Kunjungan Praeses HKBP Distrik XXVII Pdt. Dr. Ir. Fritz Sihombing di mushalla pengungsian Ahmadiyah Transito Lombok (23/8)
Di tengah musibah gempa bumi Lombok tampak pemandangan yang cukup penting menjadi pembelajaran bersama bangsa ini. Pasalnya, gempa bumi yang berulang dari akhir Juli sampai Agustus ini yang mencapai 7 skala richter memanggil solidaritas sesama anak bangsa, tanpa terkecuali Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Kehancuran fisik seperti korban meninggal hingga 560 lebih, rumah, sekolah dan infrastruktur serta psikis yang meluas akibat rentetan guncangan gempa bumi di Lombok mendorong HKBP menggalang bantuan untuk para korban. Jika sebelumnya Praeses atau pimpinan HKBP tingkat distrik-distrik dari Jakarta kemudian distrik Indonesia Timur terpanggil mengunjungi posko-posko bencana gempa bumi di Lombok, giliran Kamis – Sabtu lalu (23-25 Agustus) Praeses HKBP Distrik XXVII Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara yang dipimpin Pdt. Dr. Ir. Fritz Sihombing bersolidaritas.
Yang membedakan, selain menyampaikan simpati dan memberikan sumbangan ke posko-posko bantuan gempa, kunjungan Praeses Fritz Sihombing ini juga menjalankan misi kemanusiaan lainnya: mengeratkan solidaritas kebangsaan dan lintas-iman.
Untuk itu, sebelum mengunjungi posko-posko gempa, Praeses bertandang ke Transito Lombok Kamis malam (23/8) tempat jemaat Ahmadiyah mengungsi sejak 2006 karena mereka diserang dan rumahnya dihancurkan serta diusir dari kampung halamannya. Sehingga dalam perjumpaan dengan para pengungsi yang terdiri dari anak-anak sampai orang tua di Transito ini Praeses menangkap tidak hanya ketakutan akan guncangan gempa-gempa susulan, tetapi juga harapan lebih dari sepuluh tahun untuk bisa kembali hidup normal sebagai sesama warga Indonesia.
“Apa yang kurasakan pasti tidak lengkap. Pergumulan hidup mereka yang dengan susah payah ini memanggil kami dari HKBP untuk saling menguatkan, bergandengan tangan, membantu dan menjunjung tinggi kemanusiaan. Harus kita bersama yang memperjuangkan nasib mereka,” kata Fritz Sihombing yang didampingi Kordinator Solidaritas Korban Tindak Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (Sobat KBB) Pdt. Palti Panjaitan, pimpinan jemaat HKBP Mataram Pardamean Doloksaribu dan salah seorang anggota jemaat HKBP Mataram Pardosi.
Utamakan Kemanusiaan, Buang Sentimen SARA
Sebagaimana Ahmadiyah, tidak sedikit gereja HKBP juga kerap mendapatkan diskriminasi dan penentangan dari kelompok keagamaan arus utama di negeri ini. Tetapi persoalan kemanusiaan dan kebangsaan menjadi prioritas dan agenda-agenda mereka. Hal tersebut disampaikan Palti Panjaitan yang pernah bergumul menghadapi resistensi dari kelompok intoleran dan diskriminasi pemerintah ketika bergereja di Bekasi. Bahkan, sampai kini gereja yang pernah dipimpinnya, HKBP Filadelfia, masih bergumul dan setiap dua minggu sekali terpaksa beribadah di seberang Istana Negara.
“Pimpinan HKBP harus melihat dan merasakan langsung apa yang dihadapi Ahmadiyah Lombok dan anak bangsa lainnya agar HKBP dan umat tergugah dan lebih peduli,” harap Palti.
Menurut Palti, HKBP mempunyai misi tersendiri ketika memilih mengunjungi Transito tempat pengungsian jemaat Ahmadiyah. Ia menaruh harapan kepada HKBP agar tergugah untuk memperjuangkan penderitaan saduara sebangsa yang menganut Islam Ahmadiyah dan belajar tentang ketabahan dari mereka.
Jumat (24/8) pkl. 10:00 Wita Fritz Sihombing berkunjung ke posko peduli Nahdlatul Ulama (NU). Praeses ditemani mubaligh jemaat Ahmadiyah wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur Saleh Ahmadi beserta Palti Panjaitan. Mereka diterima Ketua Tanfidziah PWNU NTB TGH. Achmad Taqiuddin dan Ketua Tim Peduli NU Baiq Mulyana yang juga rektor Universitas NU (UNU) Mataram berserta relawan-relawan NU.
“Kami datang ke posko NU untuk bersilahturahmi, mendengar dan belajar program tanggap darurat NU serta harapan-harapan perbaikan untuk bangkit dari dampak bencana yang sangat besar ini,” ujar Praeses yang aksi solidaritasnya ini direstui pimpinan tertinggi HKBP Ephorus.
Sementara Achmad Taqiuddin menyampaikan rasa syukurnya karena kunjungan dan silaturahmi Praeses ke posko NU. Taqiuddin berharap agar hubungan yang baik ini tetap terjaga dan selanjutnya bisa terus saling bekerjasama.
“Kami dari NU menerima bantuan dan akan menyalurkan bantuan tanpa memandang SARA,” ucap Ketua PWNU NTB ini.
Taqiuddin juga mengharapkan sepulangnya dari Lombok Praeses HKBP bisa menceritakan ke masyarakat luas tentang kondisi sebenarnya Lombok paska-gempa. Dengan cara demikian, menurutnya, akan banyak pihak yang lebih peduli Lombok.
Ketua PWNU NTB Achmad Taqiuddin dan Ketua Tim Peduli NU Baiq Mulyana menerima bantuan untuk korban gempa dari HKBP yang diwakili Praeses HKBP Distrik XXVII Pdt. Dr. Ir. Fritz Sihombing (24/8)
Setelah dari NU, Praeses berkunjung ke komunitas Hindu di posko tanggap darurat mereka. Praeses dan rombongan disambut Kepala Dusun I Wayan Saryawan dan Ketua Banjar sekaligus pemangku Hindu I Wayan Dalang beserta warganya. Seperti halnya di posko NU, Praeses kembali lebih banyak mendengar dan belajar dari mereka tentang bencana gempa dan apa yang telah mereka lakukan beserta harapannya.
Memperjuangkan Keadilan harus Diwariskan
Dari komunitas Hindu Praeses Fritz Sihombing bergeser menuju posko Katholik. Sebagaimana di kunjungan sebelumnya, Praeses disambut dengan hangat oleh koordinator Karitas Indonesia (Karina) Keuskupan Denpasar Handoko dan pelaksana harian Karina Mataram Jonny beserta relawan-relawan Karina.
Aktivitas Praeses sepanjang Jumat ditutup dengan mengunjungi HKBP Mataram sekaligus melakukan ibadah penguatan pkl. 20:00 Wita. Dari seluruh kunjungannya mulai dari pengungsian Ahmadiyah Transito, posko NU, Hindu, Katholik sampai HKBP Mataram, Praeses selalu menyumbangkan bantuan berupa uang sebagai tanda solidaritas dan penguatan untuk para korban.
Setelah menyaksikan seluruh bekas kerusakan dan reruntuhan rumah dan bangunan lainnya yang berserakan di mana-mana serta kunjungan ke posko-posko yang dipenuhi tenda-tenda pengungsian yang adalah pemandangan di hampir seluruh lokasi pengungsian lainnya, Praeses sangat terkesan dengan ketabahan perjuangan jemaat Ahmadiyah di Transito. Salah satu jemaat yang mengungsi bertahun-tahun di Transito Mataram berkata kepadanya bahwa hidup ini perjuangan dan harus diwariskan.
“Saya tertegun dan sangat tersentuh mendengar respon salah seorang yang hadir. Dari sanalah penting meneguhkan diri untuk selalu berjuang demi kebaikan manusia. Itulah panggilan hidup kita. Soal hasil, Tuhan yang menentukan,” pungkasnya.[]