitas Universitas Hasanuddin Makassar

Laporan ini hasil Workshop Pers Mahasiswa “Jurnalisme Keberagaman di tahun Politik” di Makassar, Jumat-Senin, 7 – 10 September 2018 yang didukung oleh Yayasan Tifa dan The Asia Foundation (TAF)

Tags: ##GPIB#GPIBBukitZaitun#PersMahasiswa
Previous Post

Warga Baduy Tularkan Semangat Damai pada Milenial

Next Post

Ahli Kebebasan Beragama di Dunia Paul Marshall Ajak Pers Indonesia Kembangkan Profesionalisme dalam Beritakan Isu Agama

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Ahli Kebebasan Beragama di Dunia Paul Marshall Ajak Pers Indonesia Kembangkan Profesionalisme dalam Beritakan Isu Agama

Ahli Kebebasan Beragama di Dunia Paul Marshall Ajak Pers Indonesia Kembangkan Profesionalisme dalam Beritakan Isu Agama

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In