Oleh Chester Yung
HONG KONG – Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong sering menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh majikan dan agen perekrut mereka, demikian menurut laporan Amnesty International (AI), lembaga nirlaba asal London. Pelanggaran itu antara lain mencakup penyiksaan fisik dan verbal serta mengekang keleluasaan bergerak.

Protes TKI di Hong Kong sebagai bentuk dukungan atas seorang TKW yang disiksa oleh majikannya, 18 September.
Dalam laporan yang dirilis Kamis itu, Amnesty International juga mengkritik pemerintah Indonesia dan Hong Kong yang dinilai tidak cukup mengawasi agen-agen perekrut dan penempatan TKI. Menurut AI, sebagian besar Tenaga Kerja Wanita (TKW) dieksploitasi oleh agennya. Para agen menipu dan mengintimidasi mereka agar mau bekerja di bawah situasi yang rentan akan pelanggaran HAM dan hak-hak pekerja.
“Intimidasi ini dilakukan di Indonesia dan Hong Kong dengan menyita dokumen identitas TKI, mengurangi kebebasan mereka dalam berpindah-pindah, dan memanipulasi utang melalui biaya perekrutan,” tulis Amnesty Internasional dalam laporannya. Laporan ini disusun berdasarkan wawancara mendalam dengan 97 TKI dan survei atas 930 TKW oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Laporan ini menelaah pengalaman TKI sejak mulai direkrut di Indonesia hingga saat dipekerjakan di Hong Kong. Jumlah TKI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong kini terus meningkat. Angkanya tercatat 149.098 orang pada September, hampir setengah dari total asisten rumah tangga asing di Hong Kong. Asisten rumah tangga asing lainnya kebanyakan berasal dari Filipina.
TKI diwajibkan mendaftar melalui badan-badan perekrut yang memiliki izin pemerintah. Para agen dan calo ini kerap menipu TKI saat proses perekrutan, ujar Amnesty International.
“Calon TKI dijanjikan pekerjaan bagus dengan gaji yang tinggi, tapi tidak diberi tahu soal biaya besar yang harus mereka bayar saat proses perekrutan. [Mereka pun tak diberi tahu tentang] kewajiban pelatihan sebelum keberangkatan, yang harus mereka jalani dalam waktu lama,” demikian menurut laporan AI.
Agen-agen ini menyita dokumen identitas dan properti milik calon TKI lainnya sebagai jaminan. Mereka juga mengenakan biaya yang lebih tinggi dari biaya yang ditetapkan dalam undang-undang. Biasanya calon TKI dikenakan biaya penuh sejak awal pelatihan, tulis AI dalam laporannya. Meski biaya yang ditetapkan pemerintah berkisar $1.730, mayoritas TKI mengaku harus membayar sekitar $2.709 dalam periode tujuh bulan setelah bekerja di Hong Kong.
Laporan ini juga mendokumentasikan pelanggaran HAM yang terjadi pada TKI, seperti tidak diberi makan oleh majikan, gaji yang kecil, serta pelecehan seksual dan penyiksaan fisik.
“Agen perekrut dan penempatan secara terang-terangan melanggar hukum yang ditujukan untuk melindungi TKI dari penyiksaan. Kurangnya tindakan dari pemerintah Hong Kong dan Indonesia berarti para TKW ini akan terus dieksploitasi untuk keuntungan semata,” ujar Norma Kang Muico, Periset HAM Buruh Migran Asia-Pasifik untuk Amnesty International.
Sumber The Wall Street Journal: http://indo.wsj.com/posts/2013/11/21/pelanggaran-ham-tki-di-hong-kong/