Sepuluh tahun sudah reformasi. Namun, angin demokrasi yang seharusnya mampu memecahkan berbagai persolan kebangsaan, malah justru memasuki titik kritis dan titik balik yang membingungkan publik. Tampaknya, proses demokratisasi bangsa baru sebatas dimaknai sebagai kebebasan dari represi politik, belum sampai pada bagaimana menghargai pendapat dan menerima perbedaan.
Menguatnya konservatisme di tengah masyarakat menimbulkan kekhawatiran akan terancamnya sendi-sendi keberagaman, terutama dalam agama dan kepercayaan. Kelompok-kelompok radikal yang tumbuh pasca jatuhnya rezim Soeharto mulai mendesak kelompok lain yang memiliki pendapat yang berbeda.
Fenomena intoleransi, diskriminasi, serta kekerasan berbasis agama dan keyakinan terus meningkat sejak tahun 2005. Upaya-upaya penutupan, perusakan rumah ibadat, pelabelan sesat terhadap suatu komunitas, serta jatuhnya korban nyawa dan harta benda menjadi menu media massa sehari-hari. Kekerasan terhadap Alqiyadah al Islamiyah di Padang, penutupan, pengerusakan dan penyerangan masjid dan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Manis Lor Kab. Kuningan Jawa Barat, rencana pembumihangusan komunitas Suku Dayak Losarang, Indramayu, Jawa Barat, dan dan Sy