“Yang saya dengar, Ahmadiyah itu tertutup, kaku. Setelah saya berjumpa mereka di Bali, ternyata mereka terbuka,” ucap Sandra Yunita Hidayat dari pers mahasiswa Marginal Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) setelah mengunjungi markas Ahmadiyah di Denpasar, Bali (19/3).
Sandra adalah bagian dari 22 peserta workshop jurnalisme keberagaman yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang mendapat kesempatan berkunjung ke kelompok-kelompok marginal yang ada di Bali. Mereka masing-masing berjumpa dan berdialog dengan komunitas muslim Ahmadiyah di Denpasar, pemeluk agama Baha’i di Jimbaran, dan Inklusiv Warung di Canggu.
Kesan yang sama disampaikan Rafael Harselio Sianturi dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Khlorofil Universitas Udayana Bali. Rafael dan Sandra bersama 5 mahasiswa lainnya terkesan dengan aktivitas-aktivitas kemanusiaan yang dijalankan jemaat Ahmadiyah Indonesia, termasuk yang di Bali. Jemaat Ahmadiyah di Bali rutin berbagi makanan maupun sembako ke panti-panti atau berbagi takjil (makanan kecil untuk berbuka puasa) untuk masyarakat yang membutuhkan. Donor darah dan donor kornea mata juga mereka lakukan.
“Mereka hangat, sama seperti warga atau masyarakat lainnya. Bahkan mereka aktif dalam aksi-kasi kemanusiaan, tetapi perlakuan masyarakat dan pemerintah terhadap mereka sangat berbeda (masih banyak yang mendapat perlakukan diskriminatif, terutama di luar Bali),” kata Rafael.
Dewi Syarief selaku Ketua Lajnah Imaillah, organisasi sayap perempuan Ahmadiyah, menuturkan bahwa jemaat Ahmadiyah kerap menggelar berbagai kegiatan sosial kemanusiaan.
“Kami punya donor mata, juga kegiatan kemanusiaan seperti bantuan untuk korban banjir, longsor, dan bencana alam lainnya,” ujar Dewi.
Bagi kelompok minoritas, Bali menjadi wilayah di Indonesia yang jauh lebih ramah untuk kelompok-kelompok marginal.
“Bali paling tinggi tingkat toleransinya, jika dibandingkan provinsi-provinsi lainnya. Alhamdulillah (di Bali) kami, jemaat Ahmadiyah, sangat aman, nyaman, melaksanakan amal ibadah sesuai syariat Islam,” ungkap mubaligh (pemimpin keagamaan) Ahmadiyah Bali Maulana Ma’arif.
Indah, orang Tuli yang sekaligus transpuan, merasa beruntung dapat bekerja dan mengekspresikan potensi dan bakatnya di Inklusiv Warung. Rekan kerja lainnya yang tuli, transpuan, queer maupun yang mengekspresikan drag queen mendapat ruang menampilkan kreativitasnya secara profesional di Inklusiv Warung.
Bagi mereka, terutama Tuli, tidak mudah mendapatkan akses bekerja, bahkan secara nyaman, di tempat atau daerah lainnya. Meskipun dalam undang-undang atau aturan daerah lembaga pemerintahan dan swasta diwajibkan untuk mempekerjakan disabilitas, tetapi dalam praktiknya diskriminasi terhadap mereka sudah mulai terjadi dunia pendidikan, sehingga jenjang pendidikan mereka yang mayoritas rendah, menyulitkan orang Tuli mendapat pekerjaan yang layak.
Justru, di kafe milik Gunn Wibisono ini mereka bekerja dengan bahasa isyarat dan mengajak para pelanggannya untuk dapat berinteraksi dengan pekerja-pekerja Tuli. Ini yang membuat Cristo, Event Manager Inklusiv Warung, yang adalah Tuli bergabung dengan Inklusiv Warung.
“Orang Tuli adalah disabilitas yang paling rentan, yang paling tereksklusi, baik di dunia pendidikan maupun di dunia kerja di Indonesia,” ungkap lulusan Rochester Institute of Technology/National Technical Institute for the Deaf (RIT/NTID) Rochester, New York.
Amelia Corrine Silky, penganut agama Baha’i yang hendak merayakan Tahun Baru Baha’I, Naw-Ruz, dengan penuh antusias mengajak para mahasiswa yang berkunjung di rumahnya agar terlibat dalam perjumpaan-perjumpaan lintas iman di kalangan muda baik di Bali dan daerah lainnya. Semangat untuk mengajak komunitas lintas agama atau keyakinan untuk membangun dialog karena iman Baha’i mengajarkan prinsip-prinsip persatuan: satu Tuhan, kesatuan umat manusia, dan semua agama bersumber dari satu, Tuhan Yang Maha Esa.
“Bagiku, setiap hari adalah Naw-Ruz, upaya diri untuk selalu melakukan pembaruan,” ujar Silky.
Ia juga mengenalkan dan mengajak para mahasiswa dari Bali dan NTB untuk menghidupkan prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan yang diajarkan Baha’I. Dalam keyakinan agama yang muncul dari Persia ini, menurut Silky, laki-laki dan perempuan diumpamakan dua sayap burung yang posisinya seimbang, setara, dan saling menguatkan.
“Jika salah satu sayap ada yang tidak kuat, maka burung tidak bisa terbang tinggi, karena itu (laki-laki dan perempuan) harus sama-sama kuat dan saling bekerja sama,” tegas Silky.
Kegiatan workshop yang digelar 17-20 Maret 2023 di Bali adalah kerja sama SEJUK dengan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Akademika Universitas Udayana dan VISI Universitas Pendidikan Ganesha, Bali, yang didukung Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan HAM RI. Pendalaman konsep kebebasan dan toleransi beragama, HAM kebebasan beragama atau berkeyakinan, gender di media, dan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman, termasuk keterampilan membuat feature dan video keberagman diberikan kepada peserta sebelum berkunjung ke kelompok marginal.
Story grant atau beasiswa liputan terbatas menjadi rangkaian kegiatan. Beasiswa terbatas Rp3.000.000 diberikan bagi masing-masing 8 proposal yang diseleksi oleh mentor. Setelah proses pitching proposal liputan, berikut adalah yang lolos memperoleh story grant keberagaman:
1. Desimawaty Natalia Hutabarat – Phobia dan Stigmatisasi pada Transpuan di Denpasar (FISIP Universitas Udayana)
2. Luh Putu Anggreny – Hare Khrisna dan Keberadaannya di Bali yang Ditentang Masyarakat dan Pemerintah (Persma Mpu Kuturan STAHN Mpu Kuturan Singaraja)
3. Ni Komang Yuko Utami – Hak Suara Disabilitas Intelektual Sebagai Pemilih Pemula di Denpasar (Persma Akademika Universitas Udayana)
4. Ni Luh Santi Wahyuni – Hak Waris Perempuan dalam Masyarakat Bali (Biro Pers BEM FEB Universitas Udayana)
5. Ni Putu Lily Darmayanti – Rumah Aman Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Buleleng (Persma VISI Universitas Pendidikan Ganesha)
6. Ni Putu Puja Parwati Dewi – Program ADEM Siswa Papua di Bali (Persma VISI Universitas Pendidikan Ganesha)
7. Rida Sohibna – Stigma Negatif Masyarakat Terhadap Korban Pelecehan Seksual (LPM Dimensi Ummat Univ Muhammadiyah Mataram)
8. Ufiya Amirah – Eksploitasi dan Diskriminasi Pekerja Rumah Tangga di Bali (FISIP Universitas Udayana)
Selamat buat 8 jurnalis kampus yang rencana featurenya terpilih memperoleh story grant. Alur story grant lebih lanjut akan diinformasikan oleh SEJUK langsung kepada 10 peraih story grant.[]