Senin, Juli 7, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Masyarakat yang dipimpin Televisi

by Redaksi
08/03/2014
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Share on FacebookShare on Twitter

 

Sebuah film eksperimental Indonesia lolos seleksi di kategori Forum, Berlinale 2014. Sebuah film yang memotret wajah masyarakat yang diasuh oleh televisi.

Symbolbild Fernsehen Fernbedienung Krimi Thriller

 

Kita memang masyarakat terpimpin. Akhir tahun 50an, kita dipimpin oleh demokrasi ala Sukarno. Era Orde Baru, kita patuh pada kepemimpinan otoriter Suharto. Kini setelah punya kebebasan, kita sukarela menyerahkan diri dibimbing oleh televisi.

TV punya pengaruh sangat besar bagi orang Indonesia. Tahun 2012, belanja iklan di layar kaca nilainya lebih dari 60 persen dari total kue iklan nasional.

Para konsultan politik menggunakan istilah “serangan udara” sebagai resep paling ampuh memenangkan pemilihan umum. Serangan yang dimaksud adalah lewat iklan atau acara televisi.

“Another Colour TV”, karya dua mahasiswa komunikasi Universitas Indonesia mencoba memotret masyarakat televisi ini.

Dyantini Adeline atau Aline, 22 tahun, dan Yovista Ahtajida atau Yovi, 21 tahun, adalah sutradara film berdurasi 8 menit yang lolos seleksi kategori Forum di Festival Film Belin atau Berlinale 2014.

Film eksperimental ini dibuat dengan memasang kamera di atas televisi dan merekam aktivitas keluarga di depan layar kaca. Dan yang direkam adalah keluarga Yovi, sang sutradara sendiri.

Sebuah film personal, tak hanya bagi Yovi, tapi bagi kita semua para konsumen televisi.

“Awalnya ketika saya menyadari ada perubahan dari ibu saya…” kata Yovi kepada Deutsche Welle.

DW:Darimana datangnya ide awal film ini?

Yovi:Awalnya di rumah, sering ibu saya bilang tentang segala hal yang referensinya televisi seperti “Jangan begini karena kata TV…” Itu bikin saya tertarik dan akhirnya saya dan Aline berpikir kayaknya menarik berksperimen dengan ini, bagaimana melihat reaksi yang langsung terjadi ketika suatu keluarga berinteraksi dengan televisi.

Aline:Karena kita memang kuliah komunikasi kita tahu banget bagaimana mengemas suatu program atau iklan biar bikin orang-orang yang nonton itu percaya. Selain ibunya Yovi, ibu saya juga melakukan itu. Kayak misalnya bilang ”Aline itu tolong jangan dicontoh ya Raffi Ahmad…” Kalau dulu, ibu menasihati itu rujukannya nenek moyang atau agama, misalnya tapi sekarang mereka rujukannya ke ustad yang ada di TV atau segala macam yang terjadi di TV yang mereka tonton.

DW:Apakah film ini sebenarnya juga ingin bicara secara khusus tentang ibu dan televisi?

Aline:Antara lain, karena anak-anak punya kehidupan di luar, suami sibuk di kantor, sedangkan ibu berakhir di rumah, dan teman satu-satunya agar dia tidak merasa kesepian ya cuma televisi. Di situ kita bisa melihat bagaimana ibu fokus banget dengan TV, terus ada dua anaknya yang selalu liat gadget. Ibunya jauh lebih akrab dengan televisi dibandingkan dengan anak-anaknya.

Yovi:Sebenarnya ini semacam curhatan kepada bapak saya, bahwa kenapa ibu seperti ini, karena dia benar-benar ditinggalin sama kita…

Film ini mengajak kita menyaksikan diri kita: betapa candunya kita pada televisi dengan acaranya yang buruk, hingga pada akhirnya “Life doesn”t imitate art, it imitates bad television” kata Woody Allen pada suatu ketika.

Dyantini Adeline, 22 tahun, sutradara “Another Colour TV” (2013), mahasiswi Komunikasi UI

Yovista Ahtajida, 21 tahun, sutradara “Another Colour TV” (2013), mahasiswa Komunikasi UI.

 

Sumber: http://www.dw.de/masyarakat-yang-dipimpin-televisi/a-17435084

 

 

 

 

Tags: Headline
Previous Post

Gender equality and peace are linked – the post-2015 agenda should reflect it

Next Post

Berjuang bagi Hak Perempuan di India

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Komnas Perempuan minta PBB bantu atasi masalah kekerasan seksual

Berjuang bagi Hak Perempuan di India

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Akses yang Setara untuk Perempuan Disabilitas lewat Anggaran yang Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In