Veryanto Sitohang dari Aliansi Sumatera Utara Bersatu (ASB) mengajak jurnalis dan media massa melalui pemberitaannya untuk berkontribusi menyejukkan masyarakat.
“Selain memberitakan fakta tentang konflik antaragama dan antariman, para jurnalis juga harus membuat berita-berita yang dapat mengembangkan harmoni di Sumatera Utara,” ujar aktivis pluralisme yang akrab disapa Very.
Hal tersebut Very sampaikan dalam acara In-house Workshop di Tribun Medan, Rabu (10/2/2016), sebagai bagian dari kampanye Pekan Kerukunan Antariman Sedunia/World Interfaith Harmony Week (WIHW) yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan bekerjasama dengan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK).
Untuk itu, dengan mengacu dari hasil pemantauan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Sumatera Utara (Sumut) yang dilakukan ASB, Very sangat berharap agar banyaknya konflik antaragama dan antariman yang selama ini tidak terangkat mulai mendapat perhatian dari media-media dengan mempraktikkan jurnalisme damai.
Sementara itu, Ketua AJI Medan Agoez Perdana menyadari betapa jurnalis di Sumut belum mampu mengambil peran untuk mendamaikan karena pemberitaannya masih mengedepankan peristiwa, konfliknya.
“Pada saat ini dibutuhkan upaya untuk saling bersinergi mendorong praktik jurnalisme damai di kalangan jurnalis dan media bersama masyarakat sipil seperti ASB yang bergerak di akar rumput,” ujarnya.
Hal yang sama disampaikan redaktur Tribun Medan Eti Wahyuni tentang banyaknya media yang terjebak pada sensasi tanpa melihat dampak dari pemberitaan tentang konflik antaragama. Padahal, ungkapnya, jurnalis dan media sangat mungkin mengemas berita untuk meredakan konflik.
“Kontrol berlapis dari jurnalis sampai pimpinan atau jajaran redaksi harus dilakukan ketika berita yang diangkat sangat sensitif terkait isu-isu keberagaman,” tegasnya mewakili Tribun Medan dalam pertemuan tersebut.
Di samping itu, dia juga mendorong AJI Medan agar membuat pelatihan-pelatihan bagi para anggotanya untuk mendapatkan keahlian dalam membuat berita-berita menyejukkan sesuai dengan gagasan jurnalisme damai.
Pembicara Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) Andy Budiman menggaris bawahi pentingnya para jurnalis agar mengamalkan prinsip-prinsip jurnalisme yang benar dan tidak memberitakan berdasarkan keyakinan agamanya sendiri ketika meliput konflik antariman. Sebaliknya, jurnalis harus menggunakan prinsip-prinsip universal seperti Konstitusi atau hukum tertinggi maupun hak asasi manusia.
Salah satu pendiri Kantor Berita Radio (KBR) 68H dan pernah bekerja di Deutsche Welle Jerman ini juga mengingatkan bahwa pemilihan narasumber sangat menentukan warna berita yang menyejukkan atau malah membakar konflik.
“Peran jurnalisme dalam mengedukasi publik adalah bagaimana mengelola perbedaan yang ada di masyarakat dengan baik. Untuk itu, jurnalis jangan pernah memberikan ruang bagi narasumber-narasumber pengobar kebencian,” tandasnya. (Thowik SEJUK)