Minggu, Juli 6, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Bersama Seni, Belajar Toleransi

by Redaksi
04/12/2013
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Adat Warga Muslim Maluku Bantu Pembangunan Gereja
Share on FacebookShare on Twitter

Teks : Rio Tuasikal

Gerimis kecil masih turun di luar Museum Mandala Wangsit Siliwangi, Bandung, malam itu. Di dalam gedung, sebuah lampu sorot warna magenta menerpa panggung kecil. Hadirin duduk di depannya, di lima deret kursi bermotif loreng tentara. Semua mata tertuju ke panggung, hening menunggu.

Seorang perempuan berjalan ke situ. Rambutnya lurus, digerai sampai dada. Jari-jarinya lentik, ia lalu memetik senar ku chen (kecapi cina) secara lincah. Tembang Barat bertajuk “Memory” disajikan Ci Sen Chuei dengan gaya tirai bambu. Sesekali dia menatap hadirin dengan senyum. Lengkung bibirnya makin kentara saat tepuk tangan terdengar di berbagai penjuru.

Di pentas seni ini, Ci Sen Chuei tidak tampil sendiri. Ada juga band Pangea dan band LDR. Hadir teater anak bertema kebhinnekaan dari Praxis in Community. Gelaran ini adalah puncak kegiatan Bandung Lautan Damai berisi 6 acara yang dimulai sejak 3 November.

Kehangatan yang diterima Ci Sen Chuei malam itu akan aneh bila kita melihat pengalaman Sabtu sebelumnya. Saat itu, panitia Nadia Nathania telah memarkir kendaraannya secara keliru. Seorang pria lantas meneriakinya, “Dasar Cina!”. Nadia bilang bahwa itu adalah bukti perjuangan masih akan panjang.

Kondisi ini diperjelas oleh data yang panitia keluarkan pada Rabu (13/11) saat seminar. Menurut SETARA Institute, the Wahid Institute dan CRCS UGM, Jawa Barat memegang angka intoleransi tertinggi selama 4 tahun terakhir. “Catatan 2013 SETARA Institute menyebutkan, sejak Januari-Juni 2013, sudah ada 122 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama di 16 provinsi. Sebanyak 50% terjadi di Jawa Barat,” demikian tulis panitia dalam rilisnya.

Masih di seminar itu, ketika peserta dan pembicara melakukan tanya jawab, panitia sibuk kasak-kusuk di belakang layar. Panitia dapat informasi bahwa perayaan Asyura yang akan digelar IJABI di Bandung pada Kamis (14/11) terancam batal. Oleh kelompok-kelompok kontra, lokasi acara sudah didatangi, akses jalan sudah ditutup. Yunita, salah satu panitia, berkata, “Sedih ya di tengah-tengah Bandung Lautan Damai masih ada yang seperti ini.”

Namun sedih Yunita lenyap saat Sabtu, di pentas seni itu. Di Bandung Lautan Damai, sebanyak 100 orang muslim termasuk Syiah dan Ahmadiyah, kristiani berbagai denominasi, baha’i, buddhis, khonghucu dan lainnya, bertemu dan bertegur sapa. Mereka berbagi pengap dalam ruang 8 kali 8 meter yang sama. Intoleransi tak laku di sini. Data-data tadi pun seolah dihapus oleh lagu di akhir acara.

 

Belasan panitia naik ke panggung, mereka mengajak seluruh hadirin berdiri untuk bernyanyi. Lirik lagu “Rumah Kita” dipampang lewat proyektor. Di panggung, Syarif memetik gitarnya, Afifa menggesek biolanya, mereka mengalunkan intro. Nyanyian itu tidaklah kompak pada dua bait pertama. Belepotan. Semua hanya bisa berhenti dan tertawa.

Akhirnya Syarif dan Afifa langsung ke reff saja, semua bernyanyi keras “Lebih baik di sini… Rumah kita sendiri…” Semua mengambil kunci nada berbeda, yang sumbang saat sendiri, tapi merdu juga bila bersanding.

“Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa… Semuanya ada di sini.”

Barangkali inilah semangat yang perlu dihayati, saling mengisi jadi harmoni.

“Rumah kita… Semuanya ada di sini.”

Inilah toleransi, ibarat gitar dan biola yang mengiringi mereka bernyanyi. []

 

 

 

 

 

 

Tags: Headline
Previous Post

Undangan Pemutaran Film dan Diskusi Peringatan HAM

Next Post

Demi Pertahankan Keyakinan, Pengikut Ahmadiyah Terusir

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Sebuah Mimpi dari Singapura

Demi Pertahankan Keyakinan, Pengikut Ahmadiyah Terusir

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In