Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Mayjen Pol (Purn.) Drs. Sidarto Danusubroto S.H. menegaskan bahwa sektarianisme akut sedang menjangkiti bangsa ini. Karena itulah para dokter harus turun tangan menyelamatkan bangsa karena sektarianisme dan intoleransi beragama bukan hanya gejala sosiologis, melainkan gejala psikologis yang memerlukan penanganan tersendiri.
Ajakan Sidarto kepada para dokter di Indonesia tersebut disampaikannya dalam Diskusi Kebangsaan bertema Polotik dari Sudut Pandang Kedokteran yang digelar Dokter Bhinneka Tunggal Ika (DBTI) dan Forum Stovia di Gedung Stovia, Museum Kebangkitan Nasional Jakarta, Minggu siang (14/1/2018). Keterlibatan para dokter dalam penyelamatan bangsa ini buat Sidarto sangat beralasan, mengingat gejala intoleransi dan diskriminasi sudah sampai ke para dokter.
“Disinyalir ada satu dua dokter yang menolak melayani pasien yang tidak seiman,” ungkapnya ketika membacakan pidato sebelum diskusi yang menghadirkan pakar neuroscience, psikiatri, dan filsafat kedokteran dimulai.
Kedokteran dalam sejarahnya, sambung Sidarto, tidak pernah menyentuh dunia politik. Kebenaran dalam dunia kedokteran 20 tahun yang lalu berbeda dengan kebenaran tahun ini. Begitupula dengan kebenaran 20 tahun mendatang. Jadi, aneh rasanya jika melihat dunia politik dari sisi kedokteran.
Namun begitu, penyakit sosial yang ada pada zaman ini mendorong konsentrasi dari berbagai pihak, termasuk dokter-dokter, untuk bersama-sama menyembuhkan persoalan ini. Luka sosial yang menurut Sidarto sudah cukup parah, merupakan dampak dari Pilkada DKI tahun lalu. Ia pun mengutarakan kecemasannya, bahwa saat ini ada penyakit yang lebih berbahaya, yakni intoleransi.
Bahkan, lanjutnya, akibat yang ditimbulkan intoleransi sudah sampai pada kondisi yang membahayakan kesehatan masyarakat. Sementara, lingkungan yang sakit akan membawa penyakit bagi manusia yang tinggal di dalamnya.
“Saat difteri sudah diumumkan sebagai keadaan luar biasa ada sekelompok orang yang berkampanye anti vaksinasi difteri berdasarkan alasan keagamaan,” ujar Sidarto.
Anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto dalam diskusi kebangsaan Dokter Bhinneka Tunggal Ika dan Forum Stovia di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta (14/1/2018)
Dunia sosial yang mulai sakit membawa pengaruh besar bagi biologi dan psikologi yang ikut sakit. Karena itu, Sidarto ingin mengembalikan warisan semangat kebangsaan dokter-dokter nasionalis di masa-masa revolusi kemerdekaan agar diteruskan dan diterjemahkan secara kontemporer oleh dokter-dokter nasionalis milenium baru di republik ini.
Ia pun mendorong para dokter nasionalis agar menemukan formula untuk mengatasi radikalisme dan intoleransi.
Acara diskusi ini disertai pembacaan Petisi Kebangsaan Dokter Bhineka Tunggal Ika. Petisi yang ditandatangani oleh 568 dokter dan dokter gigi Indonesia ini kemudian dititipkan kepada Mayjen Pol (Purn.) Drs. Sidarto Danusubroto S.H. untuk disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Dalam petisi ini Dokter Bhinneka Tunggal Ika kembali mengingatkan para dokter dan masyarakat Indonesia bahwa dunia kedokteran juga berperan dalam usaha menciptakan kesatuan dan kebhinekaan Indonesia.
Selain Sidarto dari Wantimpres, diskusi kebangsaan ini dihadiri pula Prof. DR. Dr. Daldyono, Dr. Ryu Hasan SpBS, dr. Dharmawan Purnama SPJ. PhD., dan Budiman Sudjatmiko, M.Sc, M.Phil (Anggota DPR RI) dengan dipandu Dr. Mariya Mubarika dan Dr. Putu Moda Arjana.[]
Penulis: Felicia, Steffi dan Ladya
Penyunting: Thowik