Para peserta Peace Train 6 berkunjung dan berdialog di gereja di Malang, Jawa Timur (25/8)
Kegiatan traveling perdamaian dengan menggunakan kereta api yang kini memasuki gelaran ke-6 memilih kota dingin Malang sebagai destinasinya. Puluhan peserta yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia diajak untuk mengunjungi tempat-tempat ibadah agama dan kepercayaan yang ada di Malang. Tujuannya adalah untuk mengenalkan dan membuka dialog dengan umat dari agama yang berbeda-beda.
Dikatakan oleh Khoirul Anam, salah satu panitia program, Peace Train dimaksudkan sebagai wadah yang menyediakan ruang-ruang pertemuan antara orang-orang dengan latar belakang agama dan suku yang berbeda-beda.
“Dengan berjumpa langsung, para peserta tak hanya dapat mempelajari, tetapi juga mengalami makna toleransi,” jelanya.
Tim Peace Train 6 yang terdiri atas gabungan aktivis Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Forum Bhinneka Nusantara, Sekolah Damai Indonesia, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Demokrasi.id dan Narasi Damai Nusantara ini menyeleksi dan melibatkan peserta dari latar agama dan kepercayaan yang berbeda agar satu sama lain saling mempelajari, berjumpa dan mengalami keberagaman, terutama ketika mengunjungi tempat-tempat beribadah yang berbeda-beda.
Dua destinasi pertama yang dikunjungi peserta Peace Train 6 adalah Gereja Katholik Paroki St. Albertus de Trapani dan GKJW Jemaat Sukun. Di dua gereja ini, para peserta belajar tentang kekristenan langsung dari jemaatnya. Yakni mereka yang mengimani dan mengalami iman kekristenan.
Menggali informasi agama melalui perjumpaan langsung dengan penganutnya memiliki nilai otentisitas yang tinggi. Sehingga informasi yang didapat akan jauh dari sentimen dan stigma negatif.
Berkunjung ke gereja rupanya juga menjadi pengalaman yang begitu mengesankan bagi peserta. Banyak dari peserta yang mengaku belum pernah berkunjung ke gereja sebelumnya. Karenanya, kesempatan ini mereka gunakan untuk benar-benar menggali informasi seputar gereja dan kekristenan langsung dari penganutnya.
Kunjungan dan malam kesenian Peace Train 6 di Wihara Dhammadipa Arama, Malang (25/8)
Dalam salah satu sharing, dua peserta dari pesantren di Madura masing-masing Jufri dan Farida mengaku sempat takut hingga gemetar saat menginjakkan kaki ke gereja. Mereka mengatakan tak pernah tahu betul soal agama Kristen atau Katholik. Latar belakangnya yang tumbuh besar di lingkungan pesantren disebutnya menjadi salah satu sebab tak pernah ada informasi soal agama lain yang mereka terima.
“Kaki saya gemetaran tadi pas masuk gereja. Saya takut. Khawatir kenapa-kenapa,” aku Jufri.
“Tapi ternyata nggak ada apa-apa, sekarang saya sudah tahu dan lebih siap untuk ketemu orang-orang beda agama,” lanjutnya.
Pengakuan serupa juga diungkap oleh Farida. Ia mengaku tak pernah terbayang akan bisa masuk ke gereja. “Ternyata nggak apa-apa ya masuk gereja,” jelasnya.
Dari dalam gereja, peserta diajak untuk meneropong rupa Indonesia yang menawan lantaran beragam. Gereja, sebagaimana banyak rumah ibadah lainnya, menyajikan cuilan-cuilan Indonesia dalam berbagai rupa karya dan kesenian. Hal ini memberi pesan kuat bahwa di atas segala perbedaan agama yang ada, kita semua adalah Indonesia.
Peace Train 6 di Malang difasilitasi oleh berbagai jaringan yang dimiliki tim Peace Train Indonesia, salah satunya adalah jaringan Gusdurian di Malang. Mayoritas peserta berusia muda, dari 16 tahun sampai 31 tahun.
Usai mengunjungi dua gereja, para peserta sebanyak 57 yang berasal dari Banten, Jawa Barat, Jakarta, Magelang, Solo, Manado, Madura, Surabaya dan Malang ini diajak berkunjung ke Pondok Pesantren Al-Hidayah, Malang.
Agenda Peace Train 7 ke wilayah Banten 28-30 September 2018. Bagi yang tertarik sila menghubungi Bobby ICRP.[]
Dilaporkan oleh Tim Media Peace Train 6