Mantan elit-elit intelejen yang berada di sekitar Jokowi ditengarai akan menyandera komitmen pemerintahan presiden terpilih dalam penegakan HAM di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Indonesianis Anton Lucas dalam diskusi “Munir: 10 Tahun Menolak Lupa” yang digelar Persatuan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) cabang Flinders University dan Adelaide University Sabtu, 20 September 2014, di Adelaide University, Australia Selatan.
“Hendropriyono dan Muchdi Purwoprandjono yang tergabung di tim pemenangan Jokowi dalam Pilpres 2014 lalu akan membuat pemerintah Jokowi melakukan (politik) imbal jasa. Sehingga, penegakan hukum dalam kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk kasus Munir, tidak mudah untuk diselesaikan,” demikian Anton Lucas menekankan kekhawatirannya di depan puluhan peserta diskusi.
Sementara Usman Hamid, pegiat HAM dan salah satu Tim Pencari Fakta kasus Munir, yang mengikuti diskusi melalui Skype dari Canberra berusaha tetap optimis terhadap rejim baru Jokowi-Kalla.
“Meskipun ada Hendropriyono, banyak orang baik di sekitar Jokowi. Syafii Maarif yang juga menjadi Dewan Penasihat Tim Transisi Jokowi-JK adalah guru bangsa yang sangat menghormati dan mengapresiasi Munir, sebagaimana ia sampaikan di dalam pengantar buku putih tentang pembunuhan Munir,” harap Usman Hamid pada komitmen Jokowi menyelesaikan secara tuntas pembunuhan terhadap aktivis HAM yang berdasarkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan Mahkamah Agung terbukti dibunuh Pollycarpus Budihari Priyanto pada 7 September 2004 dengan racun arsenik dalam penerbangannya ke Belanda ketika hendak melanjutkan studi.
Mahasiswa program magister Department of Political and Social Change di The Australian National University ini mengakui jalan terjal advokasi pengungkapan kasus almarhum Munir, yang semasa hidupnya sangat berani mengkritik militer, intelejen, dan kepolisian.
“Butuh waktu untuk mengungkap secara tuntas konspirasi pembunuhan Munir. Karena itu, penunjukan kepala BIN dan Kapolri yang tepat oleh Jokowi akan sangat membantu upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu lainnya, seperti kasus ’65, Tanjung Priok, Talangsari, dan kasus ’98,” ujarnya dengan penuh keprihatinan pada belum berhasilnya penegakan rule of law di Indonesia.
Film His Story yang bertutur tentang drama advokasi hukum kasus Munir menjadi pengantar diskusi. Kegiatan diskusi di Adelaide ini adalah rangkaian aksi dan peringatan 10 tahun meninggalnya Munir “Menolak Lupa” yang diinisiasi Persatuan Pelajar Indonesia Australia di negara bagian Canberra, Sydney, Melbourne dan Brisbane.
Dalam diskusi tersebut Anton Lucas kembali menegaskan bahwa kasus Munir menjadi tolak ukur dan ujian bagi pemerintah Indonesia dalam menegakkan hak asasi manusia. Pengajar sejarah, sosial, agama dan budaya Indonesia di Flinders University ini menggaris bawahi tidak tuntasnya pengungkapan kasus Munir merupakan kegagalan pemerintahan SBY dalam penghormatan atas HAM. Ia juga menyampaikan bahwa Munir bukan saja menjadi perhatian masyarakat Indonesia, melainkan dunia Internasional.
Ia sangat salut kepada John Kerry yang pada 6 September 2014 membuat pernyataan pers di website Embassy of The United States. Anton Lucas pun membacakan statemen Menteri Luar Negeri AS: Sepuluh tahun yang lalu seseorang membunuh Munir karena khawatir ia akan berhasil membuat negaranya menjadi lebih demokratis, lebih bebas, dan lebih manusiawi.
Simpati terhadap pejuang HAM ini Kerry tulis: Hari ini kami bergabung dengan rakyat Indonesia untuk mengenang Munir Said Thalib dan kami menyerukan perlindungan untuk mereka yang bekerja demi perdamaian, demokrasi dan kebebasan di seluruh dunia.
Bagi Anton Lucas, ketidakberhasilan SBY dalam penyelesaian kasus Munir, penegakan HAM dan mengkonsolidasikan demokrasi di Indonesia menjadi tantangan berat Jokowi.
Untuk itu, selain menaruh harapan agar Jokowi tidak tersandera oleh elit-elit intelejen di sekitarnya, mahasiswa S3 International Law Flinders University Taufan Muhammad dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa pengungkapan kebenaran kasus Munir adalah peran masyarakat Indonesia, bukan hanya Jokowi. [Thowik-SEJUK]