Laban Laisila, Kontributor ABC Australia.
Pekan ini sudah lebih setahun seratusan warga Syiah terusir dari rumahnya di dusun Nang Kernang, Sampang, Madura setelah rumah mereka ludes dibakar oleh sekelompok orang. Sejumlah lembaga komisi negara mendesak pemerintah memberikan perlindungan dan mengembalikan mereka ke kampung halaman.
Empat lembaga itu yakni Komisi Nasional Perempuan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK. Keempatnya merilis laporan dan rekomendasi terkait pengikut Syiah Sampang.
Anggota tim dari Komisi Nasional Perempuan, Andi Yentriani menyebut pembiaran berlarut yang dilakukan Pemerintah terhadap pengikut Syiah Sampang bisa mengarahkan dan berpotensi kepada kejahatan genosida.
“Melakukan pengusiran dan pemindahan penduduk secara paksa kepada kelompok Syiah Sampang, mengindikasikan dan juga berpotensi pada kejahatan genosida sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang pengadilan HAM,” tegas Yentriani.
Laporan itu sengaja dirilis genap setahun mereka terusir. Kini mereka direlokasi ke luar dari Madura dan menempati tempat pengungsian rumah susun yang disediakan oleh pemerintah di Kabupaten Sidoarjo.
Laporan keempat lembaga komisi negara itu menyatakan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak menjadi bagian integral dalam konflik Sampang. Banyak anak warga Syiah di pengungsian kehilangan tempat tinggal dan rasa aman, layanan pendidikan serta kesehatan
Tim juga berpendapat negara bertindak sangat pasif untuk memastikan pemenuhan hak warga Syiah dan malah memperkuat tensi konflik plus melanggar hak. Termasuk soal tindakan merelokasi warga Syiah yang dianggap bukan sebagai pemecahan masalah. Usulan lainnya adalah membentuk rekonsialiasi yang belum juga terwujud.
Sebelumnya para akademisi dari Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel memfasilitasi sebuah forum membangun rekonsiliasi di Surabaya. Rekonsiliasi ini mendapat tanggapan positif dari warga Syiah yang juga sekaligus menginginkan perdamaian.
Juru Bicara Ahlul Bait Indonesia, Hertasning Ichlas mengatakan tujuan rekonsiliasi salah satunya adalah mengembalikan ratusan warga korban konflik penganut Syiah ke kampung halamannya di Sampang.
Namun demikian menurutnya masih ada sisa persoalan dari kelompok penentang kehadiran warga Syiah dengan juga menuding keterlibatan aparat yang memperlambat rekonsiliasi.
“Pemkab dan polisi ini, justru jadi bagian inti yang perlu segera dikondisikan dalam upaya rekonsiliasi, karena jelas-jelas apa yang mereka lakukan itu bukan hanya memihak, tetapi memang mengobarkan kebencian dan kekerasan,” tuding Hertasning.
Sementara itu anggota tim rekonsiliasi, Samsul Anam menyampaikan saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengembalikan korban warga Syiah ke kampung halamannya karena masih ada penolakan dari sejumlah kelompok. Anam menginginkan arah rekonsiliasi tanpa membuka peluang konflik baru.
“Fokus kita rekonsiliasi yang lebih permanen. Kalau kita paksakan sekarang dan terjadi letupan atau kekerasan kembali terjadi maka itu akan menyulitkan kerja kita, karena itu baiknya posisi sekarang ini kami menyampaikan bahwa resistensi masih belum dapat diatasi,” harapnya.
Radio Australia dua bulan lalu mewawancarai korban kekerasan warga Syiah Sampang yang sengaja datang ke Jakarta. Mereka mengaku sebetulnya warga di sana sudah bisa menerima pengikut Syiah.
Sewaktu masih berada di pengungsian di Sampang, sebagian warga laki-laki terkadang menengok lahan mereka di dusun Nang Kernang, namun tidak tampak ada penolakan.
162 pengikut Syiah di Karang Gayam terpaksa mengungsi setahun lalu karena tindak kekerasan dan pembakaran terhadap rumah mereka yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Aksi kekerasan diduga dipicu oleh konflik keluarga yang berbeda paham sehingga merembet ke semua komunitas.
Sumber berita dari ABC Australia: