Jakarta – Presiden RI ketujuh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai kurang berhasil menjaga keberagaman. Sebab, SBY hanya mendapat 39,8% hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network terkait presiden-presiden Indonesia yang dianggap sukses mengawal pluralisme.
“Bung Karno (Presiden RI pertama Soekarno) dan Gus Dur (Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid) dianggap berhasil. SBY memperoleh skor terendah sebagai pemimpin yang berhasil menjaga keberagaman,” kata peneliti LSI Network Ardian Sopa dalam konferensi pers analisis survei nasional bertajuk “Mayoritas Ingin Tahu Program Capres 2014, di kantor LSI Network, Jakarta, Selasa (22/4).
Hasil survei itu menyebutkan Soekarno mendapat 65,3%, Soeharto 45,5%, BJ Habibie 48,7%, Abdurrahman Wahid 57,8%, Megawati Soekarnoputri 44,4% dan SBY 39,8%.
Ardian menambahkan, mayoritas publik juga menyatakan bahwa kondisi diskriminasi lebih buruk. “Responden yang anggap diskriminasi makin buruk sebesar 65,7%, lebih baik 21,7%, sama saja 7,6%. Kalau keberagaman tidak terjaga, kita tidak tahu Indonesia ke depan akan seperti apa,” ujarnya.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa 87,6% publik berharap presiden mendatang sanggup menjaga toleransi.
Pengumpulan data survei berlangsung sejak 15-18 April 2014. Metode samping menggunakan multistage random samping. Jumlah responden sebesar 1200 dengan wawancara handset. Ambang batas kesalahan atau margin of error ±2,9%.
Survei dilengkapi dengan riset kualitatif kelompok diskusi di tujuh ibu kota propinsi terbesar Indonesia, in depth interview (wawancara mendalam) dan analisis media nasional.
“Kita dapat kabar buruk, masih sangat banyak masyarakat Indonesia yang merasa kondisi keberagaman di Indonesia tidak baik selama masa SBY. Namun, kabar baiknya 87,6% publik harapkan presiden yang mampu jaga toleransi,” kata Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar yang juga menjadi salah satu pembicara.
Kahar lebih spesifik membahas peluncuran buku Indonesia berjudul “Menjadi Indonesia Tanpa Diskriminasi”. Buku itu sendiri ditulis CEO LSI Network, Denny JA.
Dalam setebal 335 halaman itu dijabarkan petajalan menghapus diskriminasi. Kahar mengatakan, terdapat tiga peta jalan yakni jangka pendek, menengah dan panjang.
Dalam jangka pendek, lanjut dia, perlu pembatalan puluhan peraturan daerah (perda) diskriminatif. Jangka menengah adalah penguatan aparat penegak hukum demi melindungi keberagaman. Jangka panjang, penguatan kultur anti diskriminasi melalui civil society dan pendidikan.
“Perlu keberanian ekstra dari presiden maupun menteri dalam negeri ke depan untuk menghapus perda-perda diskriminatif. Aparat keamanan seperti Polri juga jangan sampai cenderung membubarkan kelompok kecil ketimbang kelompok besar yang beringas. Selama ini tidak ada komitmen dari Polri agar semua warga negara bebas melakukan kegiatan secara damai,” tukasnya.
Sumber: http://www.beritasatu.com/nasional/179376-sby-dianggap-gagal-jaga-keberagaman.html