Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Djohan Effendi Peletak Dasar Jembatan Lintasiman Indonesia

by Redaksi
10/01/2018
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Djohan Effendi Peletak Dasar Jembatan Lintasiman Indonesia

SAMSUNG CAMERA PICTURES

Share on FacebookShare on Twitter
Djohan Effendi Memorial Lecture (Steffi: 10/1/2017)

Seorang antipluralis sangat berbahaya. Dia tidak bersedia berbagi tempat dengan orang lain yang tidak sepaham dengannya, juga tidak bersedia menerima kehadiran orang lain yang berbeda apalagi bertentangan dengannya. Akibat lebih lanjut, kalau seorang antipluralis memegang kekuasaan, dia akan memaksakan pikiran dan pendiriannya kepada orang lain.

Pernyataan di atas merupakan kutipan atas pandangan almarhum Djohan Effendi yang disampaikan Prof. Dr. Siti Musdah Mulia dalam “Djohan Effendi Memorial Lecture” bertema Kemanusian Meneguhkan Kebangsaan yang diselenggarakan Indonesian Conference on Religions for Peace (ICRP) bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rabu (10/1/2018) di Auditorium Widya Graha LIPI, Jakarta Selatan.

Pesan-pesan Djohan Effendi yang dipilih Musdah Mulia Rabu sore ini sangat relevan dengan situasi terkini masyarakat yang semakin tidak toleran dan para elit yang mempolitisasi agama dengan mengorbankan warga dan kelompok-kelompok rentan.

Sehingga dalam kuliah mengenang 40 hari meninggalnya Djohan Effendi ini, intelektual Muslim sekaligus Ketua Umum ICRP itu meneruskan kecemasan Nabi Muhammad yang mengingatkan praktik beragama umatnya, “Aku khawatir akan datang suatu zaman kekacauan, ketika Islam tinggal nama, Alquran tinggal aksara, mesjid-mesjid mereka penuh sesak tapi kosong dari petunjuk, ulama-ulama mereka adalah sejahat-jahat manusia di bawah kolong langit, dari mereka muncul fitnah dan kepada mereka pula fitnah itu kembali.”

Kendati sinyalemen Rasul tersebut ditujukan kepada umat Islam, sambung Musdah di hadapan 300 lebih audiens yang terdiri dari jaringan lintas-iman, para sahabat dan keluarga Djohan Effendi, tetapi menurut tokoh pencetus gerakan pluralisme yang pernah menjabat Menteri Sekertariat Negara di era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahwa umat-umat beragama lain pun mengalami gejala yang tidak jauh berbeda.

Konsistensi dan keteguhan Djohan Effendi dalam menghidupkan toleransi dan dialog lintasagama dan kepercayaan di Indonesia melekat kuat dalam ingatan para aktivis dan pemerhati isu kebebasan beragama yang mengenalnya baik secara langsung maupun lewat karya-karyanya. Sebab, cara Djohan yang sangat kritis terhadap formalisme beragama ini dibungkus dengan sosoknya yang mendamaikan dan sabar dalam mendengar serta menghargai bahkan setiap pendapat yang disampaikan generasi yang sangat muda sekalipun.

“Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat rendah hati, tidak banyak bicara, lebih suka mendengar. Beliau bukanlah tokoh selebriti yang suka berada di depan, melainkan lebih suka menyembunyikan diri di belakang layar. Di sisi lain, beliau sangat terbuka dan sangat perhatian serta dapat mudah akrab dengan siapapun, khususnya kalangan bawah,” kenang Musdah.

Sementara dalam sambutan pembuka, selaku ketua panitia acara Johannes Hariyanto, Sj menegaskan warisan berpikir Djohan yang memandang keberagaman bukanlah sebuah ancaman, melainkan kekuatan. Bagi rohaniawan yang akrab disapa Romo Hary ini, Djohan dikenal banyak kalangan sebagai orang yang membangun jembatan antarsemua manusia yang beragam.

“Djohan Effendi adalah keluarga, sahabat, dan guru bagi setiap masyarakat yang merindukan dan mencita-citakan perdamaian di tengah kemajemukan bangsa,” ujar Romo Hary.

Pada acara yang disertai peluncuran perpustakaan buku-buku pribadi Djohan Effendi dan peluncuran buku suntingan Ahmad Nurcholish dan Frangky Tampubolon berjudul “Djohan Effendi: Cerita para Sahabat,” Romo Hary kembali menirukan kelantangan Djohan yang mengatakan, “Saya menentang semua bentuk diskriminasi dan ketidakadilan kapanpun, di manapun, dalam hal apapun. Dalam hal ini, tidak ada kata kompromi.”

Selain Musdah Mulia dan Romo Hary, pada kesempatan yang sama disampaikan pula testimoni-testimoni dari para sahabat lainnya tentang sosok dan pemikiran-pemikiran inspiratif Djohan Effendi –beberapa tertuang dalam buku Djohan Effendi: Cerita para Sahabat– yang menurut mereka saat ini semakin penting dalam merekatkan kembali relasi anak bangsa yang terus terbelah oleh politisasi SARA.

Penulis: Felicia, Ladya dan Steffi

Penyunting: Thowik

Tags: #DjohanEffendi#ICRP#Pluralisme#Sara#Toleransi
Previous Post

Kado Natal 2017 untuk Presiden Jokowi

Next Post

Menatap HAM dan Kebebasan Beragama di Tahun Politik

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Menatap HAM dan Kebebasan Beragama di Tahun Politik

Menatap HAM dan Kebebasan Beragama di Tahun Politik

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In